Sabtu, 25 Juli 2009

Sai Inspires - 21st July 2009

Great devotees knew the secret of spiritual surrender. Their worship was not tainted by any bargaining spirit. For those who bargain and crave for profit, reverence is equated with returns. They sell homage at so much per unit of satisfactory response. They are like paid servants, clamoring for wages, overtime allowance, bonus, etc. They calculate how much they are able to extract for the service rendered. Be on the other hand, a member of the family, a kinsman, a friend. Feel that you are the Lord's own. Then, work will not tire. It will be done much better. It will yield more satisfaction. And what about the wages? The Master will maintain you in bliss!

Pengikut yang agung mengetahui rahasia tentang kepasrahan spiritual. Persembahan mereka tidak tercemari oleh rasa keinginan akan imbal balik. Bagi mereka yang melakukan tawar menawar dan mengidamkan keuntungan, pemujaan yang mereka lakukan diukur dengan hasil yang didapat. Mereka menjual penghormatan dengan ukuran imbal balik yang memuaskan. Mereka bagaikan pembantu yang dibayar, berteriak terus-menerus menuntut kenaikan upah, uang lembur, bonus, dan sebagainya. Mereka menghitung seberapa banyak mereka bisa terima untuk pelayanan yang telah diberikan. Jadilah sebaliknya, bagaikan seorang anggota keluarga, sanak saudara, seorang teman. Rasakanlah bahwa engkau adalah milik Tuhan. Maka, kerja tidak akan melelahkan. Pekerjaan akan bisa dilaksanakan dengan lebih baik. Kerja tersebut akan memberikan lebih banyak kepuasan tanpa diminta. Dan bagaimana dengan upah? Tuhan akan tetap menjagamu supaya terus berada dalam kebahagiaan.

THOUGHT FOR THE DAY

When there is a downpour, the water that comes down is pure. The rain falls on mountains, plains and valleys. According to the region through which the rain water passes, its name and form undergoes changes. But due to these variations, it should not be thought that the water itself is different. Based on the teachings of the founders of different faiths, having regard to the requirements of the time and circumstance of particular countries, and keeping in view the specific needs of the people concerned, certain rules and regulations were laid down. On this account, one faith should not be considered superior and another inferior. Man's primary duty is to bear in mind the sacred truths they espouse and practise them in his life.

Ketika turun hujan, air yang jatuh adalah murni. Hujan turun di pegunungan, dataran, dan lembah. Sesuai dengan daerah yang dilalui air hujan, nama dan bentuknya mengalami perubahan. Tetapi karena pergantian ini, tidak seharusnya dianggap bahwa air itu sendiri berbeda. Berdasarkan pada ajaran-ajaran dari para pendiri keyakinan yang berbeda, memiliki perhatian pada kepentingan waktu dan keadaan negara-negara tertentu, dan memperhatikan kebutuhan khusus dari orang-orang yang dituju, pemerintahan yang pasti dan peraturan-peraturan yang mendasarinya. Dalam hal ini, satu keyakinan seharusnya tidak dianggap lebih tinggi dan yang lainnya lebih rendah. Tugas utama manusia adalah untuk menumbuhkan dalam pikiran kebenaran luhur yang mereka sokong dan lakukan dalam kehidupannya.

Kamis, 09 Juli 2009

MEMPEROLEH YANG TERBAIK DARI KUNJUNGAN KE PURA

oleh Mangku Suro
CANANGSARI Facebook



Setiap kita pergi ke Pura untuk sebuah pemujaan, sudah tentu kita mengharapkan bisa memperoleh anugerah yang besar dari kegiatan tersebut. Sehubungan dengan hal tersebut, seringkali timbul pertanyaan, “Apa yang bisa saya lakukan untuk memperoleh anugerah maksimum dari kunjungan saya ke pura, cara yang tepat untuk melakukannya dan dianugerahi shakti Dewata?” Untuk ini ada sepuluh anjuran praktis yang pernah saya dapatkan, semoga bisa dipakai untuk bahan renungan.

1. Mengikuti pemujaan di Pura sedikitnya dua minggu sekali, pada saat purnama dan tilem, semakin sering semakin bagus, agar mendapat restu dari Tuhan dan para Dewa. Religius secara teratur ini untuk menjaga kemurnian kita, dan juga keteguhan pada komitmen kita.

2. Mengenakan busana yang luwes yang khusus kita gunakan untuk ke Pura. Mengenakan busana ini menempatkan kita dalam suasana hati religius. Anak-anak sebaiknya juga mengenakan busana khusus untuk pergi ke Pura.

3. Buat perjalanan kita ke tempat suci sebagai waktu religius. Jangan fokus pada problem di rumah, pekerjaan atau sekolah. Jangan memikirkan atau membicarakan masalah politik, bisnis atau kepentingan-kepentingan umum lainnya. Sebagai penggantinya, memainkan musik religius atau melantunkan kidung-kidung religius. Bercerita kepada anak-anak tentang kisah-kisah yang dapat meningkatkan moral dan semangat religius mereka, serta memajukan, meringankan atau menggembirakan pikirannya. Jadikan Pura sebagai pusat keluarga besar Hindu kita dan membantu semua yang hadir dalam sebuah kerangka pikiran religius dan penuh perhatian pada upacara suci.

4. Membawa rangkaian bunga, misalnya dirangkai dalam bentuk CANANGSARI, atau setidak-tidaknya sekuntum bunga atau buah segar untuk setiap tempat suci di mana anda akan melakukan pemujaan. Setiap tindakan persembahan membukakan anda untuk mendapatkan anugerah dari Dewata. Setiap tindakan persembahan akan menambah daya penerimaan anda. Jangan pernah mengunjungi Pura dengan tangan hampa.

5. Menghaturkan banyak waktu dan prana untuk persembahan, sebisa mungkin dan secara tepat. Pada kondisi umum, prana adalah energi yang memancar dari tangan kita. Membeli rangkaian bunga (CANANGSARI) pada penjual bunga adalah bagus, tetapi membuatnya dengan tangan kita sendiri adalah jauh lebih bagus. Ketika kita merangkai sebuah karangan bunga dengan penuh rasa bhakti, dengan sendirinya prana kita ikut tersalurkan, kemudian dipersembahkan kepada Dewata, itu pada hakekatnya kita telah bersentuhan dengan Dewata. Ini menciptakan kedekatan dengan Tuhan.

6. Selama pemujaan, teruslah memusatkan perhatian pada murti dan doa-doa pemujaan yang dilantunkan oleh orang yang disucikan. Perhatikanlah; jangan dibiarkan pikiran mengembara tidak keruan, menyimpang dari tujuan pemujaan suci. Sekalipun kita tidak paham arti semua kata demi kata, sebaiknya memiliki pemahaman umum tentang apa yang sedang dilantunkan oleh orang yang disucikan, dan apa arti dari kidung-kidung suci yang sedang dikumandangkan. Jika kita terus berkonsentrasi memperhatikan pada apa yang sedang berlangsung, kemungkinan besar bagi kita untuk mendapat anugerah Dewata, merasakan peningkatan religius dan mengalami suatu kebahagiaan batin. Untuk menjaga pengalaman pemusatan pada Tuhan, hindari percakapan umum di dalam Pura.

7. Setelah pemujaan, jangan buru-buru beranjak. Lebih baik diam di tempat, duduk, meditasi sejenak dan bersenang-senang dalam shakti Dewata, anugerah dipancarkan melalui murti untuk umat pecinta kehidupan rohani. Jika salah satu dari disiplin kita adalah melakukan japa, ini adalah waktu ideal untuk melantunkan mantra-mantra kesenangan kita.

8. Bawalah atmosfir religius dari Pura pulang bersama kita dengan laku hening sejenak di dalam kamar suci atau di merajan kita masing-masing. Perilaku suci ini menuntun shakti Dewata dari Pura ke kamar/tempat suci keluarga yang dapat memperkuat medan daya religius dari rumah yang kita tempati. Ini adalah satu wawasan tentang mistikisme pemujaan di Pura.

9. Untuk pengalaman yang lebih dalam, hadiri pemujaan di tempat suci pada hari-hari di mana shakti Dewata sangat kuat. Misalnya, selama hari-hari raya tahunan, jelas shakti di Pura sangat kuat, seperti pada hari Saraswati, Pagerwesi, Galungan, Kuningan, Siwaratri, Odalan Pura, dan lain-lain. Pada hari-hari tersebut energi spiritual ada pada puncaknya, ditetapkan dengan astrologi kuno, di Indonesia dikenal dengan istilah Wariga. Mintalah kepada pandita atau pinandita/pemangku Pura di daerah anda untuk membuat daftar hari-hari spesial yang ideal untuk melaksanakan pemujaan (bagi yang tidak punya kalender “Hindu”).

10. Lakukan Brata, atau mengangkat sumpah, bahwa selama hari raya akan mengintensifkan pemujaan anda. Brata khusus adalah berpuasa selama sehari, menghadiri upacara pada sore hari dan hanya setelah itu barulah boleh makan. Jika upacara dilaksanakan pagi hari, puasa bisa ditentukan sendiri waktunya, yaitu matahari terbit (jam 6 pagi) sampai matahari terbenam (jam 6 sore) setelah melaksanakan Puja Trisandhya.

Cobalah lakukan semua ini, mudah-mudahan kita mendapat pengalaman spiritual yang semakin mendalam hasil dari kunjungan kita ke Pura.

Yang penting adalah bukan berapa banyak Pura yang kita kunjungi, tetapi bagaimana kualitas pemujaan yang kita laksanakan pada suatu Pura.

Hindu (sanatana Dharma)

Inti kebenarannya tidak pernah berubah, tetapi bentuk luar pengamalan dan peribadatan mengalami perkembangan. Hindu berusaha menjaga ajaran-ajaran tattwanya tatkala beradaptasi dengan budaya, sosial dan perkembangan teknologi di setiap jaman.

Hindu adalah sebuah agama ortodoks (mengikuti cara-cara yang sudah menjadi kebiasaan), konservatif, tetapi tidak kaku dan penuh pengertian. Secara simultan Hindu menuntut banyak persyaratan spiritual dan sangat pemaaf. Hindu tetap bertahan melampaui berbagai jaman dan berhasil menyesuaikan diri di sisi upacara dan upakara dalam pemujaan, serta berpegang teguh pada nilai-nilai keabadian. Bentuk luar upacara, upakara, atau pengamalannya dalam kehidupan sehari-hari tidak merubah dalam hal pencarian spiritual. Apakah umatnya seorang petani, pedagang, karyawan, programmer komputer atau seorang eksekutif, yang telah berusaha mengamalkan ajaran-ajaran Weda dalam kesehariannya akan terselip perasaan damai melalui apa yang dijalani selama ini, membuat Hindu Dharma: tetap menjadi pilihannya, sekarang dan selamanya. Mereka yang benar-benar mendalami Weda mengetahui Hindu memiliki semua fasilitas untuk pendidikan umat manusia kembali ke “Sumber”nya. “Oh, Brahman Yang Agung, singkirkanlah kerudung kebodohan yang menyelimuti diri hamba ini, sehingga hamba bisa melihat cahaya-Mu. Wahyukanlah kepada hamba semangat Weda. Semoga kebenaran Weda senantiasa hadir untuk hamba. Semoga hamba menemukan semangat itu untuk menyadari kebenaran apa yang telah hamba pelajari dari sloka-slokanya. Om siddhirastu tad astu ya namah swaha.”

Manusia Dewa dan Setan


Pada saat kita menjadi 'manusia', dewa dan setan itu ada dan selalu beriringan (rwa bhineda). Pada saat kita menjadi 'dewa', setan itu tidak ada. Pada saat kita menjadi 'setan', dewa itu tidak ada. Pada saat kita mencapai Brahman: manusia, dewa, dan setan tidak ada .... pada saat kita menjadi 'bingung' ... ya nggak usah dipikir ...




????apakah berarti semuanya adalah satu. bagaimana ketika masing-masing personal itu bergerak berbeda? artinya pak mangku mengerjakan sesuatu kebaikan sedangkan saya berbuat kejahatan bagaimana bisa berbeda jika kita satu?



Kalau berbeda berarti yang dibicarakan bukan sisi Brahman yg ada pada diri kita. Stula dan sukma sarira kita memang berbeda. Tetapi stula dan sukma sarira yg berbeda berada dalam Brahman yg esa.



????Bapak,..... kalo begitu manusia sangat special, sampai bisa alami keberadaan dewa n setan pada saat bersamaan... What is the speciality about human, hingga sebegitu pentingnya, bapak ???



sifat kedewaan dlm diri manusia disebut suri sampad, sdgkan sifat kesetanannya disebut asuri sampad ... manusia dikatakan makhluk utama krn ia dpt menolong dirinya dr keadaan samsara (lingkaran kelahiran dan kematian) dg jalan subhakarma tanpa pamrih; demikianlah keutamaan dpt menjelma menjadi manusia.



????"Seperti halnya seseorang mengenakan pakaian baru, dengan meninggalkan pakaian lama, begitu pula, sang roh menerima badan-badan jasmani yang baru, dengan meninggalkan badan-badan tua yang tidak berguna lagi" (gita 2.22)
bagaimana korelasinya dengan yg jro mangku jelaskan diatas? maaf saya bingung ada orang pernah bertanya pada saya : Bagaimana ... Baca Selengkapnyahalnya orang yang sudah sampai moksa, ... mencapai tuhan ... karena baginya tidak akan mengalami reinkarnasi lagi. Jika demikian halnya roh-roh orang yang hidupnya bersih, sebagai resi, pendeta yang tidak terikat oleh alam nafsunya, maka ia akan kembali kepada roh utama (Tuhan Yang Maha Esa), maka jika hal ini terjadi populasi manusia akan berkurang...



Ya, memang rumit. Makanya sering disebut filsafat tinggi. Pernah mendengar kata-kata: mati sajroning urip? Orang mencapai moksa tidak harus menunggu mati. Kalau begitu apakah moksa berarti mengurangi populasi manusia? Yang sampai kepada Brahman adalah kesadarannya, tidak terikat dengan kesadaran jasmani. Pada umumnya pikiran kita menginginkan alam ini langgeng karena masih terikat dengan nafsu (baik atau buruk). Tapi tidak ada materi yang langgeng, termasuk seluruh materi alam semesta ini.

Sabtu, 04 Juli 2009

MAAF


"Mereka yang berjiwa lemah tak akan mampu memberi seuntai maaf tulus. Pemaaf sejati hanya melekat bagi mereka yang berjiwa tangguh."


Mohandas Karamchand Gandhi (lahir di Porbandar, Gujarat, India, 2 Oktober 1869 – wafat di New Delhi, India, 30 Januari 1948 pada umur 78 tahun) juga dipanggil Mahatma Gandhi (bahasa Sansekerta: "jiwa agung") adalah seorang pemimpin spiritual dan politikus dari India.

RABINDRANATH TAGORE


(Filsuf, penyair, dramawan, komposer)



Rabindranath Tagore (bahasa Bengali: Rabindranath Thakur; lahir di Jorasanko, Kolkata, India, 7 Mei 1861 – wafat 7 Agustus 1941 pada umur 80 tahun) juga dikenal dengan nama Gurudev, adalah seorang Brahmo Samaj, penyair, dramawan, filsuf, seniman, musikus dan sastrawan Bengali. Ia terlahir dalam keluarga Brahmana Bengali, yaitu Brahmana yang tinggal di wilayah Bengali, daerah di anakbenua India antara India dan Bangladesh. Tagore merupakan orang Asia pertama yang mendapat anugerah Nobel dalam bidang sastra (1913).
Tagore mulai menulis puisi sejak usia delapan tahun, ia menggunakan nama samaran “Bhanushingho” (Singa Matahari) untuk penerbitan karya puisinya yang pertama pada tahun 1877, dan menulis cerita pendek pertamanya pada usia enam belas tahun. Ia mengenyam pendidikan dasar di rumah (Home Schooling), dan tinggal di Shilaidaha, serta sering melakukan perjalanan panjang yang menjadikan ia seorang yang pragmatis dan tidak suka/patuh pada norma sosial dan adat. Rasa kecewa kepada British Raj membuat Tagore memberikan dukungan pada Gerakan Kemerdekaan India dan berteman dengan Mahatma Gandhi. Dan juga dikarenakan rasa kehilangan hampir segenap keluarganya, serta kurangnya penghargaan dari Benggala atas karya besarnya, Universitas Visva-Bharati.


Beberapa karya besarnya antara lain Gitanjali (Song Offerings), Gora (Fair-Faced), dan Ghare-Baire (The Home and the World), serta karya puisi, cerita pendek dan novel dikenal dan dikagumi dunia luas. Ia juga seorang reformis kebudayaan dan polymath yang memodernisasikan seni budaya di Benggala. Dua buah lagu dari aliran Rabindrasangeet (sebuah aliran lagu yang ia ciptakan) kini menjadi lagu kebangsaan Bangladesh (Amar Shonar Bangla) dan India (Jana Maha Gana).

Oleh :Jro Mangku Suro

Kamis, 02 Juli 2009

Inspirasi

Develop knowledge about the higher levels of consciousness and the higher planes of existence. Knowledge leads to skill. From skill in using such knowledge, one acquires balance. You must recognize that this life is a stage in the long pilgrimage, and that we are now at a hotel, a temporary resting place. There is a watchman to the hotel, which is your mind. Do not feel permanently attached to the mind or the body. This "negative" body has the "positive" Divinity within it. When you become all embracing infinite Love, the Divine will manifest in and through you. Try to be like the Divine.



Kembangkanlah pengetahuan mengenai tingkat kesadaran yang lebih tinggi dan taraf kehidupan yang lebih tinggi. Pengetahuan akan mengarahkanmu pada keterampilan. Dari keterampilan dalam memanfaatkan pengetahuan tersebut, seseorang akan memperoleh keseimbangan. Engkau harus menyadari bahwa kehidupan ini adalah bagian satu babak dalam drama perjalanan suci yang panjang, dan saat ini kita ada dalam suatu tempat penginapan, suatu tempat peristirahatan yang sementara. Ada sang pengawas di tempat penginapan tersebut, yang tidak lain adalah pikiranmu. Jangan terikat selama-lamanya pada pikiran atau badan. Badan “negatif” ini memiliki Ketuhanan “positif” di dalamnya. Saat engkau semua merangkul Kasih abadi, Tuhan akan mewujud di dalam dan melalui dirimu. Cobalah untuk bisa menjadi seperti Sang Illahi.

.


Sai Inspires - 1st July 2009



Do not seek to discover or discuss the evil in others, for the attempt will tarnish your own mind. When you are engaged in searching for the faults and the failings of others, you are paving the way for developing those faults and failings in yourself. Dwell on the good in others, and in time, it will prove to be an asset to you. The goodness latent in you shall then be urged to sprout and blossom.

Jangan mencari-cari atau membicarakan keburukan dalam diri orang lain, karena kelakuan seperti itu akan menodai pikiranmu sendiri. Ketika engkau sibuk dalam usaha mencari kesalahan dan kegagalan orang lain, engkau sedang membangun jalan untuk mengalami kesalahan dan kegagalan itu pada dirimu sendiri. Selamilah kebaikan dalam diri orang lain, dan pada waktunya nanti, hal itu akan tebukti menjadi sesuatu yang berguna bagi dirimu sendiri. Kebaikan yang ada di dalam dirimu akan tumbuh semakin besar dan mekar.





THOUGHT FOR THE DAY



Whatever activity you undertake, dedicate it to God. All the powers in your body are the gifts of God. In fact, divinity pervades every inch, every cell and every atom of your body. If you waste such a divine power, it amounts to sacrilege. Dedicate your body, mind and intellect, in fact, everything of yours, to God. Wherever you are, in whatever circumstances you are placed in, do not ever forget God. Sarvada Sarvakaleshu Sarvatra Hari Chintanam (Everywhere, at all times, under all circumstances contemplate on God).

Apapun juga aktivitas yang engkau lakukan, persembahkanlah kepada Tuhan. Semua kemampuan yang engkau miliki merupakan hadiah dari Tuhan. Sesungguhnya, ketuhanan meliputi setiap bagian, setiap sel dan atom dari badanmu. Jika engkau menyia-nyiakan kemampuan ketuhanan ini, sama saja dengan melakukan perbuatan yang tidak suci. Persembahkanlah badanmu, pikiran dan akal budimu, sesungguhnya, segala milikmu, untuk Tuhan. Dimanapun engkau berada, dalam situasi apapun engkau ditempatkan, jangan pernah melupakan Tuhan. Sarvada Sarvakaleshu Sarvatra Hari Chintanam (Dimana-mana, setiap saat, dalam situasi apapun selalu merenungkan Tuhan).

















"Chamatkara"


Let us consider the act of "Chamatkara, " the acts that attract and cause you to wonder. You see a flower. You long to hold it in your hand only when its colour or fragrance is attractive. You enter the market and see heaps of fruits. If the fruits are not attractive, you have no urge to eat them and benefit by them. Attraction is the nature of the Divine. When one renounces one's selfish desires, his/her love expands unto the farthest regions of the Universe until that person becomes aware of the Cosmic Love that feeds all.


Mari kita coba menelaah tentang “Chamatkara”, sesuatu yang menarik perhatian dan membuatmu kagum. Engkau melihat sekuntum bunga. Engkau akan menggenggamnya lama dengan tanganmu jika warna dan aromanya menarik. Engkau masuk ke dalam pasar dan melihat setumpuk buah-buahan. Jika buah-buahan tersebut tidak menarik, engkau tidak akan merasa harus memakan buah tersebut dan mengambil manfaatnya. Daya tarik adalah pembawaan alami dari Ketuhanan. Ketika seseorang melepaskan nafsu keinginan diri sendiri, maka kasihnya akan mengembang sampai tempat yang terjauh dari Alam Semesta ini sampai orang tersebut menjadi sadar akan Kasih Alam Semesta yang meliputi semuanya.




Virtue is the sign of an educated person.

Kebajikan adalah tanda seseorang yang terpelajar.