Senin, 09 Maret 2009

Menyelami Misteri KehidupanBHAGAVAD GITABagi Orang Modern
http://www.anandkrishna.org/english/books.php?isi=books/bhagawad_gita.lbi



Di Kurukshetra hari-hari penentuan untuk para Kaurava den Pandava telah menanti. Kedua wangsa itu telah bertekad untuk saling mengadu kekuatan, untuk rnemperebutkan martabat, kekuasaan, dan kemuliaan. Dalam setting seperti itu Bhagavad Gita menampilkan sosok satria yang bimbang, Arjuna.
Berhadapan dengan para tokoh terhormat, termasuk para gurunya, Arjuna kecit hati: Akankah aku memenangkan perang ini? Mengendap di balik keraguan itu adalah kegelapan Arjuna akan makna hidup dan kematian, makna karya dan kewajiban, yang secara pelan dan pasti disingkapkan oleh Sang Guru Sejati: Krishna.
Bagi Anda, para Arjuna modern, Kurukshetra hanyalah analogi bagi arena perjuangan hidup, di mana Anda dapat menggapai pencerahan mengenai misteri hidup ini dan meraih kesempurnaan. Di arena macam apa pun Anda berada, Kidung Sang Begawan akan menerangi Anda untuk dengan cara pandang baru menjalani hidup ini tanpa kecemasan, sampai Anda dipeluk oleh Misteri Agung, yang merengkuh segala sesuatu.


RESENSI BUKU
Kompas, Minggu, 15 Maret 1998 Perlunya Tranformasi Mentalitas

Anand Krishna,
Menyelami Misteri Kehidupan :
Bhagawad Gita bagi Orang Modern,
(PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta 1998),
xiii + 379 halaman, Rp 20.000.


SUATU situasi krisis akan menjadi etalase sekaligus pembuka tabir yang akan memperlihatkan jati diri seseorang, kelompok atau bangsa. Secara kasat mata akan tampak bagaimana seseorang atau kelompok menghalalkan segala cara untuk mempertahankan kekuasaan, kekayaan, dan kemashyuran.
Sebagian lainnya kehilangan pengendalian diri sehingga menderita gangguan jiwa atau melakukan tindakan kekerasan berupa perusakan membabi buta atas manusia lain beserta lingkungan. Sebagian lagi kehilangan kewarasan dan keberanian untuk menghadapi kenyataan sehingga bersikap diam dan membiarkan bahkan mendukung tindakan ketidakadilan, kesewenang-wenangan atau penipuan. Hanya sebagian kecil yang berani mengungkapkan kebenaran yang didasari akal sehat dan kejernihan pikiran.
Bhagawad Gita yang merupakan percakapan antara Krishna dengan Arjuna di lapangan Kurukshetra lahir pada satu situasi krisis, yaitu menjelang dimulainya perang antara Pandawa dengan Kaurawa yang terkenal dengan nama Bharata Yuda.
Penulis buku ini, Anand Krishna, pendiri sekaligus pemimpin Anand Ashram di Sunter Jakarta Utara, menyatakan: "Pertempuran antara Pandawa dan Kaurawa bukan perang antar-keluarga sebagaimana digambarkan selama ini. Perang ini adalah perang demi penegakan kebenaran. Rakyat tertindas dan sudah tidak dapat bernapas lega lagi. Para Kaurawa tidak berhasil memberikan pemerintahan yang bersih. Korupsi dan kolusi merajalela. Siapa yang dekat dengan Duryodhana dialah yang menjadi orang penting dalam kerajaan. Dalam kondisi seperti itu, perang memang tidak dapat dielakkan lagi" (hal. 30-31).
"Bayangkan sejenak, ada tumor di payudara Anda. Payudara itu harus diangkat. Namun Anda masih ragu-ragu, apa gunanya hidup ini jika payudara diangkat. Seolah-olah memiliki payudara itu syarat utama bagi kehidupan. Yang harus diangkat, harus diangkat, harus dioperasi, harus diamputasi. Jangan ragu-ragu, jangan gelisah. Krishna melihat kehidupan ini secara utuh. Kaurawa bagaikan tumor ganas yang harus diangkat dan ada bagian tubuh lain yang harus ikut diangkat pula bersama tumor itu. Biarkan Operasi Illahi itu terjadi, jadilah instrumen, jadilah alat operasi di Tangan-Nya. Biar Ia yang menentukan. (hal. 84)
Bhagawad Gita bagi Orang Modern, merupakan komentar, tafsiran penulis memahami Bhagawad Gita, yaitu ajaran-ajaran Krishna yang tertuang dalam 18 percakapan. Ada dua hal yang sangat mengesankan dari buku ini.
Pertama, penerjemahan Bhagawad Gita yang aslinya berbahasa Sansekerta ke dalam bahasa Indonesia, dilakukan dengan bebas menggunakan bahasa Indonesia sehari-hari (bahasa pasaran, menurut istilah penulisnya). Istilah asing (Sansekerta) hampir semuanya hilang, sehingga mudah dipahami oleh segala lapisan masyarakat.
Kedua, Bhagawad Gita, akan dimanfaatkan untuk membantu menyelami misteri (kehidupan) dan melihat bagaimana aplikasinya untuk masa kini. Menurut penulisnya pemahaman Gita pada masa lalu sudah tidak penting lagi. Yang dibutuhkan adalah pemahaman oleh dan bagi manusia kontemporer.
Mengurangi friksi
Kerukunan antar-agama hanya mungkin terwujud kalau semua pihak lebih berusaha mencari persamaan daripada menonjolkan perbedaan atau keunggulan masing-masing. Dan karena itu berusaha untuk mengurangi pikiran, ucapan, dan tindakan saling menyakiti satu sama lain.
Dalam mengomentari bagian pesan Krishna tentang Karma Yoga, penulis buku ini yang pernah sembuh dari penyakit kanker darah setelah menjalani kehidupan spiritual di kaki pegunungan Himalaya, menyatakan pandangannya sebagai berikut: "Apabila Anda termasuk golongan yang bersembah lewat pengorbanan hewan, tak perlu mengkritik mereka yang bersembah lewat sesajen. Apabila Anda melakukan persembahan dengan duduk diam, jangan mengkritik mereka yang melakukan persembahan dengan menggunakan suara. Jangan katakan mereka terlalu berisik" (hal. 197).
Dalam mengomentari bagian percakapan kedua (Samkhya Yoga), penulis menyatakan: "Rasa takut yang paling mengerikan, yang selalu menghantui kita adalah rasa takut akan kematian. Begitu kita melampaui rasa takut akan mati, kita berada di luar jangkauan maut. Kematian pun akan kita terima dengan tangan terbuka. Kematian pun dapat dijadikan perayaan. Apabila Anda menerima kehidupan seutuhnya Anda tidak akan hanya merayakan kelahiran tetapi Anda juga akan merayakan kematian. Ia yang sudah tidak takut mati, tidak dapat dibuat takut oleh siapa pun lagi. Itulah sebabnya Krishna mengatakan bahwa ia berhak atas kehidupan abadi.
Kehidupan abadi tidak berarti bahwa seseorang dapat menghindari kematian. Sama sekali tidak, karena kelahiran dan kematian merupakan dua sisi kehidupan. Ia akan sadar bahwa yang mati adalah raga, bahwasanya jiwa tidak mati. Begitu ia mengidentifikasikan dirinya dengan jiwa, kematian raga tidak akan membuatnya gelisah lagi. Dalam kesadaran jiwa, kita semua hidup abadi. Hanya saja ada yang sadar akan hal itu, ada yang belum sadar," (hal. 72-73).
Dalam komentarnya atas bagian percakapan keempat dari Bhagawad Gita, penulis buku ini menyatakan: "Pengetahuan yang sejati berarti mengetahui, menyadari bahwa di balik semuanya ini ada Tuhan. Dan kita harus meyakini hal ini. Bukan sekadar percaya. Taqwa atau rasa takut tidak dibutuhkan. Iman atau kepercayaan bisa ada sekarang, bisa hilang besok. Yang dibutuhkan adalah yakin atau keyakinan. Keyakinan yang tak tergoyahkan lagi. Bukan keyakinan pada benda-benda duniawi, bukan keyakinan pada sesuatu yang berada di luar Anda, melainkan keyakinan pada diri sendiri, pada Sang Aku yang bersemayam dalam diri Anda sendiri" (hal. 201-202).
Redifinisi agama
Di awal abad ke-20 Swami Vivekananda telah mengatakan bahwa cinta kasih yang paling tulus yang pernah dikenal umat manusia berasal dari agama, dan rasa benci yang paling kejam yang pernah dikenal umat manusia juga berasal dari agama. Pesan luhur tentang perdamaian yang didengar dunia berasal dari orang beragama, dan kutukan yang paling sengit yang pernah didengar dunia juga berasal dari orang beragama.
Tiada motif lain bagi manusia yang telah menggenangi dunia dengan darah selain agama, dan pada saat yang sama tidak ada hal lain yang memunculkan banyak rumah sakit dan perawatan fakir miskin selain agama. Tiada hal lain yang bisa membuat kita menjadi kejam seperti halnya agama, dan tidak ada hal lain pula yang menyebabkan kita menjadi lemah-lembut seperti agama.
Rasanya relevansi sinyalemen ini tidak mengalami banyak perubahan menjelang berakhirnya abad ke-20 ini. Pandangan penulis buku ini dapat kita baca pada komentarnya atas bagian percakapan keenam dari Bhagawad Gita: "Definisi Krishna tentang agama sederhana sekali. Agama harus dapat meningkatkan kesadaran kita. Kita melahirkan kelompok-kelompok baru. Dalam satu agama saja, sudah ada begitu banyak kelompok dan setiap kelompok menganggap dirinya paling benar. Apabila itu yang terjadi, Krishna mengatakan bahwa sebenarnya kita sedang memusuhi diri kita sendiri. Bertemanlah dengan dirimu. Sadarlah akan persatuan dan kesatuan dengan alam semesta ini. Itulah tujuan akhir agama" (hal. 220).
Masih banyak lagi topik-topik kontemporer yang dibahas dalam buku ini. Barangkali lebih baik Anda membacanya sendiri...!


*** (W Karyono, peminat buku-buku sosial-keagamaan, tinggal di Jakarta)

Penggalan bhagavad gita

Krishna : Apa yang kusampaikan kepadamu bukanlah hal baru;sudah berulang kali kusampaikan di masa lalu.
Arjuna : Apa maksudmu dengan masa lalu? Kapan?
Krishna : Dari masa ke masa, di setiap masa. Sesungguhnya kita semua telah berulang kali lahir dan mati,aku mengingat setiap kelahiran dan kematian. Kau tidak, itu saja bedanya. Setiap kali keseimbangan alam terkacaukan,dan ketakseimbangan mengancam keselarasan alam,maka “Aku” menjelma dari masa ke masa,untuk mengembalikan keseimbangan alam.“Aku” ini bersemayam pula di dalam dirimu,bahkan di dalam diri setiap makhluk hidup,segala sesuatu yang bergerak maupun tak bergerak.Menemukan “Sang Aku” ini merupakan pencapaian tertinggi.Dengan menemukan jati diri, Sang Aku Sejati,segala apa yang kau butuhkan akan kauperoleh dengan sangat mudah.Berkaryalah dan Keberadaan akan membantumu.Sesuai dengan sifat dasar masing-masing,Manusia dibagi dalam 4 golongan utama.Walau pembagian seperti itu,Tidak pernah mempengaruhi Sang Jiwa Agung.Para Pemikir bekerja dengan berbagai pikiran mereka.Para Satria membela negara dan bangsa.Para Pengusaha melayani masyarakat dengan berbagai cara.Para Pekerja melaksanakan setiap tugas dengan baik.Berada dalam kelompok manapun,bekerjalah selalu sesuai kesadaranmu.Jangan memikirkan keberhasilan maupun kegagalan.Terima semuanya dengan penuh ketenangan.Bila kau bekerja sesuai dengan kodratmu,tidak untuk memenuhi keinginan serta harapan tertentu,maka walau berkarya sesungguhnya kau melakukan persembahan.Dan, kau terbebaskan dari hukum sebab akibat.Tuhan yang kau sembah, juga adalah Persembahan itu sendiri.Dalam diri seorang penyembahpun, Ia bersemayam.Berkaryalah dengan kesadaran ini,dan senantiaasa merasakan kehadiran-Nya.Banyak sekali cara persembahan -Ada yang menghaturkan sesajen dalam berbagai bentuk.Ada pula yang menghaturkan kesadaran hewani pada“Sang Aku” - sejati yang bersemayam di dalam diri.Bila kau mempersembahkan kenikmatan dunia pada pancaindera,maka kau menjadi penyembah pancaindera.Bila kau mengendalikan pancaindera,maka kau menyembah Kesadaran Murni di dalam diri.Ada yang mempersembahkan harta, ada yang bertapa,Ada yang berkorban, ada yang menjauhkan diri dari dunia,Ada yang sibuk mempelajari kitab suci, ada yang berpuasa.Apapun yang kau lakukan, lakukanlah dengan kesadaran!Langkah berikutnya:Lakoni hidupmu seolah kau sedang melakukan persembahan.Berkarya dengan penuh kesadaran, itulah Pengabdian.Cara-cara lain hanya bersifat luaran.Terlebih dahulu, raihlah kesadaran diri.Bila kau tidak mengetahui caranya,Belajarlah dari mereka yang telah sadar.Untuk itu hendaknya kau berendah hati.Orang yang sadar tidak pernah bingung.Pandangannya meluas, penglihatannya menjernih,ia yakin dengan apa yang dilakukannya,Sehingga meraih kedamaian yang tak terhingga nilainya.Arjuna:Bila Pengendalian Diri dan Penemuan Jati Dirimerupakan tujuan hidup,maka untuk apa melibatkan diri dengan dunia?Aku sungguh tambah bingung.Krishna:Pengendalian Diri dan Penemuan Jati Dirimemang merupakan tujuan tertinggi.Namun, kau harus berkarya untuk mencapainya.Dan, berkarya sesuai dengan kodratmu.Bila kau seorang Pemikir,kau dapat menggapai Kesempurnaan Diridengan cara mengasahkesadaranmu saja.Bila kau seorang Pekerja,kau harus menggapainya lewat Karya Nyata,dengan menunaikan kewajibanmu,serta melaksanakan tugasmu.Dan, kau seorang Pekerja,kau hanya dapat mencapai Kesempurnaan Hiduplewat Kerja Nyata.Itulah sifat-dasarmu, kodratmu.Sesungguhnya tak seorang pun dapatmenghindari perkerjaan.Seorang Pemikir pun sesungguhnya bekerja.Pengendalian Pikiran – itulah pekerjaannya.Bila pikiran masih melayang ke segala arah,apa gunanya duduk diam dan menipu diri?Lebih baik berkarya dengan pikiran terkendali.Bekerjalah tanpa pamrih!Hukum Sebab Akibat menentukan hasilperbuatan setiap makhluk hidup.Tak seorang pun luput darinya,kecuali ia berkarya dengan semangat menyembah.Alam Semesta tercipta “dalam”semangat Persembahan.Dan, “lewat” Persembahan pulasegala kebutuhan manusia terpenuhi.Bila kau menjaga kelestarian lingkungan,lingkungan pun pasti menjaga kelestarianmu.Raihlah kebahagiaan tak terhingga dengansaling “menyembah” – membantu dan melindungi.Bila kau hanya berkarya demi kepentingan pribadi,tak pernah berbagi dan tak peduliterhadap alam yang senantiasa memberi;maka seseungguhnya kau seorang maling.Berkaryalah dengan semangat “menyembah”.Persembahkan hasil pekerjaanmu pada Yang Maha Kuasa.Dan, nikmati segala apa yang kau perolehdari-Nya sebagai Tanda Kasih-Nya!Apa yang kau makan, menentukan kesehatan dirimu.Dan, makanan berasal dari alam sekitarmu.Bila kau menjaga kelestarian alam,kesehatanmu pun akan terjaga – inilah Kesadaran.Waspadai setiap tindakanmu.Bertindaklah dengan penuh kesadaran.Inilah Persembahan,yang dapat mengantarmu pada Kepuasan Diri.Bila kau puas dengan diri sendiri,dan tidak lagi mencari kepuasaandari sesuatu di luar diri,maka kau akan berkarya tanpa pamrih.Sesungguhnya seorang Pekerja tanpa Pamrihsudah tak terbelenggu oleh dunia.Jiwanya bebas, namun ia tetap bekerja,supaya orang laind apat mencontohinya.Sesungguhnya tak ada sesuatu yang harus “Ku”-lakukan.Namun, “Aku” tetap bekerja demi Keselarasan Alam.Bila “Aku” berhenti bekerja, banyak yang akan mencontohi tindakan-“Ku”,dan “Aku” akan menjadi sebab bagi kacaunya tatanan masyarakat.Ketahuilah bahwa segala sesuatu terjadi atas Kehendak-Nya.Tak seorang pun dapat menghindari pekerjaan,kau akan didorong untuk menunaikan kewajibanmu.Maka, janganlah berkeras kepala – bekerjalah!Terpicu oleh hal-hal di luar,panca-indera pun bekerja sesuai dengan kodrat mereka.Janganlah kau terlibat dalam permainan itu.Jadilah saksi, kau bukan panca-indera.Berkat pengendalian diri bila inderamutak terpicu lagi oleh hal-hal luaran,hendaknya kau tidak membingungkan merekayang belum dapat melakukan hal itu.Biarlah mereka menghindaripemicu di luar untuk mengendalikan diri.Berkayalah demi “Aku” dengankesadaranmu terpusatkan pada-”Ku”,bebas dari harapan dan ketamakan -itulah Persembahan, Pengabdian.Para bijak berkarya sesuai dengan sifat mereka,kodrat serta kemampuan mereka.Demikian mereka terbebaskan dari rasa gelisah,dan mencapai kesempurnaan hidup.Berkaryalah sesuai dengan kemampuan serta kewajibanmu.Janganlah engkau sekadar ikut-ikutan memilihsuatu pekerjaan yang tidak sesuai dengan sifat dasarmu,tidak sesuai dengan kemampuanmu.Arjuna:Aku memahami semua itu,namun kadang tetap saja terpicuuntuk melakukan sesuatu yang tidak tepat.Bagaimana mengatasi hal itu?Krishna:Ketahuilah terlebih dahulu penyebabnya -yaitu “keinginan”, “ketamakan” dansifat dasar manusia yang membuatnya bekerja.Manusia tak dapat berhenti bekerja.Bila ia tidak bekerja tanpa pamrih,Ia akan bekerja untuk memenuhi keinginannya.Ketamakan melenyapkan kesadaran manusia,akhirnya ia binasa terbakar oleh api nafsunya sendiriKunci keberhasilan manusia terletak pada pengedalian diri.Bila terkendali oleh pancaindera kau pasti binasa.Ketahuilah bahwa panca indera mengendalikan raga,namun pikiran menguasai pancaindera.Di atas pikiran adalah intelek,kemampuanmu untuk membedakan tindakanyang tepat dari yang tidak tepat – itulah Kesadaran.Bertindakalah sesuai dengan kesadaranmu.Dengan pengendalian diri dan bekerja sesuai dengan kesadaran,segala keinginan dan ketamakan dapat kau lampaui.Kemudian setiap pekerjaan menjadi persembahanpada “Sang Aku” yang bersemayam dalam diri setiap makhluk.Krishna:Kau tidak berperang untuk memperebutkan kekuasaan;kau berperang demi keadilan, untuk menegakkan Kebajikan.Janganlah kau melemah di saat yang menentukan ini.Bangkitlah demi bangsa, negeri, dan Ibu Pertiwi.Arjuna:Dan, untuk itu aku harus memerangi keluarga sendiri?Krishna, aku bingung, tunjukkan jalan kepadaku.Krishna:Kau berbicara seperti seorang bijak,namun menangisi sesuatu yang tak patut kau tangisi.Seorang bijak sadar bahwa kelahiran dan kematian,dua-duanya tak langgeng.Jiwa yang bersemayam dalam diri setiap insan,sungguhnya tak pernah lahir dan tak pernah mati.Badan yang mengalami kelahiran dan kematianibarat baju yang dapat kau tanggalkan sewaktu-waktudan menggantinya dengan yang baru.Perubahan adalah Hukum Alam – tak patut kau tangisi.Suka dan duka hanyalah perasaan sesaat,disebabkan oleh panca-inderamu sendiriketika berhubungan dengan hal-hal di luar diri.Lampauilah perasaan yang tak langgeng itu.Temukan Kebenaran Mutlakdi balik segala pengalaman dan perasaan.Kebenaran Abadi, Langgengdan Tak Termusnahkan.Segala yang lain diluar-Nyasesungguhnya tak ada – tak perlu kau risaukan.Temukan Kebenaran Abadi Itu,Dia Yang Tak Terbunuh dan Tak Membunuh.Dia Yang Tak Pernah Lahir dan Tak pernah Mati.Dia Yang Melampaui Segala dan Selalu Ada.Kau akan menyatu dengan-Nya,bila kau menemukan-Nya.Karena, sesungguhnya Ialah yang bersemayamdi dalam dirimu, diriku, diri setiap insan.Maka, saat itu pula kau akan terbebaskandari suka, duka, rasa gelisah dan bersalah.Kebenaran Abadi Yang Meliputi Alam Semesta,tak terbunuh oleh senjata seampuh apapun jua.Tak terbakar oleh api, tak terlarutkan oleh air,dan tidak menjadi kering karena angin.Sementara itu, wujud-wujud yang terlihat olehmumuncul dan lenyap secara bergantian.“Keberadaan” muncul dari “Ketiadaan”dan lenyap kembali dalam “Ketiadaan”.Jiwa tak berubah dan tak pernah mati;hanyalah badan yang terus-menerusmengalami kelahiran dan kematian.Apa yang harus kau tangisi?Badanmu lahir dalam keluarga para Satria,ia memiliki tugas untuk membela negara dan bangsa.Bila kau melarikan diri dari tanggungjawabmu,kelak sejarah akan menyebutmu pengecut.Bila kau gugur di medan perang,kau akan mati syuhda, namamu tercatat sebagai pahlawan.Dan, bila kau menang, rakyat ikut merayakanmenangnya Kebajikan atas kebatilanSesungguhnya kau tak perlu memikirkankemenangan dan kekalahan.Lakukan tugasmu dengan baik.Berkaryalah demi kewajibanmu.Janganlah membiarkan pikiranmu bercabang,bulatkan tekadmu, dan denganketeguhan hati, tentukan sendirijalan apa yang terbaik bagi dirimu.Berkaryalah demi tugas dan kewajiban,bukan demi surga, apa lagi kenikmatan dunia.Janganlah kau merisaukan hasil akhir,tak perlu memikirkan kemenangan maupun kegagalan.Dengan jiwa seimbang,dan tak terikat pada pengalamansuka maupun duka,berkaryalah dengan penuh semangat!Bebaskan pikiranmu dari pengaruh luar;dari pendapat orang tentang dirimu,dan apa yang kau lakukan.Ikuti suara hatimu, nuranimu.Arjuna:Bagaimana Krishna,bagaimana mendengarkan suara hati?Krishna:Bebas dari segala macam keinginandan pengaruh pikiran,kau akan mendengarkan dengan jelassuara hatimu – itulah Pencerahan!Saat itu, kau tak tergoyahkan lagioleh pengalaman duka,dan tidak pula mengejar pengalaman suka.Rasa cemas dan amarah pun terlampaui seketika.Krishna:Ia yang tercerahkan tidak menjadi girangkarena memperoleh sesuatu;tidak pula kecewa bila tidak memperolehnya.Dirinya selalu puas, dalam segala keadaan.Pengendalian Diri yang sampurnamembuatnya tidak terpengaruh olehpemicu-pemicu di luar.Ia senantiasa sadar akan Jati-Dirinya.Krishna:Keterlibatan panca-indera denganpemicu-pemicu di luarmenimbulkan kerinduan,kemudian muncul keinginan.Dan, bila keinginan tak terpenuhi,timbul rasa kecewa, amarah.Manusia tak mampu lagi membedakantindakan yang tepat dari yang tidak tepat.Krishna:Seorang bijak yang tercerahkanterkendali panca-inderanya,maka ia dapat hidup di tengah keramaian dunia,dan tak terpicu oleh hal-hal diluar diri.Demikian dengan keseimbangan diri,ia menggapai kesadaran yang lebih tinggi.Jiwanya damai, dan ia punmemperoleh Kebahagiaan Kekal Sejati.Krishna:Pengendalian Diri menjernihkan pandangan manusia,ia menggapai kesempunaan hidup.Saat ajal tiba, tak ada lagi kekhawatiran baginya,ia menyatu kembali dengan Yang Maha Kuasa.

Berkenalan dengan Bhagawad gita

Seperti diketahui kitab Bhagavad Gita yang ditulis + 5000 tahun yang lalu adalah sari kitab Weda yang mengandung terutama ajaran kerohanian tentang betapa seseorang seharusnya menyembah kepada Tuhan yang maha esa serta betapa pula seharusnya manusia itu menjalankan hidupnya dengan budi pekerti luhur terhadap sesamanya dan juga terhadap mahluk ciptaan Tuhan lainnya. Pendek kata ajaran dalam Bhagavad Gita ini berisi tentang kesempurnaan hidup yang kesemuanya disampaikan dalam bentuk dialog antara Krsna dan Arjuna di medan pertempuran Kurukseta sebelum terjadi perang Bharatayuddha dimulai.
Bhagavad Gita ini diturunkan melalui utusannya yang sangat dipercaya yaitu Vyasa yang juga penulis kitab Mahabharata. Ia adlaah seorang Wiku yang sangat taat menjalankan ajaran agamanyadan pengabdiannya pada Tuhan. Bagi Vyasa yang terpenting dalam hidup ini adalah bagaimana supaya Tuhan memperkenankan dirinya sebagai alat, wahana, wadah oleh Tuhan, sehingga hidupnya senantiasa selalu berada di jalan yang dikehendaki Tuhan, Pendek kata hidupnnya benar-benar hanya pengabdian pada Tuhan yang maha esa.
Bhagavad Gita, secara singkat, merupakan kitab yang menceritakan ketika Krsna memberikan wejangan kepada Arjuna yang ketika itu sedang memimpin perang Kurukseta, namun pada waktu itu ada keraguan dalam diri Arjuna sehingga Krsna memberikan pada Arjuna suatu dorongan spiritual agar keraguan yang ada dalam diri Arjuna dapat terkikis habis. Adapun dorongan itu berupa ajaran-ajaran tentang Tuhan, tentang manusia dan bagaimana manusia seharusnya hidup dan bagaimana manusia dapat mencapai kesempurnaan hidup.
Inti Ajaran Bhagavad Gita
Bhagavad Gita untuk pertama kali disabdakan pada dewa matahari lalu dewa matahari itu menjelaskan sistem itu pada Manu (manusia pertama), lalu Manu menjelsakan pada Iksvaku. Dengan cara demikian, melalui garis perguruan, dari satu orang yang bersabda kepada orang lain yang mendengar, sistem yoga ini telah turun temurun. Tetapi untuk beberapa lama Bhagavad gita ini hilang, karena itu Krsna harus mensabdakannya kembali melalui Arjuna di medan peperangan.
Arjuna dipilih oleh Krsna karena Arjuna adalah penyembah yang dianggap kawan. Ada beberapa tingkatan dalam melihat hubungan seorang hamba dengan Tuhannya, yaitu : (Sri Srimad,2000,4)
1. Seseorang dapat menjadi penyembah dalam keadaan pasif
2. Seseorang dapat menjadi penyembah dalam keadaan aktif
3. Seseorang dapat menjadi penyembah sebagai kawan/ sahabat
4. Seseorang dapat menjadi penyembah sebagai ayah atau ibu
5. Seseorang dapat menjadi penyembah sebagai kekasih.
Bhagavad Gita adalah ajaran yang khusus dimaksudkan untuk penyembah Tuhan. Ajaran Bhagavad Gita sempat terputus dan melahirkan tiga golongan rohaniawan yaitu Jnani (orang yang tidak mengakui bentuk pribadi Tuhan), Yogi (orang yang bersemedi), dan Bhakta (seorang penyembah). Karena hal inilah maka Krsna memutuskan untuk membentuk jalur perguruan baru yang dinamakan Pramapara yang merupakan penyambungan kembali ajaran Bhagavad Gita seperti yang telah diturnkan melalui dewa matahari pada yang lainnya. Diharapkan Arjuna dapat menjadi penyeru ajaran Bhagavad Gita karena Arjuna merupakan penyembah Tuhan, seorang murid Krsna dan juga kawan akrab Krsna. Maka dari itu Bhagavad Gita hanya dapat dipelajari dan dipahami oleh manusia yang percaya dan menyembah Tuhan, karena begitu manusia menyembah Tuhan maka ia mempunyai hubungan langsung dengan Tuhannya. Bhagavad Gita tidak mungkin diturunkan melalui manusia biasa karena dalam diri manusia biasa mempunyai empat kekurangan yang dapat membahayakan penyampaian sabda Tuhan, yaitu pertama, orang biasa pasti berbuat kesalahan, kedua, selalu berkhayal, ketiga, cenderung menipu orang lain dan keempat, mereka dibatasi oleh indera-indera yang kurang sempurna.
Setelah mendengar ajaran yang disampaikan Krsna maka Arjuna mengakui dan menyebut Krsna sebagai para brahman atau Brahman yang paling agung atau dapat dikatakan pula sebagai kepribadian tuhan yang agung, dan juga sebagai Param dhama atau sebagai tempat berlindung atau sebagai tempat tinggal yang paling utama. Krsna juga sebagai Pavitram yang berarti maha suci, dan ada beberapa sebutan untuk mewakili Krsna sebagai pribadi Tuhan yaitu Purusam (kepribadian yang paling utama yang menikmati segala sesuatu), Sasvatam (asli), divyam(rohani), adi-devam(kepribadian Tuhan yang maha esa), ajam (tidak dilahirkan), dan vibhum (yang maha besar).
Untuk memahami ajaran Bhagavad Gita ini manusia harus benar-benar yakin bahwa Krsna adalah Tuhan yang maha esa dan menyerahkan diri sepenuhnya pada-Nya. Manusia harus menerimanya dengan jiwa bhakti, jika tidak demikian akan sulit sekali untuk mengungkapkan rahasia yang mulia ini.
Bhagavad Gita adalah ajaran yang berisi ajaran untuk menyelamatkan manusia dari kebodohan kehidupan material. Setiap manusia mengalami kesulitan dibanyak hal, semua penuh kecemasan karena kehidupan material. Kehidupan kita berada dalam suasana ketiadaan, Sebenarnya tidak dimaksudkan agar kita diancam ketidan, Eksistensi manusia sifatnya kekal, tetapi bagaimanapun juga kita ditempatkan dalam asat (menunjukkan sesuatu yang tidak ada). Hanya sedikit manusia yang mulai mepertanyakan kedudukan mereka, siapa diri mereka, mengapa mereka ada dan sebagainya dan manusia semacam inilah yang dapat menerima ajaran Bhagavad Gita, karena kehidupan manusia baru dimulai saat muncul pertanyaan ini.
Adapun mata pelajaran yang ada dalam Bhagavad Gita ada lima yaitu, pertama, ilmu pengetahuan tentang Tuhan yang berarti kepribadian yang mengendalikan (Isvara). Kedua, tentang kedudukan pokok mahluk hidup atau mahluk yang dikendalikan (Jiva), ketiga, tentang Prakrti (alam material). Keempat, Kala (waktu) dan kelima adalah Karma ( kegiatan).
Alam material tidak bebas, alam material bertindak dibawah kekuasaan Tuhan. Krsna mempertegas hal ini dengan mengatakan bahwa alam material ini bekerja dibawah pengendalian-Ku. Apabila kita melihat hal-hal yang ajaib terjadi dalam alam semsta, hendaknya kita mengetahui bahwa dibelakang manifestasi alam semesta ada kepribadian yang mengendalikan alam semsta itu. Tidak mungkinkiranya sesuatu terjadi tanpa sebab.
Para Jiva merupakan bagian dari diri Tuhan yang mempunyai sifat yang sama dengan Tuhan. Hal ini diungkapkan dengan perumpamaan sebutir emas juga emas, setetes air laut juga asin. Dapat dikatakan bahwa Jiva atau mahluk hidup merupakan isvara-isvara kecil yang tunduk atau takluk.
Mahluk hidup itu juga dapat dimasukkan dalam prakrti yang utama, karena prakrti ada berbagai tingkatan dan mahluk terutama manusia termasuk prakrti yang utama. Seperti sudah diungkapkan bahwa Jiva atau mahluk hidup itu termasuk isvara kecil dan juga prakrti yan utama tentunya jiva memiliki kesadaran, dan hal inilah yang membedakan prakrti utama dengan prakrti lainnya yang tidak sadarak akan keberadaannya, namun kesadarannya itu tidak sempurna karena kesadarannya itu terbatas, berbeda dengan kesadaran yang dimiliki oleh Isvara, yang mempunyai kesadaran penuh. Alam material atau prakrti mempunyai tiga sifat yaitu sifat kebaikan (sattvam), sifat nafsu (rajas), dan sifat kebodohan (tamas). Diatas tiga sifat tersebut ada waktu yang kekal dan kegiatan yang disebut karma yang terjadi karena gabungan sifat-sifat alam itu di bawah pengendalian dan pengawasan waktu yang kekal, jadi karma adalah suatu hasil yang kita rasakan setelah perbuatan yang kita lakukan dimasa lampau, baik itu berakibat baik maupun berakibat buruk.
Kelima hal diatas (Isvara, Jiva, Prakrti, Kala) merupakan hal yang kekal adanya, lain halnya dengan manifestasi dunia ini bersifat sementara namun diakui sebagai sesuatu yang nyata, yang benar-benar ada. Manifestasi dunia ini mengalami siklus yang terus berganti, kekekalan dunia ini terletak pada siklus pergantian tersebut. Lain hal nya dengan karma sifatnay tidak kekal hal ini dikarenakan karma adalah akibat perbuatan dari masa lampau, dan kita dapat merubah karma itu dengan penyempurnaan pengetahuan yang kita miliki.
Dalam Bhagavad Gita dijelaskan juga tentang Reinkarnasi dikatakan bahwa dalam setiap jiva atau mahluk hidup bersemayam unsur Isvara yang memberi petunjuk pada manusia agar mereka hidup sesuai dengan apa yang diinginkan oleh tuhan. Namun terkadang manusia lupa apa yang harus mereka lakukan, pertama-tama mereka mengambil keputusan untuk bertindak dengan cara tertentu, kemudian dia terikat dalam tindakan dan reaksi dari karmanya sendiri. Setelah meninggalkan satu jenis badan, dia masuk ke dalam jenis badan yang lain seperti halnya kita mengenakan dan membuka pakaian. Selama sang roh berpindah-pindah seperti itu, ia menderita akibat tindakandan reaksi-reaksi kegiatannya dari dahulu. Kegiatan ini dapat diubah apabila mahluk hidup berada dalam sifat kebaikan, yaitu waras dan mengenai jenis kegiatan mana yang harus dilakukannya. Jika mahluk hidup berbuat seperti itu, maka segala tindakan dan reaksi kegiatannya dari dahulu dapat diubah. Hal ini yang menyebabkan karma itu tidak kekal. Seperti ditegaskan dalam Bhagavad Gita bahwa Siapapun yang meninggalkan badannya pada saat ajalnya, sambil ingat kepada-Ku, akan segera mencapai alam-Ku; kenyataan ini tidak dapat diragukan-ragukan. Atau dengan kata lain orang disaat akan meninggal berfikir akan bentuk Krsnapasti ia akan mendekati kerajaan Krsna.
Untuk mendekati atau memahami ajaran Tuhan maka kita harus mensucikan diri kita dari kehidupan material, karena dengan menghindarkan diri dari kehidupan material maka kita akan mencapai suatu kesadaranyang murni. Kegiatan yang sudah disucikan itu dinamakan sebagai Bhakti. Sebagai gambaran kesadaran yang cemar itu adanya keinginan untuk menguasai dan menikmati segala sesuatau yang ada didunia ini, dan kesadaran yang murni atau suci adalah keinginan untuk bekerjasama dalam melakukan penyembahan terhadap Tuhan yang maha esa.
Dengan Bhagavad Gita seluruh kehidupan kita akan disucikan dan akhirnya kita dapat mencapai tujuan di luar angkasa dunia ini, dan tujuan ini disebut sebagai sanatana atau angkasa rohani yang kekal. Hal ini bisa dipahami karena Jiva atau mahluk hidup sifatnya kekal, karena Tuhan atau Isvara itu kekal dan Jiva merupakan bagian atau memiliki unsur yang sama dengan Isvara maka iapun kekal. Maka sudah selayaknya yang kekal itu kembali kepada kekekalan itu sendiri. Dan kehidupan yang kekal itu disebut sebagai kehidupan yang suci. Sehingga stiap manusia akan mencapai suatu sanatana dharma yaitu suatu kewajiban untuk mengabdi kepada Tuhan yang kekal, kegiatan ini tidak dapat diubah, karena sanatana dharma itu tidak pernah berawal dan tidak pernah berakhir.
Tidak mengherankan bahwa pengabdian merupakan sesuatu yang selalu mengikuti setiap maluk hidup dan ketika mahluk hidup itu mencapai sanatana atau kekekalan maka pengabdian atau dharma itu juga menjadi kekal
Kesimpulan
Bhagavad Gita, secara singkat, merupakan kitab yang menceritakan ketika Krsna (Wisnu yang sedang merubah wujudnya menjadi Krsna atau Krsna-awarata) memberikan wejangan kepada Arjuna yang ketika itu sedang memimpin perang Kurukseta, namun pada waktu itu ada keraguan dalam diri Arjuna sehingga Krsna memberikan pada Arjuna suatu dorongan spiritual agar keraguan yang ada dalam diri Arjuna dapat terkikis habis. Adapun dorongan itu berupa ajaran-ajaran tentang Tuhan, tentang manusia dan bagaimana manusia seharusnya hidup dan bagaimana manusia dapat mencapai kesempurnaan hidup.
Bhagavad Gita diturunkan untuk manusia agar mereka terhindar dari kebodohan dan nafsu yang bersifat material yang dapat menutup diri mereka dari cahaya Tuhan dan akan membuat mereka menderita dalam kehidupannya di dunia ini.
Ada lima mata pelajaran dalam Bhagavad Gita yaitu, pertama, ilmu pengetahuan tentang Tuhan yang berarti kepribadian yang mengendalikan (Isvara). Kedua, tentang kedudukan pokok mahluk hidup atau mahluk yang dikendalikan (Jiva), ketiga, tentang Prakrti (alam material). Keempat, Kala (waktu) dan kelima adalah Karma ( kegiatan). Isvara, Jiva, Prakrti dan Kala merupakan hal yang kekal sifatnya sedangkan Krama tidak kekal.
Dalam Bhagavad Gita kita menemukan bahwa keseluruhan yang lengkap terdiri dari Tuhan yang maha esa, para mahluk hidup yang dikendalikan, manifestasi alam semesta, waktu yang kekal dan karma atau kegiatan, semua hal tersebut dibahas dalam teks ini. Semua hal tersebut merupakan keseluruhan yang lengkap disebut kebenaran mutlak yang paling utama. Keseluruhan yang lengkap dan kebenaran mutlak yang lengkap adalah kepribadian Tuhan yang maha esa yang lengkap yaitu Krsna.

Pustaka
Lagiman, Filsafat Jawa, Modul Kuliah Seminar Filsafat Jawa, FS UI, Jakarta, 2000
Prabhupada, Sri Srimad ACBS, Bhagavad Gita : Menurut Aslinya, cet.5, Hanuman Sakti, Jakarta, 2000.




Selasa, 03 Maret 2009

(kumpulan Uraian) Tentang SAPI

Salah satu poster kuno yang pernah beredar di India sebagai suatu upaya untuk menghentikan kegiatan mengkonsumsi daging sapi baik sebagai komoditi pangan maupun media upacara adat penyembahan pada KALI. Digambarkan bahwa pada bagian-bagian tubuh sapi tersebut berstana (tinggal) para dewa yang senantisa membantu manusia.

Dalam ajaran Hindu, tidak pernah ada ritual pemujaan (Puja = worship) terhadap sapi atau menganggap sapi sebagai hewan suci bahkan larangan untuk membunuh sapi (mengkonsumsinya sebagai sarana ritual keagamaan). Anggapan-anggapan tersebut diatas lahir sebagai hasil dari analisa budayawan/sejarahwan Eropa yang kala itu meneliti kebudayaan India (yang nota bene dianggap sebagai cerminan ajaran Hindu) dan menterjemahkannya secara subyektif dengan mengkensampingkan kajian nilai estetik dari adat istiadat masyarakat budaya tersebut.

Pada masa awal weda, bangsa Arya memelihara sapi untuk digunakan sebagai sumber pangan, dengan mengkonsumsi berbagai produk pangan yang dihasilkan oleh sapi (daging, susu, yogurt, minyak) bahkan kulitnya dapat digunakan sebagai bahan pakaian atau tenda. Demikian banyaknya manfaat yang dihasilkan dari sapi, menyebabkan masyarakat “menghormati” sapi sebagai suatu anugerah yang sangat besar dari Yang Maha Kuasa ~ rasa respek tersebut menempatkan sapi (yang menhasilkan susu) sebagai hewan yang ditabukan untuk dikonsumsi (Aghanya).


Dari paham tabu/aghanya tersebut diatas, selanjutnya baik weda ditemukan sloka-sloka yang mengambil “pengandaian/perumpamaan” sapi sebagai perwujudan Tuhan (bukan Tuhan dalam artian yang sebenarnya), sebagai ibu (dikaitkan dengan susu yang diproduksinya), sebagai simbol kesejahteraan. Bahkan dalam perkembangan selanjutnya, simbol sapi juga dikaitkan dengan dewa-dewa utama Hindu sehingga paham tabu untuk mengkonsumsi sapi menjadi satu bagian yang tak terpisahkan dalam ajaran Hindu.

Namun kitab Weda juga tidak mengesampingkan adanya pembunuhan banteng dan sapi sebagai sarana ritual/puja keagamaan. Dalam Griha Sutra, pengorbanan sapi dikaitkan dengan banyak upacara keagamaan, bahkan Manusmriti, yang dalam berbagai peraturannya melarang makan daging, mengatakan, “Seseorang boleh makan daging bila daging itu sudah diperciki air suci dan dimantrai, ketika seseorang terlibat dalam menyiapkan suatu upakara sesuai hukum, dan bila hidup seseorang dalam bahaya” (Manusmriti 5:27).
dari:
**********************************************************************************
Bhagawad Gita dan Daging Sapi

Tulisan Bapak I Nyoman Sukadana dari Desa Selat, Karangasem yang berjudul Umat Hindu dan Daging Sapi yang antara lain mempertanyakan: apakah orang Hindu benar dilarang untuk makan daging sapi? (Surat Pembaca, 1/12), saya yang bukan pakar agama Hindu ingin sedikit menyampaikan pendapat.

Dalam pustaka suci Bhagawadgita (intisari Weda) yang terdiri dari 3 shakta yaitu jalan karma, upasana (kebaktian), dan jana terdapat sloka-sloka yang memuat kuantitas dan kualitas makanan yang berkaitan dengan ketiga jalan itu. Menempuh jalan menuju Tuhan dengan karma yaitu bekerja tanpa ikatan, tanpa mengharapkan hasil diperlukan kedisiplinan berpikir. Artinya apa pun jenis kerja itu pikiran harus tunggal, mengingat Tuhan, apa pun hasil pekerjaan itu pikiran harus seimbang, dan apa pun lingkungan duniawi kerja itu pikiran harus terkendali.

Pada bagian akhir karma shakta, yaitu Bab VI, sloka 16 dijelaskan: Sesungguhnya yoga tidaklah untuk ia yang makan terlalu banyak, atau terlalu sedikit, tidaklah untuk ia, oh Arjuna yang tidur terlalu banyak atau terlalu sedikit. Menurut saya, daging termasuk daging sapi adalah makanan yang paling enak di antara jenis makanan lainnya, sehingga bila orang mengkonsumsi daging apapun cenderung akan makan berlebihan yang berakibat jalan karma yang ditempuh untuk mencapai yoga, ketenangan, kebahagiaan abadi, menjadi terganggu.

Selanjutnya menempuh jalan menuju Tuhan dengan jalan pengabdian, bakti atau cinta kasih. Pada bagian Upasana Shakta, Bab XII, bait pertama Sloka 13 Sri Krishna, Awataran Dwapara Yoga menasihati Arjuna sebagai berikut: Advesta sarvabhutanam (jangan membenci mahluk apa pun). Jadi, hanya membenci makhluk apa pun sudah tidak dibenarkan apalagi menyakiti, menyembelih hewan seperti sapi untuk dikonsumsi tentu lebih tidak dibenarkan.

Terakhir, menempuh jalan menuju Tuhan dengan jnana (pengetahuan). Pada bagian Jnana Shakta, Bab XVII, Sloka 8 antara lain dijelaskan, Makanan-makanan yang meningkatkan kesehatan, kebahagiaan, dan sukacita adalah yang disukai orang-orang baik (satwika). Selajutnya pada Sloka 9 antara lain dinyatakan, Makanan-makanan yang menimbulkan kesakitan, dukacita, dan penyakit disukai oleh orang yang bernafsu (rajasika).

Sepengetahuan saya, jenis makanan yang sering mengakibatkan penyakit tertentu seperti tekanan darah tinggi misalnya antara lain karena mengkonsumsi daging. Jika itu benar, maka daging sesungguhnya adalah makanan yang tergolong rajasik yang akan membangkitkan nafsu (ahamkara, rasa keakuan) sehingga kemampuan pikiran untuk dapat membedakan baik-buruk, benar-salah, dan melenyapkan keragu-raguan (buddhi) menjadi tertutup.

Dengan demikian, sepengetahuan saya, dalam Bhagawad Gita (intisari Weda) tidak ada larangan bagi orang Hindu untuk makan daging sapi, tetapi Sri Krishna menasihatkan bagi orang yang ingin menempuh jalan menuju Tuhan dengan jalan karma hendaknya jangan makan terlalu banyak atau terlalu sedikit. Jalan Upasana (bakti, kasih sayang) hendaknya jangan membenci makhluk apa pun, dan jalan jnana (pengetahuan), bahwa makanan-makanan yang menimbulkan kesakitan, dukacita, dan penyakit disukai oleh orang yang bernafsu (rajasika).

Jadi, perihal larangan orang Hindu makan daging sapi itu jelaslah tergantung orangnya. Jika ingin menempuh jalan menuju Tuhan maka secara kuantitas makan tidak terlalu banyak, jangan membenci makhluk apa pun, dan secara kualitas tidak mengkonsumsi makanan rajasika (daging).

Ditegaskan lagi pada sloka terakhir dari Bhagawad Gita bahwa orang-orang akan mendapat kemakmuran, kemenangan, kebahagiaan, dan moral yang tinggi atau jalan menuju Tuhan tercapai bila berperilaku seperti Arjuna. Artinya orang itu mau mengubah pikirannya yang penuh dengan keragu-raguan sebelumnya, menjadi yakin sepenuhnya terhadap nasihat Sri Krishna atau Weda itu sendiri.

Ir. Ida Bagus Oka, MS.
Jl. Tunggul Ametung III.B/9 Denpasar Barat
Source : Balipost

Tentang Pantangan Makan Daging Sapi

Sehubungan dengan tulisan Bapak Nyoman Sukadana mengenai umat Hindu dan daging sapi yang dimuat dalam surat pembaca Bali Post pada hari Senin 1 Desember 2003, saya ingin menanggapi. Mungkin saya adalah salah seorang dari umat Hindu yang merasa sedih membaca keluhan Bapak, karena tulisan Bapak bisa sebagai cermin bagaimana pemahaman umat kita tentang agamanya. Saya tidak tahu dan tidak berani menunjuk siapa yang mesti bertanggung jawab atau yang harus dipersalahkan atas masalah tersebut.

Sebenarnya kita tidak bisa menyangkal kenyataan yang terjadi di Bali mengenai menipisnya kesadaran umat Hindu untuk menaati pantangan khusus pantangan makan daging sapi. Disadari atau tidak, ini sebenarnya merupakan salah atu sisi kemunafikan kita sebagai umat Hindu di Bali. Banyak pantangan atau etika dalam ajaran agama Hindu yang telah diabaikan atau terabaikan, yang kesannya seakan-akan perbuatan itu menjadi sah-sah saja adanya. Apabila kondisi tersebut dibiarkan berlarut-larut, bagaimana kita mempertahankan keberadaan umat Hindu dan keajegan Bali?

Untuk gambaran mengenai sapi dan daging sapi, saya menyarankan kepada Bapak agar membaca buku yang ditulis oleh Bapak Darmayasa dengan judul Keagungan Sapi Menurut Weda terbitan Pustaka Manikgeni.

Dalam buku tersebut ditulis mengenai pantangan umat Hindu agar tidak memakan daging sapi. Karena sapi bagi umat Hindu adalah binatang yang suci, binatang yang agung, ibu dari segala binatang. Kita tidak makan daging sapi bukan karena kita mengharamkan, tetapi karena kita menghormati keagungan sapi tersebut.

Saya mencari buku tersebut karena keluarga kami secara turun-temurun mempunyai pantangan makan daging sapi. Pantangan tersebut disampaikan secara lisan oleh orangtua kami, yang merupakan pesan leluhur kami yang harus diteruskan kepada anak cucu.

Besar harapan saya agar tambahan informasi ini ada manfaatnya dalam mempertebal keyakinan kita sebagai pemeluk Hindu yang mendambakan keharmonisan dalam kedamaian.

Ir. I Gusti Komang Bagus Api
Lukluk Indah Blok A No. 12
Kel./Desa Lukluk, Mengwi-Badung
Source : Balipsot

Umat Hindu dan Daging Sapi

Saya umat Hindu yang sekarang sedang melanjutkan pendidikan di negeri orang. Orang sering bertanya kepada saya, apakah orang Hindu benar dilarang untuk makan daging sapi? Saya juga sering bertanya dalam diri sendiri, apakah daging sapi pantangan bagi orang Hindu?

Saya memang pernah dinasihati supaya tidak memakan daging sapi, dengan alasan yang tidak jelas. Celakanya lagi orang di sekitar saya (umat Hindu) sering memakan daging sapi. Sudah tentu saya tidak bisa menerima hal (nasihat) ini, sehingga saya juga memakan daging sapi.

Saya ingin meminta sedikit ulasan kepada pembaca Bali Post atau kepada pakar agama Hindu, apa benar daging sapi dilarang bagi umat Hindu? Kalau dilarang, apa alasannya?

Saya mengajukan pertanyaan ini karena setiap saya akan memakan daging sapi, orang Jepang selalu menegur saya, "Orang Hindu katanya dilarang makan daging sapi, mengapa kamu makan daging sapi?" Setiap diajukan pertanyaan ini saya tidak bisa menjawab apa-apa.

I Nyoman Sukadana
Desa Selat, Karangasem

.................

Soal Daging Sapi (1)

Sehubungan dengan dimuatnya surat Bapak Nyoman Sukadana, Desa Selat, Karangasem pada harian Bali Post. 1 Des 2003 tentang larangan memakan daging sapi dapat saya jelaskan sebagai berikut.

Setelah beberapa kali saya mendengarkan ceramah agama di beberapa Pura di Jakarta, disebutkan bahwa agama Hindu Dharma tidak ada mengharamkan semua makanan termasuk daging sapi. Hanya, secara etika karena sapi selama ini digunakan sebagai alat untuk membantu di sawah maka tidak pantaslah untuk menyantapnya. Sudah dibantu masak dimakan juga.

I Nyoman Sukanadji
Cipinang Muara Rt. 003/011 No. 33B
Jatinegara Jakarta Timur 13420

--------------

Soal Daging Sapi (2)

Adau-mata guroh patni
Brahmana raja-patnika
Dhenur dhatri tatha prthivi
Saptaita matarah smrtah

"Ketujuh ini dikenal sebagai ibu yaitu: ibu kandung, istri guru (guru kerohanian), istri brahmana(varna-brahmana), istri raja, sapi, perawat dan bumi"(Kitab Niti Sastra, Bagian Hitopadesa seloka 39).

Sejak lahir sampai berusia sekitar dua setengah tahun secara teratur sang bayi akan menerima susu dari ibunya, namun tidak semua bayi/kanak-kanak seberuntung itu. Jika karena sesuatu dan lain hal sang ibu tidak dapat menunaikan tugas mulia tersebut maka segera peran ibu diganti oleh sapi (susu sapi). Meski tugas ini dia lakukan, apakah setelah melewati ladang-ladang peternakan yang dilanjutkan dengan mekanisme pabrik canggih, susu yang kita berikan kepada anak-anak kita tetap berasal dari sapi.

Tidak cukup sampai di situ. Konon ASI (air susu ibu). hanya efektif sampai pada usia dua setengah tahun itu. Banyak orang, lebih-lebih kalangan "vegetarian", sangat bergantung kepada susu sapi, bahkan sampai akhir hayatnya. Sapi jantan membantu kita membajak sawah, menarik kereta yang sarat beban, sementara ia hanya menerima jatahnya; yang pada dasarnya hanya berupa rumput, yang tidak bisa dimakan manusia.

Sampai pada tahap tertentu seperti saat penyelenggaraan yadnya di mana binatang kurban disembelih oleh brahmana untuk tujuan persembahan, lungsuran-nya boleh anda makan. Demikian juga pada saat yang amat terpaksa, ketika tidak ada lagi pilihan lain anda boleh memakan daging, ini hanya sekadar untuk dapat bertahan hidup.

Demikianlah essensi tuntunan Kitab Manawa Dharmasastra pada buku Kelima. Sekecil apa pun daging yang anda konsumsi tidak dapat anda peroleh dengan tanpa membunuh atau mengorbankan binatang. Hingga pada seloka 49 dari buku yang sama diuraikan hal berikut: "Setelah mempertimbangkan masak-masak soal asal-usul yang menjijikkan dan kekejaman dalam menyiksa dan membunuh makhluk hidup, hendaknya ia meninggalkan sama sekali kebiasaan memakan daging".

Ada ratusan ayat sejenis dari kitab-kitab Weda yang menuntun kita agar dapat memakan secara benar yaitu hanya memakan prasadam (makanan yang telah dipersembahkan kepada Tuhan). Ini agar kita sukses dalam rehabilitisi guna keluar dari samsara-punarbhava (gelang-spiral kelahiran dan kematian).

Agastya Muni Dasa (I Made Amir)
Denpasar
Source : Balipost