Jumat, 19 Desember 2008

SEMUT


PEDULI

Peduli dan peka terhadap segala hal yang terjadi dalam lingkungan-nya serta selalu memelihara rasa cinta kasih kepada sesama.

-

POSITIF & ANTUSIAS

Selalu antusias dalam berpikir dan bertindak demi mencapai tujuan berusaha. Namun segala pemikiran dan tindakan tersebut bersifat positif demi menjaga kelangsungan usaha.

-

INISIATIF

Memiliki inisiatif dalam menjalankan usaha berdasarkan motivasi yang kuat untuk maju dan mencapai tujuan tanpa menunggu komando, dan tanpa menyimpang dari kebijakan perusahaan atau negara.

-

RENDAH HATI

Berusaha selalu optimis dalam setiap langkah, namun tidak sombong dan selalu menghargai serta menghormati orang lain.

-

KREATIF & INOVATIF

Selalu kreatif dalam berusaha dengan melakukan berbagai inovasi agar dapat memenang-kan persaingan dan menjadi Leader dalam lingkungannya.

-

DISIPLIN & BERTANGGUNG JAWAB

Memiliki rasa tanggung jawab yang besar terhadap kelangsungan hidup kegiatan usaha. Untuk itu, diperlukan disiplin yang tinggi dalam menjalankan semua peraturan/ketentuan demi mencapai tujuan.

-

KERJASAMA

Mampu menjalin kerjasama untuk menggalang kemitraan dengan semua kalangan dalam menjalankan tugas agar sukses mencapai tujuan.

-

PRODUKTIF

Bekerja secara profesional, tekun, dan sungguh-sungguh untuk mencapai hasil yang maksimal.

-

KOMITMEN & TABAH

Memiliki komitmen yang tinggi terhadap semua keputusan/peraturan dan kesepakatan yang telah ditetapkan serta bertanggung jawab melaksanakannya tanpa tawar-menawar.

-

KOMUNIKATIF

Memiliki kemampuan berkomunikasi dengan menguasai tekniknya secara baik, sehingga mampu menyampaikan segala informasi yang diperlukan tanpa menimbulkan kesalah-pahaman.

pecundang VS pemenang

pemenang selalu jadi bagian dari jawaban;
pecundang selalu jadi bagian dari masalah.

pemenang selalu punya program;
pecundang selalu punya kambing hitam.

pemenang selalu berkata, “Biarkan saya yang mengerjakannya untuk Anda”;
pecundang selalu berkata, “Itu bukan pekerjaan saya”;

Pemenang selalu melihat jawab dalam setiap masalah;
pecundang selalu melihat masalah dalam setiap jawaban.

Pemenang selalu berkata, “itu memang sulit, tapi kemungkinan bisa”;
Pecundang selalu berkata, “Itu mungkin bisa, tapi terlalu sulit”.

Saat pemenang melakukan kesalahan, dia berkata, “saya salah”;
saat pecundang melakukan kesalahan, dia berkata, “itu bukan salah saya”.

Pemenang membuat komitmen-komitmen;
Pecundang membuat janji-janji.

Pemenang mempunyai impian-impian;
Pecundang punya tipu muslihat.

Pemenang berkata, “Saya harus melakukan sesuatu”;
Pecundang berkata, “Harus ada yang dilakukan”.

Pemenang adalah bagian dari sebuah tim;
Pecundang melepaskan diri dari tim.

Pemenang melihat keuntungan;
Pecundang melihat kesusahan.

Pemenang melihat kemungkinan-kemungkinan;
Pecundang melihat permasalahan.

Pemenang percaya pada menang-menang (win-win);
Pecundang percaya, mereka yang harus menang dan orang lain harus kalah.

Pemenang melihat potensi;
Pecundang melihat yang sudah lewat.

Pemenang seperti thermostat;
Pecundang seperti thermometer.

Pemenang memilih apa yang mereka katakan;
Pecundang mengatakan apa yang mereka pilih.

Pemenang menggunakan argumentasi keras dengan kata2 yang lembut;
Pecundang menggunakan argumentasi lunak dengan kata2 yang keras.

Pemenang selalu berpegang teguh pada nilai2 tapi bersedia berkompromi pada hal2 remeh;
Pecundang berkeras pada hal2 remeh tapi mengkompromikan nilai2.

Pemenang menganut filosofi empati, “Jangan berbuat pada orang lain apa yang Anda tidak ingin orang lain perbuat pada Anda”;
Pecundang menganut filosofi, “Lakukan pada orang lain sebelum mereka melakukannya pada Anda”.

Pemenang membuat sesuatu terjadi;
Pecundang membiarkan sesuatu terjadi.

Para Pemenang selalu berencana dan mempersiapkan diri, lalu memulai tindakan untuk menang…

Para pecundang hanya berencana dan berharap ia akan menang …

Sumber :

http://www.yauhui.net


The Buddha says:

Anything that we want in this worldwill become a source of suffering.


Buddha mengatakan:

Apa yang kita kejar dengan hawa nafsu dalam dunia ini akan menimbulkan penderitaan.


-


Some people can let go of things while others cling to things. Attachment to things brings a lot of pain.

(Beberapa orang mau melepaskan kepemilikannya, sementara yang lain tidak. Keterikatan mengakibatkan banyak kesengsaraan )


Selasa, 04 November 2008

antara AGAMA TUHAN, SETAN DAN AGAMA - AGAMA MANUSIA




Dari sekian banyak tulisan yang saya baca, tampaknya ada dua kubu besar yang menghuni dunia ini yakni Agama samawi( Agama Tuhan atau Agama Langit) dan agama ardhi atau agama manusia. konon katanya agama langit diturunkan oleh TUHAN dan agama bumi adalah agama yang konon lahir dari ciptaan manusia , kemudian ada juga menyebut agama Budaya. orang-orang yang beragama Langit adalah orang-orang "bersih" yang taat dan beriman sedangkan agama bumi adalah orang-orang yang menyimpang dan mengingkari ajaran TUHAN adalah orang yang penuh dengan perbuatan yang tidak baik ( asusila). Mungkin itulah yang menjadi alasan bagi Pemeluk agama Langit untuk "memerangi" agama bumi yang "terbelakang dan primitif".

Kemudian dengan penuh percaya diri sebagian besar orang berfikir jika berhasil "menyadarkan" manusia bumi menjadi manusia langit dan kembali pada ajaran TUHAN maka, hal itu ada adalah suatu kebanggan atau dengan kata lain membuat orang lain masuk agama kita maka, itu adalah sebuah PRESTASI yang membanggakan. Berangkat dari keterbatasan saya berfikir, bahwa target kita dalam hidup adalah mencari pengikut agama kita sebanyak mungkin sehingga paling tidak agama kita menjadi " single majority" dibumi ini atau bahkan kalau bisa kita dapat menjadikan bumi ini hanya terdiri satu "warna" agama yakni agama TUHAN. Jika demikian yang terjadi maka, TUHAN akan memiliki satu difinisi dari satu Kitab suci tertentu jika itu yang terjadi berarti TUHAN bukan lagi maha Besar karena TUHAN memiliki makna yang terbatas dan sempit.

Selain itu, saya juga pernah membaca bahwa agama bumi hanya berisi orang-orang yang tidak sesuai dengan kehendak TUHAN bahkan dekat dengan setan ( atau pemuja setan). Saya jadi curiga bahwa TUHAN memang tidak begitu Kuat untuk melawan Setan, terbukti dari zaman Nabi Adam sampai zaman teknologi informasi, TUHAN belum Juga mampu mengalahkan setan yang terkutuk itu. Mungkin karena menyadari kelemahan-NYA, kemudian TUHAN menciptakan sekelompok manusia untuk dilatih militer ( atau seolah-olah seperti militer ) dan siap berperang melawan Setan dan pengikutnya. TUHAN memang telah membentuk "SERDADU SURGA" yang bertugas "menghakimi" setiap manusia yang berdosa, yang memiliki "Tuhan Idaman Lain”. TUHAN memang betul-betul tak rela kalau umatnya berkhianat karena mungkin takut kekuatan TUHAN dibumi semakin lemah. Rupanya Tentara (milik TUHAN) itu berhasil dengan gemilang menakuti, menteror, dan banyak mengeluarkan wacana-wacana atas nama TUHAN dan membuat kehancuran dimana-mana, seolah tak ada lagi tempat bagi orang yang merindukan kedamaian, mereka berhasil juga memupuk kebencian ( dalam dirinya sendiri). Tentara TUHAN selalu menghalalkan segala cara untuk mewujudkan tujuan dan ambisinya.

“Tentara surga “ bahkan bersiap menyerang "pengikut setan" yang tak berdaya, tak bersenjata dan tak terlatih tersebut, baik dari segi pengalaman perang maupun dibidang persenjataan.
Serangan tersebut dilakukan secara fisik ( penghancuran dan perusakan simbol )dan secara psikis ( menebar ketakutan dan keresahan ) dengan mengejek, mencaci dan menghujat. Tentara Surga bukan hanya berperang dimedan perang tetapi menyerang daerah yang berada diluar medan peperangan. Tampaknya Tentara TUHAN tersebut berfikir, TUHAN sangat Puas dan senang dengan Penghancuran Tersebut. TUHAN tak lagi peduli akan keragaman Tradisi budaya dan belas kasihan. Dengan kata lain, TUHAN telah kehilangan Cinta kasih dan kelembutan-NYA. Walaupun manusia pengikut setan dan iblis tersebut juga hasil ciptaan-NYA sendiri.

TUHAN rupanya telah lupa untuk mengajarkan pengikut-NYA ajaran cinta kasih, kebijaksanaan, ketenangan, bahkan senyuman atau kalaupun TUHAN mengajarkan cinta kasih dan kesabaran itu mungkin hanya berlaku dalam intern agama TUHAN saja. Dari perkiraan saya ( mudah-mudahan salah) saya dapat menyimpulkan bahwa :

1. TUHAN tak mampu mengalahkan setan sehingga TUHAN memanfaatkan manusia Untuk
melawan setan. kalo tidak demikian kenapa juga TUHAN tak "menghabisi" setan dari
dulu? ( mau tapi tak mampu )---TUHAN bukan MAHA KUASA

2. TUHAN sengaja menciptakan Setan dan selanjutnya setan akan selalu kalah oleh TUHAN
sehingga manusia mengakui kemahakuasaan TUHAN.--- Mampu tapi tak mau (konspirasi).

3. Setan sesungguhnya Tidak pernah ada, itu hanyalah rekayasa TUHAN agar manusia
tidak berpaling dari-NYA (dongeng dari agama TUHAN)

atau ada Faktor lain?!?!? entahlah.
ada hal yang sangat menonjol dari agama samawi mereka sangat aktif menyebarkan agama mereka dan bahkan dengan menghalalkan segala cara. mereka juga sangat rajin mencela agama lain bahkan kita semua bisa melihat bahwa pusat "turunnya" agama samawi ini merupakan ladang konflik yang tak pernah berakhir karena semuanya mengklaim diri paling benar (menurut kacamata mereka sendiri). 
ini pelajaran bagi hindu atau agama lain yang "terbit" ditimur. hendaknya agama timur yang konon merupakan agama budaya ( yang lahir sebelum agama samawi) dapat menjadi "matahari" perdamaian dan kesantunan sehingga timur semakin kaya dengan kehidupan rohani atas dasar cinta kasih dan toleransi yang mendalam.tak perlu berkecil hati jika mereka menyebut agama mereka agama samawi kita juga dengan bangga berhak menyebut diri "agama cinta kasih" sebagai anugrah TUHAN. karena kita semua lahir dengan dasar cinta kasih dan tanpa harus menyakiti (Ahimsa). kita juga tak perlu "pusing" dengan sebutan agama ardhi karena kita adalah "putra sulung"TUHAN.  sejarah menunjukan kita yang pertama dan keberadaan mereka karena terinspirasi oleh Hindu sebagai agma tertua (5000 SM).

Sabtu, 25 Oktober 2008

Mengapa Butuh Guru?

"Mengapa kalian membutuhkan seorang Guru?", tanya seorang tamu Ashram kepada para siswa.
"Bila air hendak dididihkan, ia membutuhkan wadah sebagai media antara api dengan si air itu sendiri.", jawab seorang siswa secara analogis.¹)

***

Dalam kehidupan sehari-hari tak jarang kita bertemu dan berinteraksi dengan seseorang yang sedemikian arogannya, yang tidak mau bertanya, tidak mau berguru karena takut digurui, takut kelihatan atau disangka bodoh, walaupun sebetulnya ia memang dungu.

Justru dalam kedunguannya itu ia malah kelihatan cerdik, pintar berbelit, penuh akal-bulus; disamping kelihatan kritis serta sangat jeli melihat kesalahan, kelemahan, kekurangan dan keburukan orang lain, berani melontarkan berbagai bentuk gugatan bahkan mengemukakan pandangannya seakan-akan ia seorang montir akhli; padahal menggunakan obengpun tidak pernah.

Jangankan kriteria dari seorang Guru, ia bisa saja malah menetapkan kriteria Tuhan sebagai begini dan begitu, yang justru membuatnya menolak-Nya kalau saja ia benar-benar menjumpai-Nya.

Bagi yang seperti ini, Sang Buddha pernah bersabda kurang-lebih: "Si dungu menjadikan dirinya sebagai musuh". Tapi saya percaya Anda bukanlah orang seperti ini; orang yang menjadikan diri sendiri sebagai musuh lantaran dungu.
v ____________ _________ ____
¹) disadur dari karya Anthony de Mello; SJ. yang dijuduli "Meditation" .

http://www.hindu-indonesia.com/

THOUGHT FOR THE DAY

The senses have to be controlled, primarily because they pursue deleterious influences that harass man and lead him into ruin. Inner peace is lost when the senses feed man on inciting wants and infructuous desires. For the Sadhaka (spiritual aspirant), what the senses imbibe must always be pure and Sathwic in nature, that which promotes humility, equanimity and simplicity. If the impressions are Rajasic (inducing passion), the mind will get agitated and vengeful. If they are Tamasic (inducing dullness of mind), the mind will not even be aroused into the awareness of its own shortcomings. It is only the Sathwic impulses that will keep the mind on an even keel, fully concentrated on the Atma on which one must contemplate in order to attain peace.

Panca-inderamu hendaknya dikendalikan/ dikontrol, sebab indra-indra tersebut cenderung suka membujukmu dan mengarahkanmu menuju kepada kehancuran. Kedamaian batinmu akan terganggu dan rentan sirna apabila panca inderamu terus-menerus merongrongmu dengan keinginannya yang tak berkesudahan. Sebagai aspiran spiritual, seyogyanyalah engkau menjaga agar panca-inderamu senantiasa terekspose dengan hal-hal yang suci atau Sathwic, yaitu yang akan membuahkan kerendahan hati, keseimbangan batin dan kesederhanaan. Jikalau impresi panca inderamu lebih banyak paparan yang bersifat Rajasic, maka pikiranmu akan selalu terangsang dan memiliki sifat dendam. Sebaliknya, jikalau eksposurenya lebih banyak ke sifat Thamasic, maka pikiranmu menjadi kurang waspada dan malas. Hanya Sathwic impuls sajalah sebagai satu-satunya dorongan/impuls yang akan membuat mind senantiasa mawas diri dan penuh konsentrasi terhadap Atma; sehingga dengan melalui kontemplasi terhadapnya, engkau akan memperoleh kedamaian batin

Senin, 20 Oktober 2008

Mengapa Kita Beragama?

Mengapa Kita Beragama?

Pada umumnya kita beragama karena mengikuti lingkungan, khususnya lingkungan terdekat yaitu orang tua kita. Sejak kecil kita diajak oleh orang tua kita mengikuti cara-cara agama. Kita diajak sembahyang bersama pada hari raya. Pada usia tertentu kita dibuatkan upacara-upacara agama.

Ketika kita mulai dewasa kita bertanya. "Mengapa kita beragama?". Jawabannya sebenarnya hampir sama dengan waktu kita sembahnyang dimasa kanak-kanak, yaitu agar kita selamat dalam menjalani hidup ini!. Dengan cara bagaimana? Dengan jalan mendekatkan diri kepada Tuhan. Agama memberikan kita pedoman untuk mendekatkan diri kita kepada Yang Suci.
Carl Gustav Jung, psikiater terkenal kelahiran Swiss (1875-1967) mengatakan: "Masalah spikologis masa kini adalah masalah kerohanian, masalah agama. Manusia jaman ini haus dan lapar akan hubungan yang kokoh dengan kekuatan-kekuatan spikis yang terdapat dalam dirinya. Kekurangan suatu hubungan yang kokoh dengan hal-hal rohani (Tuhan) membuat manusia tidak mengalami pemekaran, rasa sejahtera dan keamanan di dalam suatu dunia yang tenteram sentosa". *)

Mengapa kita beragama Hindu?

Kita memeluk agama Hindu karena kita lahir dari orang tua Hindu. Atau karena kita kawin dengan seorang suami atau istri Hindu. Atau karena pilihan yang kita lakukan secara sadar. Tapi mengapa kita memilih agama Hindu?

Apakah Agama Hindu Agama yang Terbaik?

Pemeluk Hindu tidak pernah menyatakan agamanya sebagai agama yang terbaik. Menyatakan Hindu sebagai "agama terbaik" terkesan sebagai suatu kesombongan. Agama melarang kesombongan.

Mari kita ambil contoh. Bila kita mengatakan suami atau istri kita sebagai suami atau istri yang terbaik di dunia, bila ini kita ucapkan ketika kita berdua saja. tidak ada orang lain yang mendengar, ini merupakan tanda cinta atau kasih sayang, sekalipun terasa sedikit berlebih- lebihan. Tapi bila itu kita ucapkan di depan orang lain, dengan sedikit membusungkan dada, maka kita akan dianggap orang yang sombong. Dengan ucapan itu kita juga dianggap merendahkan suami atau istri orang lain. Lalu orang-orang mulai memperhatikan kita. Mencari-cari kehebatan kita. Tapi ternyata kemudian yang banyak ditemukan adalah kekurangan-kekurangan kita. Dan kemudian mereka berkomentar, "oh, itu toh suami yang terhebat didunia". Atau "oh itu toh istri yang terbaik di dnuia. Hanya seperti itu?".

Demikian pula dengan agama. Bila kita mengatakan agama kita adalah agama yang terbaik, berarti kita juga mengatakan agama lainnya hanya sekerdar "baik" atau "tidak baik". Pemeluk agama lain akan merasa tidak enak atau mungkin tersinggung. Lalu mereka akan melihat kepada kita. Dan segera mereka menemukan, "Oh, disana juga banyak kejahatan, kemiskinan dan penderitaan, korupsi, [*]an". Apa gunanya agama yang baik bila ia tidak mampu membuat para pemeluknya menjadi baik?. Atau apakah agama dapat dikatakan sebagai agama terbaik bila ia tidak mampu membuat para pemeluknya menjadi umat yang terbaik?.

Apakah Semua Agama itu sama saja?

Agama-agama memiliki persamaan dan perbedaan! Agama-agama pada dasarnya memiliki fungsi yang sama. Agama-agama memberikan kita jalan untuk berhubungan dengan Hyang Suci (Tuhan), untuk berhubungan dengan diri kita sendiri (spiritualitas) dan untuk berhubungan dengan lingkungan, mahluk hidup dan alam sekitar kita (etika atau moral). Agama-agama juga mewajibkan kita untuk menghormati hidup, hidup kita sendiri dan hidup orang lain.

Tapi bagaimana hubungan itu dilakukan, bagaimana kewajiban kita dilaksanakan, masing-masing agama memiliki cara serta aturannya sendiri. Tiap-tiap agama memiliki kitab sucinya sendiri, ajaran-ajarannya sendiri, ibadahnya sendiri, tokoh-tokohnya dan sejarahnya sendiri. Bahkan pandangan mereka masing-masing tentang Tuhan juga berbeda. Inilah sebabnya mengapa ada agama Hindu, agama Budha, agama Shinto, agama Khong Hu cu, agama Tao, agama Islam, agama Kristen dan agama Yahudi.

Pada umumnya agama Hindu atau orang-orang Hindu karena sikapnya yang sangat toleran, lebih suka menekankan persamaan-persamaan agama. Namun ini akan membawa kita pada satu kesalahan lain, yaitu mengabaikan aspek-aspek khusus dari masing-masing agama yang mencari ciri khas dan identitas dari masing-masing agama tersebut.

Mari kita ambil contoh. Agama-agama tertentu percaya pada takdir dimana nasib manusia sepenuhnya telah ditentukan oleh Tuhan. Agama Hindu percaya pada Hukum Karma dimana nasib manusia ditentukan oleh manusia itu sendiri. Ada agama yang percaya bahwa manusia hanya hidup sekali, setelah mati, menunggu hari kiamat. Pada saat itu manusia dibangkitkan kembali untuk diadili. Agama Hindu percaya pada reinkarnasi, dimana manusia lahir kembali, diberikan kesempatan untuk menyempurnakan dirinya.

Perbedaan antar agama adalah suatu fakta yang harus diketahui. Agar kita tidak mencampur adukkan agama. Ibarat orang bertetangga, pagar yang baik atau tanda batas yang tegas justru akan mencegah tetangga itu bertengkar karena memperebutkan pekarangan. Perbedaan bukan untuk dipertentangkan, tapi untuk saling memperkaya wawasan.

Bagimana dengan Penggolongan Agama?

Ada orang yang menggolongkan agama menjadi agama langit dan agama bumi. Ada yang menggolongkannya menjadi agama hukum dan agama pembebasan. Ada penggolongan agama berdasarkan wilayah asal kelahiran agama-agama tersebut.
Kecuali penggolongan yang terakhir, dua penggolongan sebelumnya bersifat sangat subyektif. Setiap pemeluk agama dapat membuat penggolongan berdasarkan ukuran-ukuran yang ditetapkannya sendiri dengan maksud menempatkan agamanya sendiri dengan maksud menempatkan agamanya pada kedudukan yang paling tinggi. Ambil contoh penggolongan agama langit dan agama bumi. Agama langit (samawi) katanya agama yang dibentuk berdasarkan wahyu Tuhan. Agama bumi atau agama alamiyah katanya agama yang berdasar renungan manusia atau kasarnya agama buatan manusia. Siapa saja dapat mengatakan bahwa agamanya agama wahyu sedangkan agama orang lain adalah agama buatan manusia. Kalau kita mengatakan kitab suci orang lain hanya buatan manusia belaka, mereka juga dapat mengatakan hal yang sama terhadap kitab suci kita. Seperti dikatakan oleh seorang ahli sosiologi agama yang terkenal, Peter Berger, wahyu memang tidak dapat dibuktikan. Kebenaran wahyu hanya didasarkan oleh keyakinan semata. Karena wahyu itu keluar melalui mulut seseorang maharesi atau nabi. Siapa yang tahu apakah kata-kata Tuhan itu masuk melalui telinga atau otaknya? Dan apakah bedanya?.

Apakah Sifat Utama Agama Hindu?

Agama Hindu bukanlah agama dogmatik. Agama Hindu adalah agama yang terbuka, artinya keyakinan-keyakinan Hindu dapat ditafsirkan sesuai dengan semangat jaman. Agama-agama yang dogmatik sangat menekankan kepada "iman" yang bersifat dogma, yang harus percayai begitu saja, sekalipun tidak dapat dipahami dengan akal. Penganut agama-agama ini biasanya mengatakan "Percayalah, atau masuklah agama saya, maka kamu akan selamat". Agama Hindu, adalah agama yang menekankan pada amal, perbuatan- perbuatan yang baik dan benar maka kamu akan selamat".

Apakah akibat Sifat-sifat itu Bagi Kehidupan Nyata Manusia?

Agama-agama dogmatik bisa membuat manusia memisahkan antara ibadah dengan perbuatan. Cukup dengan percaya saja, atau cukup dengan melakukan ibadat secara taat, mereka merasa sudah selamat (masuk surga). Atau ibadat dianggapnya sebagai "imbangan" dari perbuatannya. Dosa-dosa dalam kehidupan nyata seolah-olah ditebus oleh ibadat.

Agama Hindu menyatakan keyakinan dengan perbuatan, iman dan amal. Keyakinan dan ibadah itu harus tercermin dalam tingkah laku sehari-hari. Orang yang beragama dituntut untuk bertingkah laku pantas di masyarakat. Sering kita dengar ucapan "tak ada artinya ibadat, kalau tingkah lakunya tidak benar!".
Agama-agama dogmatik cenderung menimbulkan fanatisme buta. Penganut agama ini biasanya berpendapat hanya agamanya sendiri yang benar. Agama orang lain salah. Agama Hindu, karena menekankan pada amal, bersifat sangat toleran. Pemeluk Hindu tidak pernah merasa lebih suci dari pemeluk agama lain. Pemeluk Hindu tidak merasa paling benar sendiri, apalagi mengkafirkan pemeluk agama lain.

Sri Swami Sivananda, mengatakan "keramah-tamahan yang tulus dari agama Hindu sangat terkenal. Agama Hindu memberi perhatian terhadap semua agama. Agama Hindu tidak pernah mencela atau mencaci maki agama lain. Agama Hindu menghormati kebenaran dari manapun datangnya. **). Inilah salah satu alasan mengapa kita memeluk agama Hindu. Alasan-alasan lain akan kita jumpai dalam pembicaraan- pembicaraan selanjutnya.

Apakah Agama Hindu

Bila kita ditanya: "Apakah agama saudara?" Kita pasti akan menjawab: "Saya beragama Hindu?". Bila kita ditanya lagi: "Apa buktinya saudara beragama Hindu?" Kita bisa menunjukkan Kartu Tanda Penduduk (KTP) kita yang dalam kolom agama tertulis "Hindu". Atau kita mengatakan kita lahir dari orang tua Hindu. Atau kita kawin dengan seorang laki-laki atau wanita Hindu. Atau kita melakukan ibadah Hindu. Sembahyang sesuai dengan agama Hindu. Jawaban-jawaban di atas memang benar. Tapi belum seluruhnya. Inti pertanyaannya sebenarnya adalah: "Apakah hidup saudara mencerminkan agama yang saudara anut?. Apakah tingkah laku saudara sehari-hari merupakan perwujudan dari agama Hindu?".

Apakah Ciri-ciri Seorang Pemeluk Hindu

Sebelum menjawab pertanyaan di atas, mari kita ikuti kisah nyata berikut ini:
Pada tahun1992 ada seorang imigran dari Bangladesh ditangkap di Toronto Kanada. Nama imigran tersebut sebagaimana tertera dalam paspornya adakah Khudrat Bari. Beragama Islam. Karena diduga sebagai imigran gelap, ia hendak dideportasi, atau dikembalikan kenegaranya oleh pemerintah Kanada. Tapi Khudrat Bari menolak. Ia datang ke Kanada untuk meminta suaka. Berdasarkan apa? Tanya petugas imigrasi Kanada. Karena alasan agama! Jawab Khudrat Bari.

Menurut kelajiman hukum internasional, permintaan suaka dapat dikabulkan berdasarkan alasan-alasan politik dan agama. Tapi Bangladesh adalah negara Islam. Dan Khudrat Bari beragama Islam. Tidak mungkin seorang Islam mendapat masalah agama di negaranya sendiri yang memakai Islam sebagai agama negara.
Khudrat Bari membuat pengakuan: "Sesungguhnya agama saya adalah Hindu. Dan nama saya yang sebenarnya adalah Diren Biswas!"
Petugas imigrasi Kanada tentu saja tidak percaya begitu saja. Orang dari negeri jauh yang miskin, datang ke Kanada yang kaya untuk mencari perbaikan kehidupan ekonomi. Mereka ini dapat menempuh berbagai cara, demikian pikir petugas imigrasi tersebut. Khudrat Bari atau Diren Biswas diminta membuktikan "Kehinduannya".

Mula-mula imigran ini pergi ke dokter untuk mendapat keterangan bahwa ia tidak disunat. Seorang Islam wajib disunat. Khudrat Bari atau Diren Biswas ternyata memang tidak disunat. Kemudia ia mencari kenalannya semasa di Bangladesh yang bersaksi bahwa ia beragama Hindu. Setelah itu ia meminta keterangan dari Misi Hindu di Toronto yang menerangkan bahwa ia sering ikut persembahyangan di Pura Missi tersebut. Terakhir ia mendatangi seorang Profesor perbandingan agama di Universitas Mac Gill. Dr. Arvin Sharma, untuk diuji pengetahuannya tentang agama Hindu. Dan ia dianggap mengetahui ajaran-ajaran Hindu dengan baik.
Jadi seorang Hindu bisa diketahui dari keterangan- keterangan tentang dirinya baik lisan maupun tertulis. Atau dari ibadah yang dilakukannya. Atau dari pengetahuannya tentang agama Hindu.

Tapi apakah mungkin mengetahui seorang Hindu dari tingkah lakunya dalam kehidupan sehari-hari?.

Tidak mungkin mengetahui agama seseorang hanya dengan melihat tingkah laku atau sikap hidupnya. Tapi seorang Hindu wajib mencerminkan ajaran-ajaran Hindu dalam kehidupannya. Untuk dapat melakukan ini seorang Hindu harus mengetahui agama Hindu secara baik.

Apakah Arti Agama?

Kata "agama" berasal dari bahasa sansekerta. Agama berasal dari kata "gam" yang artinya pergi, diberi awalan "a" menjadi "agam" yang berarti datang. Diberikan akhiran "a" menjadi "agama" yang berarti "kedatangan".
Kedatangan apa? Atau kedatangan siapa?. Kedatangan Tuhan dalam hidup kita!.
Dalam bahasa inggris agama disebut religion, berasal dari bahasa latin religio yang berarti "membawa kembali" atau "mengikat" (re=kembali; ligere=membawa atau mengikat). Jadi yang mengikat jiwa untuk kembali kepada Tuhan.

Agama Hindu Disebut Juga Hindu Dharma. Apakah arti Dharma?

Kata dharma berasal dari kata "dhr" yang artinya "menyangga". Alam semesta dan kehidupan didalamnya menjadi teratur karena ada yang "menyangga", yaitu hukum-hukum ciptaan Tuhan. Dalam kaitannya dengan alam, hukum-hukum tersebut disebut hukum alam. Dalam kaitannya dengan kehidupan manusia disebut sebagai "kebajikan" dan "kebenaran". Jadi Hindu Dharma berarti "Kebajikan-kebajikan dan kebenaran-kebenaran" Hindu.

Apakah Keyakinan Pokok Agama Hindu?

Keyakinan pokok dari agama Hindu terdiri dari 5 (lima) hal yang disebut Panca Crada. Panca artinya 5 (lima); Crada berarti keyakinan (creed dalam bahasa inggris; credo dalam bahasa latin). Lima keyakinan dasar itu adalah:

1. Percaya kepada Tuhan (Brahman)
2. Percaya dengan adanya Jiwa (Atman)
3. Percaya dengan Hukum Karma
4. Percaya dengan adanya kelahiran kembali (Punarbawa atau Reinkarnasi).
5. Percaya dengan Moksha.

PERNYATAAN SIKAP PARISADA HINDU DHARMA INDONESIA ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PORNOGRAFI

Pengantar

Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pornografi ini merupakan kelanjutan dari Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Anti Pornografi dan Pornoaksi yang pernah disiapkan DPR RI. RUU tentang Anti Pornografi dan Pornoaksi sempat menimbulkan gejolak pro-kontra yang demikian masif di masyarakat dengan gelombang demonstrasi besar-besaran di penghujung tahun 2005.

Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pornografi ini merupakan RUU Inisiatif DPR RI dan saat ini tengah diminta tanggapan dari Pemerintah. Fraksi-fraksi di DPR RI pun mencoba menggali masukan dari berbagai lapisan masyarakat.

Sebagaimana telah dilaksanakan sosialisasi tentang Rancangan Undang Undang Pornografi oleh Pansus dan Panja di Kantor Meneg PP tanggal 17 September 2008 yang lalu, sikap Parisada Hindu Dharma Indonesia Pusat sebagai Lembaga Tertinggi Umat Hindu di Indonesia tetap sama dengan sikap kami pada waktu kami menyampaikan dengar pendapat pada tanggal 20 Nopember 2007 di Gedung DPR – RI atas undangan dari Fraksi Partai Damai Sejahtera, Surat Nomor B F.PDS/DPR-RI/2007 dan public hearing pada tanggal 23 Nopember 2007 atas undangan dari Sekretariat Jenderal Departemen Agama RI melalui surat Nomor SJ/B.V/1/HK.00.1/1082/2007.

Materi ini merupakan Pernyataan Sikap dan Pandangan Resmi Parisada Hindu Dharma Indonesia, Majelis Tertinggi Umat Hindu Indonesia. Dengan demikian, sikap dan pandangan resmi Parisada Hindu Dharma Indonesia ini merupakan sikap dan pandangan seluruh warga-negara Negara Kesatuan Republik Indonesia yang beragama Hindu.
Pendahuluan

Perjalanan sejarah kehidupan manusia di muka bumi ini memasuki era yang disebut dengan globalisasi, yang ditunjukkan dengan melemahnya batas-batas antar-negara (borderless world); dengan segala manfaat, tantangan, dan dampak-dampak peradaban yang dihasilkannya. Salah satu hal yang secara diam-diam melekat pada globalisasi adalah kapitalisme dengan segala sistem dan perangkat pendukungnya. Korban terdepan dari proses globalisasi ini adalah etika budaya (Prof. Dr. Ermaya Suradinata, S.Sos., SH. MS. dalam Zaitunah Subhan, 2005: xvii). Tidak ada satu negara pun yang dapat menghindarkan diri dari gelombang transformasi global ini, termasuk Indonesia. Tantangan kita bersama adalah kemauan dan meningkatkan kemampuan bersama untuk menghadapinya.

Globalisasi mengakibatkan terjadinya perubahan-perubahan yang mendasar di semua aspek kehidupan. Perubahan ini menghadapkan perangkat-perangkat budaya seperti pendidikan, ekonomi, politik, hukum, keamanan, kesenian, sistem sosial, dan juga agama pada masalah yang kompleks dan pelik. Salah satu efek negatif pengaruh globalisasi yang mengusung kebebasan adalah wilayah ”gelap” budaya, seperti masalah pornografi.

Pornografi, memang, merupakan wacana klasik yang sudah ada seumur dengan usia peradaban manusia. Pro-kontra tentang pornografi tidak kunjung usai, bahkan dapat dikatakan akan terus berlangsung. Tarik-menarik antara argumen agama-moralitas vis a vis kebebasan berekspresi-berkesenian terus berlangsung.

Diskursus tentang pornografi di Indonesia lebih kompleks lagi, karena Indonesia adalah bangsa yang majemuk dengan multikultur, sehingga standar penilaian terhadap pornografi bisa bermacam-macam dan tidak terselesaikan karena banyaknya perbedaan dan kepentingan. Sebagai contoh, adakah yang membedakan antara foto-foto ”panas” artis dengan lukisan perempuan telanjang yang dibuat pelukis? Apakah foto-foto perempuan masyarakat suku tertentu yang tidak memakai penutup payudara dapat dikategorikan sebagai pornografi?

Sikap Resmi Parisada atas RUU tentang Pornografi

Berikut ini disampaikan sikap resmi Parisada Hindu Dharma Indonesia atas Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pornografi, sebagai berikut:
Pertama-tama kami menyampaikan bahwa Parisada Hindu Dharma Indonesia secara tegas menolak Pornografi. Untuk itu, Parisada Hindu Dharma Indonesia mengajak seluruh warga bangsa, khususnya majelis-majelis tertinggi agama, DPR, dan Pemerintah untuk bersama-sama memberantas semua bentuk Pornografi.
Parisada Hindu Dharma Indonesia menyatakan keberatan dan menolak terhadap RUU tentang Pornografi ini, dengan dasar-dasar pemikiran dan pertimbangan sebagai berikut:
Naskah Akademik

Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pornografi ini tidak dilandasi dengan Naskah Akademik yang berisi kajian filosofis, teoritis, sosioligis, dan yuridis yang komprehensif. Sedangkan Naskah Akademik RUU tentang Anti Pornografi dan Pornoaksi yang pernah ada terlalu dangkal dan tidaklah cukup ilmiah untuk dapat dijadikan sebagai academical draft untuk sebuah Rancangan Undang-Undang.

Jika RUU Pornografi dipaksakan untuk disyahkan menjadi Undang-Undang maka yang akan mematuhinya adalah mereka yang menyetujuinya saja, sedangkan mereka yang lain tidak merasa wajib untuk melaksanakannya.
Substansi Masalah Pornografi

Merebaknya berbagai tindakan asusila dan meningkatnya masalah pornografi yang terjadi di berbagai daerah di Indonesia menunjukkan adanya dekadensi moral masyarakat dan pergeseran nilai-nilai. Hal ini mencerminkan adanya kegagalan dalam penanaman norma-norma dan nilai-nilai luhur yang seharusnya dijadikan pegangan hidup bermasyarakat dan berbangsa. Kegagalan ini seyogyanya dikaji ulang sehingga penanaman norma-norma dan nilai-nilai luhur yang menjadi akar budaya bangsa kembali menemukan jati dirinya.
Substansi Tujuan dan Isi dari RUU

Bila dilihat dari sudut tujuan dari Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pornografi ini, sebagaimana dicantumkan dalam Pasal 2 dan Pasal 3 butir a sd d, dapat disimpulkan bahwa sebenarnya yang yang harus melaksanakan tujuan tersebut adalah dunia pendidikan dan lembaga-lembaga agama.

Bila dilihat dari sudut isi dari Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pornografi ini, secara substansial RUU tentang Pornografi ini mengandung pengertian yang rancu dan multi tafsir. Kerancuan ini terjadi karena RUU tentang Pornografi ini mencampuradukkan persoalan moral dengan persoalan hukum.

Selain itu, substansi isi RUU tentang Pornografi ini telah terdapat dalam produk perundang-undangan yang sudah ada (seperti KUHP, Undang-Undang Penyiaran, Undang-Undang Pers, Undang-Undang Perlindungan Anak).
Kerancuan-kerancuan dalam RUU yang menjadi Sumber Disintegrasi Bangsa

Kerancuan pola pikir dan konsepsi, ketidakjelasan filsafat dan semangat dasar yang melandasi RUU tentang Pornografi ini menyebabkan berbagai kerancuan isi dan ketentuan di dalamnya, bahkan sangat potensial menjadi sumber anarkisme, pemecah belah dan disintegrasi bangsa, misalnya:

Tentang Perijinan . (BAB II, Pasal 4-15): lembaga apa yang berhak memberi ijin, hal-hal apa yang boleh dan tidak boleh diijinkan, dsb.
Khususnya penjelasan pasal 14 c sangat keliru bila menggunakan contoh Lingga dan Yoni karena merupakan simbol sakral kreatif dari Sad Guna Brahman (Tuhan Yang Maha Kuasa Pencipta Purusa Perdana yang berevolusi menjadi seluruh bentuk ciptaanNya).
Tentang Kewenangan Pemerintah (BAB IV, Bagian Kesatu, Pasal 18 – 20): Isinya sangat rancu dan berpotensi disalahtafsirkan dan disalahgunakan. Bahkan pada Pasal 18 dan 20 terdapat ambivalensi antara melarang pornografi di satu pihak dan sekaligus memfasilitasi pornografi di pihak lain. Pasal 20 memungkinkan setiap Pemerintah Daerah menyusun peraturan (PERDA) yang berbeda-beda dan berpotensi terjadi penyalahgunaan akibat tafsiran yang subjektif dari masing-masing daerah.
Tentang Peranserta Masyarakat (BAB IV, Bagian Kedua, Pasal 21-22): Isinya sangat potensial dijadikan alasan pembenaran atas aksi-aksi kekerasan, tindakan-tindakan anarkis dan perbuatan kesewenangwenangan yang dilakukan oleh kelompok masyarakat tertentu terhadap kelompok lain.


Dampak dari Rancangan Undang-Undang tentang Pornografi

Beberapa kemungkinan dampak yang dapat terjadi bila DPR RI dan Pemerintah RI memaksakan disahkan dan diudangkannya Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pornografi ini menjadi undang-undang, di antaranya adalah:
DPR dan Pemerintah RI dapat digugat karena mengeluarkan undang-undang yang dapat dikategorikan sebagai sebuah produk hukum yang melanggar Hak Asazi Manusia (HAM) dan bertentangan dengan hukum dasar serta perundang-undangan yang lebih tinggi.
Keanekaragaman budaya (multikulturalisme) bangsa Indonesia yang sampai saat ini masih eksis dan dijunjung tinggi oleh kelompok masyarakat di berbagai daerah, maka RUU ini sangat potensial menghancurkan kearifan budaya-budaya lokal.
Kehidupan sosial masyarakat yang kini berada ditengah tekanan dan kesulitan ekonomi, akan memicu aksi-aksi kekerasan, tindakan-tindakan anarkis dan perbuatan kesewenang-wenangan serta menyulut konflik horisontal di dalam masyarakat.
Kemungkinan akan timbul friksi dan benih-benih perpecahan dalam masyarakat yang memperlemah kesatuan dan persatuan bangsa, bahkan menimbulkan disintegrasi bangsa Indonesia.


Masukan dan Seruan.

Dengan tetap berpikir dan bersikap positif-konstruktif, dan ditujukan semata-mata demi utuh tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berasaskan Pancasila dengan

rakyat yang sehat secara fisik, mental, sosial dan spiritual, Parisada Hindu Dharma Indonesia menyampaikan masukan substantif dan seruan sebagai berikut:
Pemerintah melalui Departemen Agama dan Departemen Pendidikan Nasional, hendaknya mencanangkan strategi dan membuat program yang berkesinambungan seperti ”Gerakan Nasional Pembentukan Moral dan Pembangunan Karakter Bangsa”, dengan melibatkan semua komponen bangsa.
Substansi isi RUU tentang Pornografi ini sudah terdapat dalam produk perundang undangan sebelumnya (antara lain: KUHP, Undang-Undang Penyiaran, Undang-Undang Pers, Undang-Undang Perlindungan Terhadap Perenpuan dan Anak). DPR dan Pemerintah hendaknya melakukan revisi atas Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan agar dilaksanakan secara konsisten.
Agar mengefektifkan upaya penegakan hukum dan dilaksanakan secara serius dan berkesinambungan.
Mengajak seluruh warga bangsa untuk bersama-sama meningkatkan penghargaan terhadap harkat dan martabat perempuan.
Agar seluruh warga bangsa tidak mempergunakan kebebasan berekpresi dalam berkesenian sebagai pembenaran untuk melakukan penyebaran pornografi.

Demikian pernyataan sikap dan masukan substantif atas Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pornografi, agar menjadi masukan yang berguna bagi pembangunan manusia Indonesia seutuhnya demi tegaknya persatuan dan kesatuan bangsa.

Minggu, 12 Oktober 2008

Apakah Agama Hindu

 

Bila kita ditanya: "Apakah agama saudara?" Kita pasti akan menjawab: "Saya beragama Hindu?". Bila kita ditanya lagi: "Apa buktinya saudara beragama Hindu?" Kita bisa menunjukkan Kartu Tanda Penduduk (KTP) kita yang dalam kolom agama tertulis "Hindu". Atau kita mengatakan kita lahir dari orang tua Hindu. Atau kita kawin dengan seorang laki-laki atau wanita Hindu. Atau kita melakukan ibadah Hindu. Sembahyang sesuai dengan agama Hindu. Jawaban-jawaban di atas memang benar. Tapi belum seluruhnya. Inti pertanyaannya sebenarnya adalah: "Apakah hidup saudara mencerminkan agama yang saudara anut?. Apakah tingkah laku saudara sehari-hari merupakan perwujudan dari agama Hindu?".

Apakah Ciri-ciri Seorang Pemeluk Hindu

Sebelum menjawab pertanyaan di atas, mari kita ikuti kisah nyata berikut ini:
Pada tahun1992 ada seorang imigran dari Bangladesh ditangkap di Toronto Kanada. Nama imigran tersebut sebagaimana tertera dalam paspornya adakah Khudrat Bari. Beragama Islam. Karena diduga sebagai imigran gelap, ia hendak dideportasi, atau dikembalikan kenegaranya oleh pemerintah Kanada. Tapi Khudrat Bari menolak. Ia datang ke Kanada untuk meminta suaka. Berdasarkan apa? Tanya petugas imigrasi Kanada. Karena alasan agama! Jawab Khudrat Bari.

Menurut kelajiman hukum internasional, permintaan suaka dapat dikabulkan berdasarkan alasan-alasan politik dan agama. Tapi Bangladesh adalah negara Islam. Dan Khudrat Bari beragama Islam. Tidak mungkin seorang Islam mendapat masalah agama di negaranya sendiri yang memakai Islam sebagai agama negara.
Khudrat Bari membuat pengakuan: "Sesungguhnya agama saya adalah Hindu. Dan nama saya yang sebenarnya adalah Diren Biswas!"
Petugas imigrasi Kanada tentu saja tidak percaya begitu saja. Orang dari negeri jauh yang miskin, datang ke Kanada yang kaya untuk mencari perbaikan kehidupan ekonomi. Mereka ini dapat menempuh berbagai cara, demikian pikir petugas imigrasi tersebut. Khudrat Bari atau Diren Biswas diminta membuktikan "Kehinduannya".

Mula-mula imigran ini pergi ke dokter untuk mendapat keterangan bahwa ia tidak disunat. Seorang Islam wajib disunat. Khudrat Bari atau Diren Biswas ternyata memang tidak disunat. Kemudia ia mencari kenalannya semasa di Bangladesh yang bersaksi bahwa ia beragama Hindu. Setelah itu ia meminta keterangan dari Misi Hindu di Toronto yang menerangkan bahwa ia sering ikut persembahyangan di Pura Missi tersebut. Terakhir ia mendatangi seorang Profesor perbandingan agama di Universitas Mac Gill. Dr. Arvin Sharma, untuk diuji pengetahuannya tentang agama Hindu. Dan ia dianggap mengetahui ajaran-ajaran Hindu dengan baik.
Jadi seorang Hindu bisa diketahui dari keterangan- keterangan tentang dirinya baik lisan maupun tertulis. Atau dari ibadah yang dilakukannya. Atau dari pengetahuannya tentang agama Hindu.

Tapi apakah mungkin mengetahui seorang Hindu dari tingkah lakunya dalam kehidupan sehari-hari?.

Tidak mungkin mengetahui agama seseorang hanya dengan melihat tingkah laku atau sikap hidupnya. Tapi seorang Hindu wajib mencerminkan ajaran-ajaran Hindu dalam kehidupannya. Untuk dapat melakukan ini seorang Hindu harus mengetahui agama Hindu secara baik.

Apakah Arti Agama?

Kata "agama" berasal dari bahasa sansekerta. Agama berasal dari kata "gam" yang artinya pergi, diberi awalan "a" menjadi "agam" yang berarti datang. Diberikan akhiran "a" menjadi "agama" yang berarti "kedatangan".
Kedatangan apa? Atau kedatangan siapa?. Kedatangan Tuhan dalam hidup kita!.
Dalam bahasa inggris agama disebut religion, berasal dari bahasa latin religio yang berarti "membawa kembali" atau "mengikat" (re=kembali; ligere=membawa atau mengikat). Jadi yang mengikat jiwa untuk kembali kepada Tuhan.

Agama Hindu Disebut Juga Hindu Dharma. Apakah arti Dharma?

Kata dharma berasal dari kata "dhr" yang artinya "menyangga". Alam semesta dan kehidupan didalamnya menjadi teratur karena ada yang "menyangga", yaitu hukum-hukum ciptaan Tuhan. Dalam kaitannya dengan alam, hukum-hukum tersebut disebut hukum alam. Dalam kaitannya dengan kehidupan manusia disebut sebagai "kebajikan" dan "kebenaran". Jadi Hindu Dharma berarti "Kebajikan-kebajikan dan kebenaran-kebenaran" Hindu.

Apakah Keyakinan Pokok Agama Hindu?

Keyakinan pokok dari agama Hindu terdiri dari 5 (lima) hal yang disebut Panca Crada. Panca artinya 5 (lima); Crada berarti keyakinan (creed dalam bahasa inggris; credo dalam bahasa latin). Lima keyakinan dasar itu adalah:

1. Percaya kepada Tuhan (Brahman)
2. Percaya dengan adanya Jiwa (Atman)
3. Percaya dengan Hukum Karma
4. Percaya dengan adanya kelahiran kembali (Punarbawa atau Reinkarnasi).
5. Percaya dengan Moksha.

Masing-masing dari keyakinan ini akan kita bahas dalam pembicaraan berikutnya.