Jumat, 22 Januari 2010

KEBIJASANAAN KUNO SANGAT DIPERLUKAN

Tidakkah manusia telah melatih diri dalam berbagai cabang seni, keahlian, dan ilmu pengetahuan? Tidakkah mereka telah merancang berbagai mesin yang tidak terhitung jenisnya? Tidakkah mereka telah mengumpulkan pengetahuan yang tak terhingga banyaknya? Meskipun demikian, manusia belum mendapat kedamaian hati yang sangat diperlukan untuk memperoleh kebahagiaan. Sebaliknya, dengan berlalunya waktu, pengetahuan ini menenggelamkan manusia ke dalam kesulitan yang makin lama makin besar, sedangkan kedamaian makin lama makin menjauh.

Sebabnya adalah: keahlian dan pengetahuan ini hanya mempunyai nilai yang sementara; mesin-mesin tersebut hanya menunjang kesenangan duniawi. Semua pengetahuan itu hanya berkenaan dengan hal-hal yang sementara dan fana. Pengetahuan ini tidak akan pernah dapat mengungkapkan rahasia terdalam alam semesta.

Ada satu rahasia yang pengungkapannya akan membuka semua rahasia; bila masalah itu kau pecahkan, semua masalah akan kau temukan jawabnya; ada satu simpul yang penguraiannya akan membuka semua simpul. Ada satu ilmu yang jika dikuasai, akan membuat engkau menguasai semua ilmu. Pengetahuan yang penting itu adalah pengetahuan abadi (sanathana vidya) dari kitab-kitab suci yang kuno.

Bila sebatang pohon akan dimusnahkan, akar utamanya harus dipotong. Tidak ada gunanya berusaha membinasakan pohon itu dengan memetiki daunnya satu persatu. Hal itu akan memerlukan waktu yang lama sekali, selain itu, mungkin tidak akan ada hasilnya. Para ahli dalam kitab suci Weda yang bijak waskita pada zaman dahulu, memiliki pengetahuan ini. Karena olah tapa yang mereka lakukan, mereka mendapat penampakan Tuhan dan memperoleh rahmat-Nya. Pengetahuan yang mereka temukan dengan usaha yang gagah berani itu, mereka catat dan mereka ajarkan pada orang lain. Pencari kebenaran dari manca negara datang untuk mempelajari kitab-kitab ini. Mereka mengatakan bahwa India telah merintis jalan bagi seluruh dunia. Hal ini telah diakui di mana-mana. Tetapi, orang India zaman sekarang malu mengakui tokoh-tokoh waskita yang agung itu sebagai leluhur mereka. Sebuah pelita dapat menerangi ruangan, tetapi justru di kaki pelita itu terdapat lingkaran yang gelap. India tidak mengetahui dan tidak mempedulikan harta spiritualnya yang sangat berharga. Dapatkah kita menganggap hal ini sebagai permainan nasib dan membiarkannya saja?

Pada zaman dahulu, orang-orang India melakukan upacara doa harian, mereka duduk di suatu tempat yang telah disucikan, dilingkungi oleh suasana kudus, dan menenggelamkan diri dalam pengkajian serta penerapan ajaran kitab suci Weda dan Upanishad. Selain itu, mereka mencatat pengalaman-pengalaman mereka, tidak hanya supaya mudah diingat, tetapi juga untuk membimbing orang lain. Tetapi anak cucu mereka hanya meletakkan kitab-kitab tersebut di altar dan memuja buku tersebut. Karena dilalaikan, akhirnya buku itu rusak menjadi rongsokan kertas atau hancur menjadi debu. Naskah-naskah kuno yang terbuat dari daun lontar itu lapuk dan rusak dimakan tikus. Tetapi siswa yang penuh minat dari negara-negara Barat datang mencari naskah kuno yang rusak itu. Mereka insyaf bahwa naskah itu merupakan sumber penerangan yang tiada bandingnya dan mengandung ajaran kebijaksanaan yang tidak ternilai harganya. Mereka menjunjungnya dengan penuh hormat dan menyambutnya sebagai hadiah yang tidak ternilai harganya dari India yang abadi, bagi mereka dan anak-anak mereka. Orang-orang Barat membawa ajaran ini ke seberang lautan dengan mata yang berseri-seri penuh suka cita dan hati penuh rasa syukur.

Sekarang, perlukah Kukatakan padamu apa yang dilakukan oleh putra putri India masa kini? Orang India tidak membuka kitab-kitab kuno ini, tidak membacanya, bahkan tidak memperdulikannya. Hanya satu di antara sejuta yang membacanya dan orang itu pun diejek sebagai orang yang tolol dan aneh. Orang India zaman kini menertawakan kitab-kitab tersebut sebagai campuran antara dusta serta legenda dan mereka memperdebatkan keaslian sejarah serta penulisnya. Mereka menolak bahasa Sanskerta karena dianggap "terlalu sulit untuk dipelajari" dan memberikan harta spiritual yang tidak ternilai itu kepada para sarjana asing. Alangkah tragis pemandangan ini. Seandainya mereka mempelajari bahasa ibu mereka dengan teliti, keadaan yang menyedihkan ini akan sedikit terimbangi, tetapi hal ini pun mereka lalaikan. Di mana-mana kelalaian.

Aku tidak mengecam kebahagiaan duniawi. Sama sekali tidak. Aku senang bila orang-orang berbahagia. Tetapi engkau harus sadar bahwa kebahagiaan semacam ini tidaklah langgeng sifatnya. Aku menghendaki agar engkau mempelajari semua keahlian dan pengetahuan untuk memperoleh kebahagiaan duniawi. Tetapi Aku ingin agar engkau juga ingat bahwa kebahagiaan ini hanya sementara.

Kebahagiaan yang langgeng hanya dapat diperoleh melalui satu pengetahuan, yaitu pengetahuan abadi dari kitab-kitab Upanishad. Inilah ilmu tentang kesadaran Tuhan, inilah ajaran para resi. Hanya pengetahuan itulah yang dapat menyelamatkan manusia dan memberinya kedamaian hati. Tidak ada yang lebih tinggi dari hal tersebut. Itu adalah fakta yang tidak dapat dibantah lagi. Apa pun juga suka duka yang kau alami, apapun juga hal yang kau pelajari sebagai bekal hidupmu, pancangkanlah selalu pandanganmu pada pengetahuan Tuhan yang abadi. Bila manusia hanya mempertajam kecerdasannya dan mengumpulkan keterangan-keterangan belaka tanpa menumbuhkan serta mempraktekkan sifat-sifat yang baik, kesejahteraan dunia akan terancam dan tidak akan dapat maju.

Meskipun demikian, tampaknya manusia zaman ini kurang menghargai keutamaan, karena sistem pendidikan sekarang tidak mengikutsertakan ajaran dan latihan spiritual. Pendidikan yang benar tidak akan merusak atau menyelewengkan aneka kebajikan yang indah yang dimiliki anak-anak dan juga tidak akan puas bila hanya mengisi pikiran anak-anak dengan hal-hal yang tidak berguna. Pendidikan yang benar-benar bermanfaat hanyalah pendidikan yang memberi peluang penuh untuk mengembangkan semua kebajikan yang merupakan ciri utama manusia.

Senin, 18 Januari 2010

HINDU TERBUKTI BENAR-BENAR DATANG DARI TUHAN

Oleh : Sri Jahnava Nitai Das

Sejauh kita perhatikan dalam sejarah, Hindu Dharma tidak memiliki satu pendiri seperti agama-agama lain. Pustaka-pustaka suci kuno India (Veda) menyatakan bahwa dharma ini sesungguhnya didirikan atau berasal langsung dari Tuhan Sendiri (dharman tu saksad bhagavad pranitam). Dari sudut pandang kitab suci, ‘agama’ atau dharma ini termanifestasi bersamaan dengan setiap kali penciptaan oleh kehendak Tuhan. Setelah penciptaan siklik dari alam semesta yang menjadi tempat kita hidup saat ini, Tuhan Tertinggi yang disebut sebagai Narayana dalam Veda, mengajarkan dharma kepada Brahma, insan pertama di alam semesta. Brahma kemudian mengajarkannya kembali kepada putra-putranya, salah satunya adalah Narada, yang kemudian menyampaikannya lagi kepada Vyasa Mahamuni. Dengan cara inilah dharma yang purba ini diturunkan melalui sebuah rangkaian garis perguruan yang bermula langsung dari Tuhan melalui jutaan tahun yang tak terhitung lamanya.
Dengan demikian agama yang bersumber dari Veda ini dikenal sebagai sanatana-dharma, atau agama yang kekal, karena ia melampaui segala konsep ruang dan waktu buatan manusia. Kita tidak boleh bingung antara sanatana dharma dengan keyakinan agama lain yang bersifat sektarian, karena sanatana dharma ini sungguh-sungguh merupakan fungsi yang asli dari sang jivatma, sebagaimana sifat cair tidaklah dapat dipisahkan dari air.

Nama atau kata modern Hinduisme atau agama Hindu, merupakan istilah yang baru saja dikembangkan pemakaiannya kira-kira 700 tahun yang lalu oleh penjajah Muslim di India. Ada sebuah sungai yang disebut Shindu, yang salah disebut oleh para penjajah ini sebagai Hindu. Semua orang yang tinggal di seberang sungai itu, tak peduli apapun keyakinannya, disebut oleh mereka orang-orang Hindu. Ajaran-ajaran suci dan nilai-nilai yang dianut oleh orang-orang ‘Hindu’ ini secara mudah juga mereka sebut agama Hindu, untuk membedakannya dari keyakinan yang mereka anut. Sehingga tentu saja salah apabila kita menyimpulkan bahwa ada kemungkinan kita dapat melacak sejarah awal agama kuno India berdasarkan penggunaan kata ini dalam sejarah. Kita harus mengetahui bahwa dalam kitab-kitab suci ‘Hindu’ yang purba ini tak dapat ditemukan satu kata Hindu pun. Namun kita menemukan kata sanatana-dharma (dharma yang kekal), vaidika-dharma (dharma dari Veda), bhagavata-dharma (dharma yang berasal dari Tuhan), dan sebagainya.

Dharma ini senantiasa segar dan abadi. Artinya dia tidak pernah ketinggalan jaman dan ada untuk selamanya. Dijelaskan dalam sastra suci Veda bahwa kapanpun dharma ini melemah atau bahkan lenyap, maka Tuhan Sendiri akan turun membangunnya kembali. Salah satunya adalah ketika Beliau turun sebagai Sri Krishna 5000 tahun yang lalu. Beliau menegakkan kembali dharma dengan memusnahkan berbagai kekuatan jahat dan menyabdakan kembali Bhagavad-gita di tengah medan perang Kuruksetra. “Yada yada hi dharmasya glanir bhavati bharata abhyutthanam adharmasya tadatmanam srijamy aham,” Kapanpun prinsip-prinsip dharma mengalami kemunduran dan adharma merajalela, pada saat itu Aku (Tuhan) sendiri turun untuk menegakkannya kembali” (Bhagavad Gita 4.7).

Dalam sejarah Veda, ada tak terhitung banyaknya orang-orang suci yang datang dan menyebarluaskan ajaran-ajaran rohani yang terkandung dalam Pustaka Suci Veda, tetapi tak satupun dapat disebut sebagai pendiri agama. Masing-masing adalah murid (sishya) dari seorang guru dan masing-masing juga menyampaikan pengetahuan yang sama sebagaimana diajarkan oleh gurunya terdahulu. Inilah sistem Veda, tidak ada pendiri, karena setiap orang pertama-tama dan utamanya adalah seorang murid. Dharma tidak bisa dibuat manusia, diawali oleh manusia, atau bahkan oleh makhluk-makhluk lain yang lebih dari manusia. Dharma dijelaskan sebagai ajaran dan petunjuk langsung dari Tuhan, “dharman tu saksad bhagavad pranitam.” Dharma ini tidak bermula dari makhluk fana apapun (apauruseya).

Bagaimana kita bisa yakin bahwa ajaran Hindu yang bersumber pada Veda ini sungguh-sungguh berasal dari Tuhan? Mudah saja, pertama tidak ada yang bisa membuktikan kapan Veda bermula. Veda sanatana, kekal abadi, anadi dan ananta, tiada awal dan akhirnya, karena Veda merupakan sabda-brahma yang memancar (nigama) langsung dari Tuhan Yang Maha Esa, yang juga adalah sanatana, anadi, dan ananta. Kedua, Veda merupakan apauruseya, tidak berasal dari makhluk fana. Tidak satu agamapun yang bisa mengatakan ajaran atau kitab sucinya apauruseya, semua agama lain terbukti memiliki nabi yang mengawali berdirinya agama itu. Ketiga, hanya dalam Veda Tuhan Sendiri berjanji untuk menjaga dharma ini secara langsung. Beliau Sendiri bersedia menyisihkan keagungan-Nya (paratva) untuk turun ke dunia menyelamatkan Veda-dharma. Beliau sungguh-sungguh menunjukkan betapa besar kasih sayang-Nya (vatsalyatva) bagi pengikut Veda. Untuk mereka Beliau menyediakan Diri-Nya untuk mudah didekati (saulabhya) dan dapat bekerja sama dengan mereka menjaga dharma (sausilya).

Dalam agama lain, ajaran seperti ini tidak ada. Secara logika (anumana) kita bisa menyimpulkan bahwa tuhan yang dipuja di sana bukanlah Tuhan Sejati, karena tuhan itu tidak mampu turun ke dunia. Apapun alasannya, apabila ada yang tidak bisa dilakukan oleh suatu Ada/Being (vastu), maka pastilah itu bukan Tuhan. Bagaimana mungkin ada tuhan yang tidak mampu melakukan sesuatu? Kemudian andaikata yang dipuja itu adalah Tuhan Sejati yang disebutkan juga dalam Veda, maka Tuhan menganggap selain Vedadharma tidak pantas atau tidak cukup layak mendapatkan perhatian yang besar. Buktinya Beliau tidak bersedia secara langsung turun ke dunia menjaga dharma non-vedik itu.

Hanya dari tiga kenyataan ini saja kita sudah mampu melihat bahwa Vedadharma ini memang sungguh-sungguh berasal dari Tuhan Yang Maha Esa. Sebenarnya lebih mudah membuktikan keabsahan Veda dibandingkan ajaran-ajaran agama bernabi. Siapa bisa menjamin kalau manusia-manusia yang disebut nabi, yang lahir tidak lebih dari beberapa ribu tahun yang lalu itu, memang benar menerima wahyu dari Tuhan? Mereka hanya membawa suatu ajaran yang berasal entah dari mana dan bersifat eksternal (external unknown source). Mereka memaksa suatu masyarakat berubah di bawah ancaman dan hukuman. Berbeda dengan para Maharishi Veda. Para Maharishi menyatakan bahwa mereka hanyalah menyampaikan dharma yang kekal, dharma yang terkandung dalam diri sejati kita. Mereka hanyalah berusaha mengembalikan apa yang sesungguhnya memang milik kita, menyatu dengan jati diri kita yang asli. Para Maharishi tidak datang untuk sekedar menyuruh kita tunduk kepada Tuhan dan diri mereka sebagai utusan-Nya. Beliau-beliau ini hanya menyatakan diri sebagai orang yang lebih dahulu menginsafi Brahman Tertinggi, kemudian mengajak kita untuk turut mengalami sendiri potensi tak terbatas kita dalam berhubungan dengan Brahman. Ajarannya merupakan cara kita melatih diri menginsafi dharma sejati kita. Inilah yang menjadi dasar ajaran rohani yang kini disebut Hindu itu.

Sri Jahnava Nitai Das adalah editor Buletin Tattvaprakash dan mengelola forum diskusi sanatana-dharma di internet, dari Bhaktivedanta Ashram and Bhaktivedanta International Charities, Bhadrak, Orissa, India.

(MH)

WUJUD TUHAN

WUJUD TUHAN

Para Rsi Veda mencoba dengan penuh rasa bhakti utnuk menemukan Tuhan didalam keberadaan utama dengan impersonalitas penuh. Mereka mengatakan” kita mulai mendapatkan petunjuk yang sangat bagus tentang Tuhan pada tahapan dimana otak kita merasa letih”. Dia tak dapat dipahami melalui logika apapun. Dia hanya dapat dialami sebagaimana kita mengalami uadara yang menyentuh tubuh kita. Pengalaman seperti ini dapat dicapai dengan penyerahan diri sepenuhnya”. Pembacaan mantra-mantra veda akan sangat berarti bila si Pembaca berupaya merealisasikan Tuhan sebagai penyandang status tertinggi. Pencapai utama mantra-mantra Veda adalah dalam mengembangkan suau penyatuan dengan Tuhan yang menyandang “status tertinggi”. Veda mengajarkan kepada kita bahwa Tuhan sebagai “roh individu”. Senantiasa bersama kita setiap saat dalam situasi apapun juga.

Dialah pelindung kehidupan sekaligus kematian kita. Dalam Brahmasutra 2.3 dikatakan “Janmadaysya Yatah Sastrayonitvat” yang bermakna Tuhan adalah sebab dibalik asal mula kita dan memberikan perlindungan kepada kita. Karena Ia adalah penyebab maka, Ia pun merupakan pencipta dari sastra veda dan dinyatakan dengan sastra. Tuhan adalah pencipta tetapi bukan dari ketiadaan seperti keyakinan agama-agama abraham melainkan proses penciptaan berasal dari persatuahn Purusha dan prakerti yang terdapat dalam Tuhan sendiri. Tuhan adalah pelukis yang agung tetapi Ia bukan pesulap Dia mencipta dengan keberadaanNya dengan sangat agung ( Mahipraniti ). Dengan cahayaNya yang maha suci dan Ia adalah satu-satunya Tuhan dari semua ciptaan. Dengan “Lila”Nyalah Tuhan menciptakan semua ini.


Dalam kisah agung Mahabarata Tuhan dalam wujud Srikrsna telah memperlihatkan bentuk-Nya yang tak terhingga dan begitu mengagumkan. Alam semesta berada dalam badan Tuhan dan tak satu ruangpun luput dari perhatian Tuhan. Tuhan adalah awal sekaligus akhir dari segala sesuatu Tuhan berada dimana-mana termasuk dalam setiap mahluk namun Tuhan tersisih dari segala karma baik atau buruk. Tuhan hanya dapat di lihat melalui cinta kasih (bhakti) karenaTuha bersifat tak terpkirkan dan hanya mata rohanilah yang dapat memahami hal tersebut. Lebih lanjut dijelaskan dalam bentuk semesta, arjuna melihat mulut-mulut tak terhingga, wahyu-wahyu ajaib yang tak terhingga, perhiasan Rohani yang tak terhingga, senjata rohani yang tak dapat di lukiskan, cahaya kebahagiaan tanpa batas yang menyebar kemana-mana dan tentu saja hal tersebut tak tertangkap oleh akal pikiran manusia begitulah keagungan Tuhan yang tak terpikirkan oleh siapapun. Tuhan mengatasi segala hal ia ada dalam setiap individu termasuk “Dyav A Partivyoh” ( Ruang antara Sorga dan Bumi ) dan “Lokatrayam” ( Tiga Dunia ).


Berbeda dengan ajaran agama lain, dalam agama hindu Tuhan berada dalam posisi imanen dan transenden Dalam islam misalnya banyak para Filsuf mengidentikkan ajaran wahdat al-wujud Ibn Arabi dengan panteisme dalam arti bahwa yang disebut Tuhan adalah alam semesta. Jelas bahwa Ibn Arabi tidak mengidentikkan alam dengan Tuhan. Bagi Ibn Arabi, sebagaimana halnya dengan sufi-sufi lainnya, Tuhan adalah transendental dan bukan imanen. Tuhan berada di luar dan bukan di dalam alam. Alam hanya merupakan penampakan diri ( tajalli ) dari Tuhan, dengan kata lain Kuasa Tuhan dalam padangan ini lebih terbatas hanya sebatas luar mahluk hidup saja.

Banyak gelar atau sebutan yang diberikan untuk rnenyebut nama Tuhan Yang Maha Esa. Banyak pula kekuatan Tuhan ataupun kemahakuasaan-Nya. Tuhan juga memiliki banyak bentuk atau banyak wujud (bahu murti). Begitu pula dalam kaitannya dengan kebera daan-Nya, bahwa Tuhan ada dimana mana (wyapi wyapaka). Tuhan memiliki beragam sifat atau karakter (Saguna Brahman). Tuhan pula sesungguhnya tidak dapat dipikirkan (acintya). Masih banyak lagi karakter Tuhan itu sendiri.


“Maya tatam idam sarwam jagad awyaktamurtina. Matsthani sarwabhutani na ca ham tesawawasthitah,” maksudnya adalah alam semesta ini diliputi oleh Aku (Brahman) dengan wujud Aku secara rohani (atman), namun disisi lain semua makhluk ada pada-Ku.
Segala manifestasi, Dewa Siva, para Aditya, para Vasu, para Sadhya, para Visvadeva, Asvi, para Marut, para Leluhur, para Gandarva, para Yaksa, para Asura dan seluruh Dewa-Dewi yang sempurna memuja-Ku dengan rasa kagum dan bhkati.

Hindu memuja berhala?

Dalam Bhagavad Gita 10.40 Sri Krishna berkata, “Nanto’smi mama divyanam vibhutinam, wujudKu yang rohani nan mulia tidak terbatas”. Sedangkan Brahma sang Pencipta dunia fana berkata “Advaitam acyutam anadim ananta rupam, Sri Acyuta (Krishna) yang satu tiada duanya itu, tidak berawaldan memiliki wujud beraneka-ragam tak terbatas” (Brahma Samhita 5.33). alam semesta material adalah wujud semesta Tuhan (Bhagavata Purana 1.5.20, Idam hibhagavan iva. Mundaka Upanisad 2.1.10, purusam evedam visvam),

Bhagavata Purana 10.40.7 Para bhakta berdoa, “Yajanti tvam maya vai bahu murtyeka murtikam, Tuhanku, meskipun Anda mewujudkan diri dalam berbagai macam rupa dan bentuk, tetapi Anda tetap satu tiada dua, dan kami hanya menyembah diri-Mu saja”. Memuja Tuhan dalam wujud arca bukan berarti memuja benda mati apalagi tindakan tersebut dipandang sesat (musrik) oleh agama lain. Tetapi bagi seoang bhakta, Tuhan hanya dapat dipahami melalui praktek bhakti secara mendalam dan adalah wajar mencintai Tuhan dengan sepenuh hati. Arca Vigraha, gambar Tuhan yang dipuja di kuil/mandir adalah juga wujud Tuhan (Padma Purana, arcye visnau siladhir .. Yasya va narakisah). Huruf OM (Pranava Omkara) yang mengawali setiap mantra Veda juga adalah juga wujud Tuhan (Bhagavad Gita 7.8, pranavah sarva vedesu. Bhagavad Gita 9.17, vedyam pavitram omkara), lantas apa bedanya dengan aksara suci yang menggambarka Tuhan dalam agama lain seperti allah (dikubah masjid) atau salib (dalam setiap gereja). Sesungguhnya Tuhan tidak ada pada patung yang terbuat dari kayu, batu atau tanah. “Bhave hividyate devas,” Tuhan ada dalam bhakti. “Tasmad bhave hi karanam,” maka bhakti adalah penyebab Beliau ada pada patung itu”.

Minggu, 17 Januari 2010

SOCRATES


SOCRATES Seorang Maharsi Dari Athena

Socrates lahir di Athena yunani pada tahun 469 SM. Pada saat Athena berada dimasa keemasan.athena selalu memenagkan peperangan diantaranya melawan Persia yang berlangsung selama dua puluh tahun. Selain memiliki angkatan perang kuat Athena ternyata memiliki kebudayaan dan karya sastra serta filsafat yang sangat maju. Tetapi dalam masa yang sama sebagian besar penduduknya adalah Budak. Bentuk demokrasi hanya terbatas diwilayah Negara kota saja bukan pada sebagian besar populasinya. Apa yang naik pasti akan turun, akhirnya Athena mengalami kekalahan demi kekalahan dalam perang melawan . Socrates hidup pada saat masa kemunduran Athena, dia kebingungan memikirkan negaranya yang kalah perang akibat dari kesombongan negaranya sendiri. Ada dua pembelajaran utama pemikiran filsafat diathena pada masa Socrates yang pertama berkaitan dengan fenomena alam danyang kedua adalah tentang prilaku manusia. Socrates (469-399 SM) adalah konfusius dunia barat. Sebagian besar ahli filsafat meyakini bahwa setiap orang melihat dunia dengan caranya sendiri dan kerana tersebut berbeda-beda, tidak akan ada kebenaran universal dan tidak ada pengetahuan yang bisa diandalkan. Socrates menilai ini berbahaya dan iapun mulai menentangnya.Misi Socrates adalah mencari kebenaran. Dia percaya bahwa hidup adalah tidak berharga kecuali manusia mau mencari kebenaran dan mempertanyakan segala sesuatu. Filsuf inggris, john stuart miller meringkas gagasan ini,”apakah kamu lebih suka menjadi Socrates yang menderita atau seekor babi yang bahagia? ” Menurutnya babi adalah binatang yang mudah puas dengan kenyamanan materi dan tidak memiliki keinginan akan kehidupan intelektual. Walaupun tak ada yang mengetahui dengan pasti apakah babi memang benar-benar bahagia atau Socrates benar-benar menderita.

Masa muda Socrates adalah berperang dan menjadi prajurit Athena yang pemberani. Namun ia lebih suka berkeliling dari rumah ke rumah dan berdiskusi tentang negaranya Athena dan kehidupan manusia Athena yang lebih baik dan cerdas. Socrates selalu mempertanyakan kepada setiap orang bagaimana seseorang bisa begitu gampang menerima setiap gagasan yang diwariskan para orang tua atau guru mereka disekolah tanpa merenungkan dan mempertanyakan kembali apakah gagasan tersebut benar atau salah. karena menurutnya tidak mungkin mengembangkan kebijaksanaan sejati tanpamempertanyakan segala sesuatu.

Banyak orang merasa bingung, ragu-ragu bahkan marah terhadap pemikiran Socrates yang dipandang aneh waktu itu. Socrates bahkan merendahkan mereka yang berpendidikan formal dengan mengatakan mereka tidak berpengetahuan.. salah satu muridnya pernah berkata,”anda seperti belut listrik yang berenang kesana kemari dan menyetrum segala sesuatu yang anda sentuh! Setiap orang yang anda ajak berbicara merasa tercekat! ” Socrates menjawabJika tujuanku membuat orang tercekat, itu salah.

Sebenarnya aku juga tidak berpengetahuan dan tercekat.” Socrates banyak memberikan ceramah, yang inti sarinya dicatat oleh seorang muridnya bernama beladu, dan menjadi sebuah buku yang berjudul “catatan dialog”. Buku ini adalah buku filsafat terbaik dieropa. Beladu akhirnya menjadi filsuf terkenal dieropa.

Bagi Socrates adalah bila seseorang enggan mengakui kebodohannya sendiri, dia pasti tak akn pernah bisa merenungkan arti kehidupan. Dia hanya akan dapat membantu orang lain merenungkan arti kehidupan. Dan inimerupakan suatu kebodohan. Socrates bukan lelaki yang bertanggung jawab terhadap keluarga dan tidak terampil melakukan pekerjaan sehari-hari. Akibatnya hubungannya dengan istrinya menjadi kurang harmonis dan sering terjadi pertengkaran terutama dalam memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga mereka. Socrates banyak membantu orang dan mengajarkan sesuatu kepada murid-muridnya tetapi ia enggan menerima bayaran.

Suatu hari, Socrates pulang dengan senang setelah seharian berdiskusi dengan orang-orang dan disambut oleh istrinya dengan amarah.” Kamu hanya berjalan-jalan saja sepanjang hari. Kamu ntak pernah menghasilkan uang satu sen pun ! Lemari makan kita Kosong. Apa yang harus kita makan?” Socrates mencoba tak menghiraukannya, sehingga istrinya semakin marah sehingga memutuskan pergi dari rumah. Socrates tak tahu bahwa istrinya menaruh seember air diatas pintu rumanya. Tentu saja ember itu jatuh dan menimpanya, Socrates basah kuyup. Namun Socrates tidak marah, bahkan dia membuat lelucon,” Seharusnya aku tahu. Selalu ada hujan setelah turun petir,”dan meneruskan perjalanannya. Cerita ini akhirnya menjadi terkenal mengisahkan reputasi istrinya yang cerewet sehingga melahirkan pepatah “ Jika kamu menikahi perempuan yang baik maka, hidupmu akan Bahagia tetapi jika Kamu menikahi perempuan cerewet maka, setidaknya kamu akan menjadi seorang Filsuf”. Socrates adalah orang agmpangan. Suatu hari dia terbangun karena mendengar pintu rumahnya diketuk sekitar jam lima pagi. Sambil mengusap-ngusap matanya dia mencari tahu dan menemukan orang asing yang mengetuk pintu tersebut dan orang itu berkata,” aku akan pergi kuliah yang diberikan oleh Protha goras yang terkenal. Anda mau ikut tidak?” Socrates dengan segera berkemas dan ikut berangkat dengannya. Dalam diskusinya Socrates selalu berdikusi hasil tentang kehidupan. Dia merasa kehidupan menjadi kurang menarik jika kita mau menerima begitu saja apa yang menjadi ide, gagasan setiap orang. Dia menginnginkan masayarakat ikut berfikir tentang segala sesuatu yang diterimanya dan kebiasaan ini membuat Socrates dalam masalah.

Ketika sorang muridnya pergi kekuil dan bertanya kepada setiap orang apakah para dewa itu lebih pintar dari Socrates di Athena. Tentu jawaban mereka adalah “tidak” dan akhirnya sang murid melaporkan hal ini kepada gurunya Socrates. Socrates tidak terkesan,” aku tidak percaya!” jawabnya. “kita harus mencari orang yang lebih pandai daripada aku sehingga kita bisa membuktikan bahwa dewa-dewa itu salah.”hal ini mengantarkan Socrates menemui ajalnya. Orang yang pertama ia kunjungi adalah politikus dengan harapan bahwa politikus lebih bermoral, adil dan bijaksana. Namun , setelah berdiskusi dengan mereka, ia menyadari bahwa mereka tidak benar-benar memahami apa peran Negara kota dan belum memikirkan kehidupan dan masa depan rakyat Athena. Para politikus hanya mau belajar tentang kekuasaan dan cara-cara mempertahankan kekuasaannya itu. Dan tiba akhirnya Socrates harus diadili karena sikap dan tindakannya yang dianggap ”menghasut dan meracuni” pikiran rakyat Athena pada waktu itu. Dan salah satu pesan terakhirnya adalah “Hari ini kalian menghakimiku, tetapi kelak sejarah akan menghakimi kalian”

Socrates juga pernah berkata: saya bukan orang pandai tetapi saya seorang pengasih. Socrates bukan warga Athena apalagi yunani. Ia adalah warga dunia yang berwawasan luas dan besar hati. Dia selalu memimpikan kebenaran yang berlaku secara universal dan ia tidak peduli harus jatuh bangun untuk mencapainya.

Manusia di Jaman kali

Saat ini kita hidup dalam zaman yang dikenal sebagai zaman Kali Yuga. Zaman ini ditandai oleh kerusuhan yang hebat serta kemerosotan moral). Meskipun demikian, bila dibandingkan dengan zaman-zaman sebelumnya, zaman Kali Yuga ini menyodorkan lebih banyak jalan spiritual untuk mencapai wiweka. Jika yang diperlukan adalah pendidikan, pada masa ini tersedia berbagai macam sekolah dan yayasan pendidikan untuk mempelajari apa pun juga. Jika kekayaan yang diinginkan, sekarang terdapat bermacam-macam jalan untuk memperolehnya secara terhormat. Meskipun demikian, kebahagiaan dan kedamaian tidak bertambah; sebaliknya, bila dibandingkan dengan zaman-zaman sebelumnya, masa ini bahkan terdapat lebih banyak penderitaan lahir batin.
Apakah penyebab semua ini? Sebabnya terletak pada tingkah laku manusia, cara hidup manusia masa kini...Kehidupan sebagai manusia adalah tahap yang tertinggi dalam evolusi dunia. Meskipun begitu, tanpa usaha spiritual yang murni dan suci, hidup ini tidak ada artinya. Karakter sangat penting dalam usaha spiritual semacam ini. Karakter membuat hidup kita abadi; karakter hidup terus mengatasi kematian. Ada yang mengatakan, "Pengetahuan adalah kekuatan." Ini tidak benar. Karakter adalah kekuatan. Bahkan karakter yang baik merupakan prasyarat untuk memperoleh pengetahuan. Karena itu, engkau harus sungguh-sungguh menginginkan dan berusaha membuat karaktermu tidak tercela, bebas dari segala noda kejahatan.

Budha, Yesus Kristus, Sankaracharya, dan Vivekananda, semuanya selalu dikenang dan dikagumi. Orang-orang suci dan bakta Tuhan yang agung ini dihormati hingga sekarang. Kualitas apakah yang membuat mereka dikenang sepanjang masa? Kukatakan, itu adalah karena karakter mereka.

Tanpa karakter yang baik, kekayaan, pendidikan, dan status sosial, semua tidak berguna. Karakter adalah keharuman bunga yang memberi nilai dan hakikat. Seorang penyair atau pelukis, seniman atau ilmuwan, mungkin terkemuka dalam bidangnya masing-masing. Meskipun demikian, tanpa karakter ia tidak akan dihargai sebagai tokoh yang besar.

Mungkin engkau bertanya, apakah semua orang yang kini dianggap besar dan dihormati masyarakat benar-benar mempunyai watak yang luhur? Tetapi sekarang Aku berbicara tentang suatu masyarakat dan jenis karakter yang mengikuti nilai-nilai yang tidak berubah dan ini berlaku sepanjang waktu di segala tempat. Biasanya sifat-sifat yang dikagumi dunia berubah dari hari ke hari. Ragam watak berubah-ubah seiring dengan tingkah masyarakat. Tetapi watak yang tidak tercela mempunyai sifat utama yang abadi, tidak terpengaruh oleh perubahan masyarakat. Dalam pengertian itu, karakter yang baik bersifat langgeng karena berhubungan dengan sesuatu yang abadi, yaitu atma atau "diri yang sejati".

Sifat utama dalam karakter yang ideal adalah: kasih, kesabaran, kemampuan untuk menahan diri, ketabahan, kesetiaan, dan kedermawanan. Inilah sifat-sifat paling luhur yang harus kita jungjung tinggi.

Ratusan hal-hal kecil yang kita lakukan setiap hari akhirnya menetap menjadi kebiasaan; kebiasaan ini memberi bentuk pada kecerdasan dan mempengaruhi pandangan serta cara hidup kita. Semua hal yang kita jalin dalam rekaan angan-angan, semua yang kita cari dalam idaman dan kita rindukan dalam cita-cita, meninggalkan jejak yang tidak terhapus dalam pikiran serta perasaan. Hal ini menyimpangkan dan memutarbalikkan pengertian serta gambaran yang kita bentuk mengenai dunia di sekeliling kita, dan kita lalu terikat pada pengertian serta gambaran ini.

Keadaan seseorang sekarang diakibatkan oleh masa lalunya dan oleh kebiasaan-kebiasaan yang selama itu terbentuk. Apa pun juga sifat karakter seseorang, hal itu pasti dapat diubah dengan mengubah proses berpikir dan berangan-angan yang selama ini merupakan kebiasaannya.

Tidak ada orang jahat yang tidak dapat diperbaiki. Angulimala, bandit pembunuh, berubah menjadi orang yang baik budi karena pengaruh Buddha. Rathnakara, seorang pencuri, menjadi Resi Walmiki yang bijak waskita. Kebiasaan dapat diubah dan karakter dapat diperhalus dengan usaha yang sungguh-sungguh. Di dalam diri manusia selalu ada kemampuan untuk menentang kecenderungan-kecenderungan yang buruk dan mengubah kebiasaan yang tidak baik. Dengan melakukan pengabdian tanpa pamrih, dengan penyangkalan diri, dengan bhakti, doa, dan renungan, kita dapat membuang kebiasaan-kebiasaan lama yang mengikat manusia pada dunia. Kita dapat membentuk kebiasaan baru yang membawa kita sepanjang jalan Ilahi.

Tujuan semua kepustakaan spiritual: puisi, epik, buku, dan majalah adalah untuk membahas sifat karakter, mengungkapkan ciri-ciri serta keistimewaannya dan memberi penjelasan tentang proses perbaikannya. Inilah tujuan Sanathana Sarathi; majalah ini tidak dimaksudkan untuk memamerkan kesarjanaan atau mencari nama dan kemasyhuran.

Meskipun demikian, camkanlah, bahwa sekedar membaca buku atau majalah spiritual saja tidak akan memberimu wiweka. Kebenaran yang kau baca atau kau dengar harus diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Tanpa praktek, membaca buku hanyalah membuang-buang waktu. Bila kita membaca sesuatu hanya untuk melewatkan waktu, maka hal yang kita baca akan lewat bersama waktu dan kita tidak akan mendapat manfaat apa pun juga.

Sabtu, 09 Januari 2010

THOUGHT FOR THE DAY

THOUGHT FOR THE DAY

He who sees a pot can know clearly that it is a pot all by himself, is it not? Such being the case, how is it that one identifies oneself with the body, just because attachment makes one feel that it is one's own? This attachment is called the Ajnana, or the “My-ness”. The Atman is formless and free from all mutations. It has no desires, impulses or intentions. It is free from the attachment. Hence, the afflictions of the world (Thaapathraya) do not affect it. It always realizes that it is not the doer, and remains as a witness, just as the lotus thrives on the water, unaffected and unattached.

Ia yang melihat sebuah belanga mengetahui dengan jelas belanga tersebut seluruhnya dengan sendirinya, bukan? Demikian juga halnya bagaimana seseorang menyamakan dirinya dengan badan, karena keterikatanlah yang membuatnya merasa bahwa itu miliknya. Keterikatan ini disebut dengan Ajnana, atau “My-ness”. Atma itu tidak berwujud dan bebas dari semua perubahan. Ia tidak memiliki keinginan-keinginan , dorongan-dorongan atau maksud-maksud tertentu. Ia bebas dari keterikatan. Oleh karena itu, penderitaan- penderitaan di dunia (Thaapathraya) tidak akan mempengaruhinya. Ia selalu menyadari bahwa ia bukanlah pelaku, sama seperti bunga teratai yang tumbuh di dalam air, tidak terikat dan tidak terpengaruhi .

Jumat, 08 Januari 2010

Cubha dan Acubha Karma

Pada dasarnya sesuai dengan Siklus rwabhineda, perbuatan itu terjadi dari dua sisi yang Berbeda, yaitu perbuatan baik dan perbuatan yang tidak baik. Perbuatan baik ini Disebut dengan Cubha Karma, Sedangkan perbuatan yang tidak baik Acubha Disebut dengan Karma. Siklus cubha dan acubhakarma ini selalu saling berhubungan satu sama lain dan tidak dipisahkan.
Demikianlah perilaku manusia selama hidupnya berada pada dua jalur yang Berbeda itu, Sehingga dengan kesadarannya dia harus dapat Menggunakan kemampuan yang ada di dalam dirinya, yaitu kemampuan berfikir, kemampuan berkata dan kemampuan berbuat. Walaupun kemampuan yang dimiliki oleh manusia tunduk pada hukum rwabhineda, yakni cubha dan acubhakarma (baik dan buruk, benar dan salah, dan lain sebagainya), namun kemampuan itu sendiri hendaknya diarahkan pada çubhakarma (perbuatan baik). Karena bila cubhakarma gerak yang memiliki Pikiran, perkataan dan perbuatan, maka kemampuan yang ada pada diri manusia akan Menjelma menjadi prilaku yang baik dan benar. Sebaliknya, apabila yang menjadi sasaran acubhakarma gerak Pikiran, perkataan dan perbuatan manusia, maka kemampuan itu akan berubah menjadi perilaku yang salah (buruk).
Berdasarkan hal itu, maka salah satu kehidupan Aspek Sebagai manusia Pancaran dari kemampuan atau daya pikirnya adalah membeda-bedakan dan memilih yang baik dan benar bukan yang buruk atau salah.
Manusah sarvabhutesu
vartate vai cubhacubhe,
achubhesu samavistam
cubhesveva vakaravet. (Sarasamuccaya 2)
Dari Demikian banyaknya mahluk yang hidup, yang dilahirkan Sebagai manusia itu saja yang dapat Melakukan perbuatan baik buruk itu; Adapun untuk peleburan perbuatan buruk ke dalam perbuatan yang baik juga Manfaatnya jadi manusia.
Untuk Memberikan Batasan tentang Manakah yang Disebut Tingkah Laku baik atau buruk, benar atau salah, tidaklah mudah untuk menentukan secara tegas mengenai Klasifikasi dari pada baik dan buruk itu adalah sangat sulit. Sebab baik dan buruk seseorang belum tentu baik bagi bauruk atau orng lain. Hal ini tergantung tingkat kemampuan dan Kepercayaan serta pandangan hidup seseorang itu sendiri. Akan tetapi menurut agama Hindu disebutkan secara umum Bahwa perbuatan yang baik yang Disebut Cubhakarma itu adalah segala bentuk Tingkah Laku yang dibenarkan oleh ajaran agama yang dapat menuntun manusia itu ke dalam hidup yang sempurna, bahagia lahir bathin dan menuju kepada persatuan Atman dengan Brahman (Tuhan Yang Maha Esa). Sedangkan perbuatan yang buruk (acubhakarma) adalah segala bentuk Tingkah Laku yang menyimpang dan bertentangan dengan hal-hal tersebut di atas.
Untuk lebih jelasnya, Manakah bentuk-bentuk perbuatan baik (cubhakarma) dan bentuk-bentuk perbuatan yang tidak baik (Acubhakarma) menurut ajaran agama Hindu disjelaskan Sebagaimana berikut ini:
Çubhakarma (Perbuatan Baik)
1. Tri Kaya Parisudha
Tri kaya Parisudha artinya tiga gerak perilaku manusia yang harus disucikan, yaitu berfikir yang bersih dan suci (manacika), berkata yang benar (Wacika) dan berbuat yang jujur (Kayika). Jadi dari Pikiran yang bersih akan timbul perkataan yang baik dan perbuatan yang jujur. Dari Tri Kaya Parisudha ini timbul adanya sepuluh pengendalian diri yaitu 3 macam berdasarkan Pikiran, 4 macam berdasarkan perkataan dan 3 macam lagi berdasarkan perbuatan. Tiga macam yang berdasarkan Pikiran adalah tidak menginginkan sesuatu yang tidak halal, tidak berpikiran buruk terhadap mahkluk lain dan tidak Mengingkari adanya hukum karmaphala. Sedangkan empat macam yang berdasarkan atas perkataan adalah tidak suka mencaci maki, tidak berkata kasar kepada makhluk lain, tidak memfitnah dan tidak ingkar pada janji atau ucapan. Selanjutnya tiga macam pengendalian yang berdasarkan atas perbuatan adalah tidak menyiksa atau membunuh makhluk lain, tidak Melakukan Kecurangan terhadap harta benda dan tidak berjina.
2. Catur Paramita
Catur Paramita adalah empat bentuk budi luhur, yaitu Maitri, Karuna, Mudita dan Upeksa. Maitri artinya lemah lembut, yang Merupakan bagian budi luhur yang berusaha untuk kebahagiaan segala makhluk. Karuna adalah belas kasian atau kasih sayang, yang Merupakan bagian dari budi luhur, yang menghendaki terhapusnya pendertiaan segala makhluk. Mudita artinya sifat dan sikap menyenangkan orang lain. Artinya Upeksa sifat suka Menghargai dan sikap orang lain. Catur Paramita ini adalah Tuntunan Susila masunisa yang membawa kearah kemuliaan.
3. Panca Yama Bratha
Panca Yama Bratha adalah lima macam pengendalian diri dalam hubungannya dengan perbuatan untuk Mencapai Kesucian dan kesempurnaan rohani bathin. Panca Yama Bratha ini terdiri dari lima bagian yaitu Ahimsa artinya tidak menyiksa dan membunuh makhluk lain dengan sewenang-wenang, Brahmacari artinya tidak Melakukan hubungan kelamin selama Menuntut Ilmu, dan berarti juga pengendalian terhadap nafsu seks, Satya artinya benar, setia, jujur yang menyebabkan senangnya orang lain. Awyawaharita atau artinya Awyawahara Melakukan usaha yang selalu bersumber kedamaian dan ketulusan, dan Asteya atau Astenya artinya tidak mencuri atau menggelapkan harta benda milik orang lain.
4. Panca Nyama Bratha
Panca Nyama Bratha adalah lima macam pengendalian diri dalam tingkat mental untuk Mencapai kesempurnaan dan Kesucian bathin, Adapun bagian-bagian dari Panca Nyama Bratha ini adalah Akrodha artinya tidak marah, Guru Susrusa artinya hormat, taat dan tekun melaksanakan ajaran dan nasehat-nasehat guru, Aharalaghawa Pengaturan artinya makan dan minum, dan Apramada artinya taat tanpa ketakaburan Melakukan Kewajiban dan mengamalkan ajaran-ajaran suci.
5.Sad Paramita
Sad Paramita adalah enam jalan Keutamaan untuk menuju keluhuran. Sad Paramita ini meliputi: Dana Paramita artinya memberi dana atau sedekah baik berupa materiil maupun spirituil; Sila Paramita artinya berfikir, berkata, berbuat yang baik, suci dan luhur; Ksanti Paramita artinya Pikiran tenang, tahan terhadap Penghinaan dan segala penyebab penyakit, terhadap orang dengki atau perbuatan tak benar dan kata-kata yang tidak baik; Wirya Paramita artinya Pikiran, kata-kata dan perbuatan yang teguh, tetap dan tidak berobah, tidak mengeluh terhadap apa yang dihadapi. Jadi yang termasuk Wirya Paramita ini adalah keteguhan Pikiran (hati), kata-kata dan perbuatan untuk Membela dan melaksanakan kebenaran; Dhyana Paramita artinya niat mempersatukan Pikiran untuk menelaah dan mencari jawaban atas kebenaran. Juga berarti pemusatan Pikiran terutama kepada Hyang Widhi dan cita-cita luhur untuk keselamatan; Pradnya Paramita artinyaa Kebijaksanaan dalam Suatu Menimbang-nimbang kebenaran.
6.Catur Aiswarya
Catur Aiswarya adalah kerohanian yang Memberikan Suatu kebahagiaan hidup lahir dan batin terhadap makhluk. Catur Aiswarya terdiri dari Dharma, Jnana, Wairagya dan Aiswawarya. Dharma adalah segala perbuatan yang selalu didasari atas kebenaran; Jnana artinya pengetahuan atau Kebijaksanaan lahir batin yang berguna demi kehidupan seluruh umat manusia. Wairagya artinya tidak ingin terhadap kemegahan duniawi, Misalnya tidak berharap-harap menjadi pemimpin, jadi hartawan, gila hormat dan sebagainya; Aiswarya artinya kebahagiaan dan kesejahteraan yang didapatkan dengan cara (jalan) yang baik atau halal sesuai dengan hukum atau ketentuan agama serta hukum yang berlaku di dalam masyarakat dan negara.
7.Asta Siddhi
Delapan Asta Siddhi adalah ajaran kerohanian yang memberi Tuntunan kepada manusia untuk Mencapai Taraf hidup yang sempurna dan bahagia lahir batin. Asta Siddhi meliputi: Dana artinya senang Melakukan amal dan Derma; Adnyana artinya rajin memperdalam ajaran kerohanian (Ketuhanan); Sabda artinya dapat Mendengar wahyu karena intuisinya yang telah mekar; Tarka artinya dapat Merasakan kebahagiaan dan ketntraman dalam semadhi; Adyatmika Dukha artinya dapat mengatasi segala macam Pikiran gangguan yang tidak baik; Adidewika Dukha artinya dapat mengatasi segala macam penyakit (kesusahan yang berasal dari hal-hal yang gaib), seperti Kesurupan, ayan, gila, dan sebagainya. Adi Boktika artinya dapat mengatasi kesusahan yang berasal dari roh-roh halus, Racun dan orang-orang sakti; dan Saurdha adalah kemampuan yang setingkat dengan yogiswara yang telah Mencapai kelepasan.
8 Nawa Sanga
Nawa Sanga terdiri dari: Sadhuniragraha artinya setia terhadap keluarga dan rumah tangga; Andrayuga artinya mahir dalam ilmu dan dharma; bhiksama Guna artinya jujur terhadap harta majikan; Widagahaprasana artinya mempunyai batin yang tenang dan sabar; Wirotasadarana berani BERTINDAK artinya berdasarkan hukum; Kratarajhita artinya mahir dalam ilmu pemerintahan; Tiagaprassana artinya tidak pernah menolak perintah; Curalaksana BERTINDAK artinya cepat, tepat dan tangkas; dan Curapratyayana artinya perwira dalam perang.
9. Dasa Yama Bratha
Dasa Yama Bratha adalah sepuluh macam pengendalian diri, yaitu Anresangsya atau Arimbhawa artinya tidak mementingkan diri sendiri; Ksama artinya suka Mengampuni dan dan tahan uji dalam kehidupan; Satya artinya setia kepada ucapan Sehingga menyenangkan setiap orang; Ahimsa artinya tidak membunuh atau menyakiti makhluk lain; Dama artinya menasehati diri sendiri; Arjawa artinya jujur dan Mempertahankan kebenaran; Priti artinya cinta kasih sayang terhadap sesama mahluk; Prasada artinya berfikir dan berhati suci dan tanpa pamerih; Madurya artinya ramah tamah, lemah lembut dan sopan santun; dan Mardhawa artinya rendah hati; tidak sombong dan berfikir halus.
10. Dasa Nyama Bratha
Dasa Nyama Bratha terdiri dari: Dhana artinya suka berderma, Beramal saleh tanpa pamerih; Ijya artinya pemujaan dan sujud kehadapan Hyang Widhi dan leluhur; Tapa artinya Melatih diri untuk daya tahan dari emosi yang buruk agar dapat Mencapai ketenangan batin; Dhyana artinya tekun memusatkan Pikiran terhadap Hyang Widhi; Upasthanigraha artinya Mengendalikan hawa nafsu birahi (seksual); Swadhyaya artinya tekun Mempelajari ajaran-ajaran suci khususnya, juga pengetahuan umum; Bratha artinya taat akan sumpah atau janji; Upawasa artinya berpuasa atau berpantang trhadap sesuatu makanan atau minuman yang dilarang oleh agama; Mona artinya membatasi perkataan; dan Sanana artinya tekun Melakukan penyician diri pada tiap-tiap hari dengan cara mandi dan kebaya.
11.Dasa Dharma
Yang Disebut Wreti menurut Dasa Dharma Sasana, yaitu artinya murid Sauca rohani dan jasmani; Indriyanigraha artinya mengekang indriya atau nafsu; Hrih artinya tahu dengan rasa malu; Widya artinya bersifat bijaksana; Satya artinya jujur dan setia terhadap kebenaran; Akrodha artinya sabar atau mengekang kemarahan; Drti artinya murni dalam bathin; Ksama artinya suka Mengampuni; Dama artinya kuat Mengendalikan Pikiran; dan Asteya artinya tidak Melakukan Kecurangan.
12. Dasa Paramartha
Dasa Paramartha ialah sepuluh macam ajaran kerohanian yang dapat dipakai dalam Tingkah Laku Penuntun yang baik serta untuk Mencapai tujuan hidup yang Tertinggi (moksa). Dasa Paramartha ini terdiri dari: Tapa artinya pengendalian diri lahir dan bathin; Bratha artinya mengekang hawa nafsu; Samadhi artinya konsentrasi Pikiran kepada Tuhan; Santa artinya selalu senang dan jujur; Sanmata artinya tetap Bercita-cita dan bertujuan terhadap kebaikan; Karuna artinya kasih sayang terhadap sesama makhluk hidup; Karuni artinya belas kasihan terhadap tumbuh-tumbuhan, barang dan sebagainya; Upeksa artinya dapat membedakan benar dan salah, baik dan buruk; Mudhita artinya selalu berusaha untuk dapat menyenangkan hati oranglain; dan Maitri artinya suka mencari persahabatan atas dasar saling hormat menghormati .
Açubhakarma (Perbuatan Tidak Baik)
Adlah segala Acubhakarma Tingkah Laku yang tidak baik yang selalu menyimpang dengan Cubhakarma (perbuatan baik). Acubhakarma (perbuatan tidak baik) ini, Merupakan sumber dari kedursilaan, yaitu segala bentuk perbuatan yang selalu bertentangan dengan Susila atau dharma dan selalu cenderung mengarah kepada kejahatan. Semua jenis perbuatan yang tergolong acubhakarma Ini merupakan larangan-larangan yang harus dihindari di dalam hidup ini. Karena semua bentuk perbuatan acubhakarma ini menyebabkan manusia berdosa dan hidup menderita. menurut agama Hindu, bentuk-bentuk acubhakarma yang harus dihindari di dalam hidup ini adalah:
1. Tri Mala
Tri Mala adalah tiga bentuk prilaku manusia yang sangat kotor, yaitu Kasmala ialah perbuatan yang hina dan kotor, Mada yaitu perkataan, Pembicaraan yang dusta dan kotor, dan Moha adalah Pikiran, perasaan yang curang dan Angkuh.
2. Catur Pataka
Catur Pataka adalah empat Tingkatan dosa sesuai dengan jenis karma yang menjadi Sumbernya yang dilakukan oleh manusia yaitu Pataka yang terdiri dari Brunaha (menggugurkan bayi dalam kandungan); Purusaghna (Menyakiti orang), Kaniya Cora (mencuri perempuan pingitan), Agrayajaka (bersuami isteri melewati kakak ), dan Ajnatasamwatsarika (Bercocok tanam tanpa masanya); Upa Pataka terdiri dariGowadha (membunuh sapi), Juwatiwadha (membunuh gadis), Balawadha (membunuh anak), Agaradaha (membakar rumah / merampok); Maha Pataka terdiri dari Brahmanawadha (membunuh orang suci / pendeta), Surapana (meminum alkohol / mabuk), Swarnastya (mencuri emas), Kanyawighna (memperkosa gadis), dan Guruwadha (membunuh guru); Ati Pataka terdiri dari Swaputribhajana (memperkosa saudara perempuan); Matrabhajana (memperkosa ibu), dan Lingagrahana ( Merusak tempat suci).
3. Panca Bahya Tusti
Adalah lima kemegahan (kepuasan) yang bersifat duniawi dan lahiriah semata-mata, yaitu Aryana artinya senang mengumpulkan harta kekayaan tanpa menghitung baik buruk dan dosa yang ditempuhnya; Raksasa Melindungi artinya harta dengan jalan segala macam Upaya; Ksaya artinya takut akan berkurangnya harta benda dan kesenangannya Sehingga sifatnya seing menjadi kikir; Sangga artinya doyan mencari kekasih dan Melakukan hubungan seksuil; dan Hingsa artinya doyan membunuh dan menyakiti hati makhluk lain.
4. Panca Wiparyaya
Adalah lima macam kesalahan yang sering dilakukan manusia tanpa disadari, Sehingga Akibatnya Menimbulkan Kesengsaraan, yaitu: tamah artinya selalu mengharap-Harapkan mendapatkan Kenikmatan lahiriah; Moha artinya selalu mengharap-Harapkan agar dapat kekuasaan dan kesaktian bathiniah; Maha Moha artinya selalu mengharap-Harapkan agar dapat Kenikmatan menguasai seperti yang tersebut dalam tamah dan moha; Tamisra artinya selelu berharap ingin mendapatkan kesenangan akhirat; dan Anda Tamisra artinya sangat berduka dengan sesuatu yang telah hilang.
5. Sad Ripu
Sad Ripu adalah enam jenis musuh yang timbul dari sifat-sifat manusia itu sendiri, yaitu Kama artinya sifat penuh nafsu indriya; lobha artinya sifat loba dan serakah; Krodha artinya sifat kejam dan pemarah; Mada adalah sifat mabuk dan kegila-gilaan; Moha adalah sifat bingung dan Angkuh; dan Matsarya adalah sifat dengki dan irihati.
6.Sad Atatayi
Adalah enam macam pembunuhan kejam, yaitu Agnida artinya membakar milik orang lain; Wisada artinya meracun orang lain; Melakukan Atharwa artinya ilmu hitam; Sastraghna artinya mengamuk (merampok); Dratikrama artinya memperkosa kehormatan orang lain; Rajapisuna adalah suka memfitnah.
7. Sapta Timira
Sapta Timira adalah tujuh macam kegelapan Pikiran yaitu: Surupa artinya gelap atau mabuk karena ketampanan; Dhana artinya gelap atau mabuk karena kekayaan; Guna artinya gelap atau mabuk karena kepandaian; Kulina artinya gelap atau mabuk karena keturunan; Yowana artinya gelap atau mabuk karena keremajaan; Kasuran artinya gelap atau mabuk karena kemenangan; dan Sura artinya mabuk karena minuman keras.
8. Dasa Mala
Artinya adalah sepuluh macam sifat yang kotor. Sifat-sifat ini terdiri dari Tandri adalah orang sakit-sakitan; Kleda adalah orang yang berputus asa; Leja adalah orang yang tamak dan lekat cinta; Kuhaka adalah orang yang pemarah, congkak dan sombong; Metraya adalah orang yang pandai berolok-olok supaya dapat Mempengaruhi teman (seseorang); Megata adalah orang yang bersifat lain di mulut dan lain di hati; Ragastri adalah orang yang bermata keranjang; Kutila adalah orang penipu dan plintat-plintut; Bhaksa Bhuwana adalah orang yang suka menyiksa dan menyakiti sesama makhluk; dan Kimburu adalah orang pendengki dan iri hati.

Thought For The Day


It is often said "Daivam Manusha Rupena". It means that God incarnates in the form of human beings. Divinity is not a separate entity. It is immanent in humanity. God incarnates as a human to remind this and redeem mankind. That is why human birth is considered to be highly sacred. The human form is a conglomeration of five elements, namely earth, water, fire, air and ether. The Divine Power which makes the five elements function is called Atma, the Supreme Self. Atma does not have any form. It transcends all names and forms. Hence, do not be under the mistaken notion that God is confined to a specific form. Always remember, God is Love and Love is God!

Ada pepatah yang menyatakan “Daivam Manusha Rupena”. Ini berarti bahwa Tuhan menjelma ke dunia dengan wujud manusia biasa. Ketuhanan bukanlah kesatuan yang terpisah. Ia tetap ada di dalam setiap manusia. Tuhan menjelma ke dunia dengan wujud manusia untuk mengingatkan ini semua dan menyelamatkan umat manusia. Inilah alasan mengapa kelahiran sebagai manusia adalah suci. Tubuh manusia terdiri dari lima unsur, yaitu tanah, air, api, udara dan eter. Kekuatan suci yang menyebabkan kelima unsur ini berfungsi adalah Atma. Atma tidak memiliki bentuk. Ia melebihi semua nama dan bentuk. Oleh karenanya janganlah menganggap bahwa Tuhan dapat memiliki bentuk tertentu. Ingatlah selalu bahwa Tuhan adalah cinta kasih dan cinta kasih sendiri adalah Tuhan
The Divine Self can be realized, only when one possesses the discrimination to free oneself from bondage. You must transform your intellect to become pure and sharp. Ignorant people, to whom the understanding of the Divine Self is beyond reach, delude themselves by the belief that they can derive joy from the objective world which their senses can experience. If only they reflect even a little while, it will become crystal clear that even that joy they experienced is a gift of God. The Divine Nectar is present in all places at all times. As a mature aspirant, skill yourself to give up the glittering falsehood of the objective world and relish the joy of Divine and attain peace. Will a honey bee ever drink the bitter juice?

Penyucian diri dapat dicapai jika kita dapat menghindari dan membebaskan diri dari segala ikatan duniawi. Engkau harus mengubah intelekmu menjadi suci dan tajam. Orang-orang yang tidak peduli akan spiritual, akan tertipu oleh kesenangan duniawi yang dirasakan oleh indera-inderanya. Saat mereka menyadari kekeliruannya itu, barulah mereka sadar bahwa semua kebahagiaan tersebut adalah pemberian dari Tuhan. Nectar Illahi selalu ada di setiap waktu di segala tempat. Sebagai bhakta yang sejati, seharusnya engkau menghindari kesenangan duniawi dan mulai mencari kebahagiaan yang abadi dan mencapai kedamaian. Pernahkah lebah memakan madu yang pahit?
By mere force of intention, one can imagine in an instant, a scene in America. However, can it also be experienced in actual, at that very instant? No, one cannot! There is no use imagining and framing in the fancy. It must be experienced in mind, word and body. Similarly genuine peace cannot be obtained by merely knowing and learning about Divine Self. You may even firmly believe that joy is present in these, but that is of no avail. You must dedicate your life to win that joy and experience it and enter upon the discipline needed to acquire it. Only then do you deserve the Grace of the Lord and from that, you receive eternal love and peace.

Dengan hanya memusatkan pikiran, dalam sekejap kita dapat membayangkan suatu tempat di Amerika. Namun apakah pengalaman tersebut dapat membuat kita merasa benar-benar ada di sana? Tidak bisa. Hanya dengan menghayal saja tidaklah ada gunanya. Semua harus dialami oleh pikiran, perkataan dan pengalaman fisik. Sama halnya dengan kedamaian abadi tidaklah dapat dicapai hanya dengan tahu dan belajar mengenai Pengetahuan diri sejati. Jika hanya percaya bahwa kebahagiaan sejati itu ada, itu tidaklah berguna. Engkau seharusnya mencurahkan seluruh hidupmu untuk melaksanakan disiplin sehingga mendapatkan kebahagiaan sejati tersebut dan dapat merasakannya. Hanya dengan itu engkau pantas mendapatkan berkat Tuhan dan oleh karenanya cinta-kasih dan kedamaian abadi akan mengalir kepadamu.

Senin, 04 Januari 2010

PENGARUH HINDU ATAS TASAWUF ISLAM

PENGARUH HINDU ATAS TASAWUF ISLAM





Tidak sedikit ahli-ahli penyelidik yang menyatakan bahwa hidup kerohanian Islam itu berasal dari ajaran Hindu. Dalam tahun 1938 kami telah membuka pertukaran pikiran di antara penulis-penulis Islam dalam majalah 'Pedoman Masyarakat,' tentang soal ini. Orang yang menguatkan adanya pengaruh itu berkata : "Pengaruh itu terang adanya, bilamana diperbandingkan persamaan-persamaan yang banyak terdapat di antara pandangan hidup atau praktek melakukan di dalam kitab-kitab suci orang Hindu, baik dalam dasar kepercayaan, atau di dalam ucapan-ucapan doa dan nyanyian-nyanyian agama. Demikian juga amalan ahli-ahli agama Hindu dengan yoganya, latihan ibadatnya, tafakur zikirnya dan ma'rifatnya."

Seorang pengarang dan pengembara Arab yang terkenal amat memperhatikan dan mempelajari agama Hindu, bernama Abul Raihan Muhammad bin Ahmad Albairuni (352 - 440 h = 965 -1049 m). Dia telah menyelidiki agama Hindu sampai dalam, sampai dipelajarinya bahasa Sansekerta. Lama dia berdiam di tanah India, dikarangnya sebuah buku bernama 'Tahqiqu Ma Lil Hindi Muqauwalah' (Penyelidikan tentang hal-hal di India, yang diterima atau ditolak akal).

Dalam buku ini ditulisnya panjang lebar tentang ilmu pengetahuan, kepercayaan, ibadat, keagamaan dan filsafat India. Bukan saja suatu pandang selintas lalu, bahkan juga masuk dalam pengupasan dan perbandingan. Di antara dasar pikiran India dan dasar pikiran Yunani, demikian juga dengan amalan hidup ahli-ahli tasawuf. Beliau banyak memberikan pertimbangan bahwasanya kehidupan yoga India banyak sekali persamaannya dengan kehidupan dan riadlah (latihan jiwa) kaum Sufi.

Kaum Orientalist yang menguatkan pendirian bahwa hidup kerohanian Islam itu terpengaruh besar oleh agama Hindu, umumnya mengambil alasan dari keterangan Albairuni ini.

Albairuni ketika membandingkan persamaan jalan filsafat Yunani dan Yoga Hindu dengan ahli tasawuf, berkata : "Orang yang telah mencurahkan seluruh perhatiannya terhadap 'Sebab Yang Pertama' (Primary Cause, Brahman, pen) senantiasa berusaha hendak menyerupaiNya sedaya upaya. Dia bersatu dengan Dia, bila telah melepaskan segala 'pengantar', ditinggalkannya.

Artinya - menurut keterangan itu, seorang yang telah menyediakan dirinya mencari Yang Ada, berdaya hendak bersatu dengan Dia. Tidak dihambat dirintangi oleh apapun. Dalam pandangan ini terdapat persamaan beberapa ahli filsafat Yunani, ahli hikmat Hindu dan ahli tasawuf Islam. Lain dari pada itu adalah tentang kepercayaan akan adanya 'Tanasuch' (reinkarnasi), yaitu kemungkinan berpindahnya suatu roh dari satu badan ke badan yang lain. Orang Hindu menamainya 'Karma'. Karma itulah kepercayaan pokok agama Hindu, Artinya kalau tidak percaya akan adanya Karma, bukanlah Hindu. Karmapun bisa jelma; yaitu suatu roh memakai tubuh yang bukan tubuh insani boleh juga tubuh binatang, sebagai ular (ini yang banyak, sehingga mereka sangat memuliakannya), kera (ingat Hanoman), lutung (ingat Lutung Kasarung), dll. Dan sapi adalah penjelmaan yang amat mulia dan amat suci. Mahatma Gandhi sebagai Mujadid (pembaharu atau intelektual yang memberikan penafsiran baru) dari agama Hindu, dengan berbagai filsafatnya yang mendalam, membela kesucian sapi.

Albairuni meneruskan perbandingannya tentang persamaan pokok kepercayaan Karma dan Jelma Hindu dengan mazab orang sufi." Menurut dasar inilah pandangan setengah orang sufi, yang berkata bahwasanya dunia ini adalah diri yang tidur dan akhirat diri yang bangun.Dan setengah dari mereka (orang sufi) memungkinkan Hulul (Tuhan menjelma dalam diri insan/manusia, pen), menjelma yang hak pada tempat-tempat, sebagai langit, arasy (Kursi tempat duduk Tuhan yang terdapat di suatu tempat di langit ketujuh, pen). Dan setengahnya pula memungkinkannya kepada sekalian alam dan binatang, dan kayu-kayuan dan barang-barang keras (jamadaat). Mereka namai itu Al Zuhur ul Kulli (Pernyataan Semesta). Kalau itu telah mungkin, maka jelmaan roh dari satu badan ke badan lain, tidaklah perkara yang dapat ditolak lagi."

Setelah itu Albiruni memperbandingkan tentang cara-cara melepaskan diri dari pengaruh dunia ini.

Nafs, diri, aku, ingsun, ich sekarang terikat kepada alam terikatnya itu ada sebabnya, ialah jahil. Untuk melepaskan ikatan itu ialah dengan pengetahuan/ilmu, dengan pengenalan diri (ma'rifat). Sebagaimana disebut dalam kitab'patengggel' : "menyatukan fikiran kepada kesatuan Allah, memalingkan seseorang dari rasa, yang lain dari yang ditujunya. Siapa yang menghendaki Allah, niscaya dia menghendaki pula agar segala mahluk beroleh kebajikan dengan tidak ada kecualian."

Kemudian itu dia berkata pula : "Barang siapa yang sampai pada tujuan ini maka kekuatan jiwanya akan dapat mengalahkan kekuatan badannya." Lalu disebutkan delapan macam keistimewaan kekuatan jiwa itu.

Oleh Albairuni kemudiannya diadakan pula perbandingan dengan kaum sufi itu. Katanya : "Seumpama ini pulalah yang diisyaratkan oleh kaum Sufi tentang orang yang arif apabila telah sampai pada maqam (tempat kedudukan, pen) ma'rifat. Kaum sufi itu katanya - mendakwakan bahwa dia mendapat dua roh. Roh qadim yang tidak berobah dan berbeda. Dengan dia (roh qadim ini ) dapat mengetahui yang gaib, berbuat yang luar biasa, dan ke dunia roh basariah. (Yang kedua) yaitu roh manusia biasa, untuk berubah-ubah dan untuk kejadian. Setelah itu Albairuni memperbandingkan pula tentang 'persamaan diri dengan yang dicarinya', di antara Hindu dan tasawuf Islam. Setengah dari inti sari ajaran 'Patenggel' bahwa mendirikan upacara-upacara ibadat keagamaan, sembahyang, puasa dan lain-lain itu bukanlah jalan untuk mencapai bahagia (sa'adah) bagi manusia. Jalan mencapai bahagia adalah dengan zikir daim (ingat dan menyebut terus nama Allah), dan senantiasa ta'ammul, mencita-citakan bersatu dengan Tuhan. Zikir dan ta'ammul kelaknya akan membawa dirinya bersatu dengan Tuhan dan dengan seluruh yang ada (Alkaun). Karena pada hakikatnya semua itu adalah SATU.

Mazhab Patenggel adalah satu mazhab sufi yang amat mendalam. Tiangnya ialah chalawat dan bersuni diri. Tapa, samadi, zuhud dan tiap-tiap apa jua pun latihan jiwa, yang menyebabkan fana manusia, walaupun dari dirinya sendiri. Waktu itulah dia mencapai bahagia. Tak ada di atasnya bahagia lagi. Ketentraman yang menjadi puncak segala ketentraman.

Kata Albairuni ; "Mazhab Patenggel inilah yang dipakai oleh kaum sufi tentang mencari AL-HAQQ". Dengan kata mereka : "Selama engkau masih memberi isyarat, tidaklah engkau Meng-Esakan, sebelum AL-HAQQ menguasai isyaratmu, dengan fananya diri engkau. Maka tidaklah tinggal lagi yang memberi isyarat, dan tidak pula isyarat itu sendiri. (Yang memberi isyarat dengan yang diisyaratkan telah menjadi satu). Dalam perkataan mereka (kaum sufi) didapat juga kata-kata tentang 'persatuan'. Sebagaimana eorang sufi ketika ditanya tentang AL-HAQQ itu : "Bagaimana saya akan dapat menjelaskan siapa DIA SAYA itu dengan SAYA, dan SAYA dengan DI MANA. Kalau saya kembali, dengan kembali itulah saya terpisah. Kalau saya lalai, dengan lalai itulah saya diringankan. Dan dengan BERSATU baru saya merasa tenteram."

Dan Abubakar Sjibli berkata pula : "Lepaskan segala-galanya, niscaya engkau sampai kepada kita dengan segala-galanya. Engkau ada tapi tidak ada. Perkabaran engkau dari kami : Perbuatan engkau perbuatan kami."

Dan sebagai Abu Yazid Bustami ketika ditanyai orang : "Dengan apa engkau capai apa yang telah engkau capai?" Dia menjawab : "Saya menyilih dari diri saya sendiri, seperti ular menyilih dari kulitnya. Kemudian itulah saya lihat zat saya sendiri. Maka ternyatalah bahwasanya SAYA ialah DIA." Demikianlah beberapa contoh-contoh perbandingan yang dikemukakan oleh Albairuni, tentang filsafat Yunani, Hikmat dan agama Hindu, ditambah lagi dengan Neo-Platonis, semuanya dibanding-bandingkannya dengan mazhab tasawuf Islam itu. Ditulisnya panjang lebar dalam buku itu. Banyak sarjana ketimuran (Orientalis) yang mengambil perbandingan-perbandingan yang dikemukakan oleh Albairuni ini untuk menetapkan pendirian bahwa sumber tasawuf Islam ialah agama Hindu. Atau terpengaruh olehnya. Di antara yang berpendapat demikian ialah 'Horten, Blochet, Masignon, Goldziher, Brown, O'leary' dan beberapa orang lain lagi.

Masignon berpendapat bahwa penyelidikan atas perkembangan-perkembangan yang membawa masuknya halakah-halakah (duduk mengelilingi guru untuk mendengar wejangan = upanishad, pen) zikir di dalam bermacam-macam tarikat sufi yang akhir-akhir, menunjukkan menjalarnya pengaruh tarikat-tarikat Hindu ke dalam tasawuf Islam.

Brown berkata : "Nyata sekali dalam beberapa hal persamaan mazhab tasawuf yang bermula dengan beberapa mazhab Hindu. Terutama ajaran Vedanta. Tetapi kata beliau, meskipun persamaan itu jelas, hanyalah mengenai kulit. Adapun isinya tetap beda.

Goldziher berpendapat bahwa hikyat Ibrahim bin Adham (Abraham? pen), yang dahulunya anak seorang raja di Bukhara, dan meninggalkan singasana, lalu memilih hidup zuhud adalah saduran dari hikayat Buddha. Tasbih itu, kata beliau, diambil dari agama Buddha.

O'leary berkata, bahwa tidaklah boleh diabaikan saja menilik bagaimana pengaruh Buddhisme dalam tasawuf Islam. Sebab ajaran Buddha memang telah tersiar di negeri Persia dan dibelakang sungai Dadjilah-Furat di zaman jahiliah. Di Balach sebelah Churasan terdapat ma'bab-ma'bab agama Buddha. Tetapi beliau kemudian mengatakan bahwa pengaruh itu tidak sampai begitu besar hingga mengenai isinya. Perserupaan ajaran Nirwana Buddha dengan Fana tasawuf, hanya pada kulit.

Nirwana adalah ajaran yang menggambarkan bahwa jiwa manusia, hilang lenyap sendirinya dalam ketentraman yang mutlak, tidak terganggu oleh indra dan syahwat. Tetapi ajaran fana dalam tasawuf, meskipun juga meniadakan diri (hilangnya sang diri, annatta, annihiliation of the self, pen), namun dia memandang kepada kekekalan yang tetap, dan tetap ada dalam menyaksikan dan merasa lezat cita-cita keindahan Tuhan (jama'l-Ilahy). Akhirnya O'leary menyatakan bahwa memang ada perserupaan, tetapi bukan dengan Buddhisme, melainkan dengan ajaran KESATUAN SEMESTA, dari Weda-Weda.

Jalan yang sama (paralel) tentang KESATUAN SEMESTA di antara tasawuf Islam dengan ajaran Hindu inilah yang mendorongkan kebanyakan sarjana menyatakan bahwa tasawuf Islam, tidak mungkin berasal dari Islam. Apatah lagi ajaran pantheisme (KESATUAN SEMESTA, bhs Arab : wihdat al wujud, pen) sangat bertentangan dengan pokok Islam, yaitu Tauhid. Dan Islam sangat menjelaskan perbedaan sifat Khalik dengan sifat Mahluk. Selain Allah, adalah alam semua. Dan tidak ada sesuatupun yang menyerupaiNya.


(Dari WHD No. 323-1994))

Sabtu, 02 Januari 2010

KIAMAT





Bali Post - Minggu Umanis, 29 November 2009
Mimbar Budha – oleh : Dhana Putra


KIAMAT menjadi isu besar, terlebih setelah film berjudul “2012” beredar di seluruh belahan dunia, termasuk Indonesia. Banyak orang ingin tahu, apa yang kira-kira akan terjadi pada tanggal 21 Desember 2012; tanggal yang diyakini sebagai peristiwa kiamat. Berbagai reaksi muncul dalam masyarakat, termasuk munculnya niat untuk melarang peredaran film tersebut.

Apakah benar, bumi inil akan hancur, akan kiamat? Benar. Segala sesuatu yang berkondisi di alam semesta ini akan berubah. Tidak ada yang kekal, termasuk bumi yang besar dan alam semesta yang mahaluas ini. Semuanya terkena hukum perubahan, ketidak-kekalan. Perubahan tersebut akan membawa pada kehancuran. Alam semesta yang maha luas ini, pasti akan hancur di masa yang akan datang.

Kapan bumi akan kiamat? Inilah yang tidak pernah kita ketahui. Jika kita kembali pada catatan yang terdapat dalam kitab suci, kehancuran bumi ini masih sangat lama. Kehancuran pada bumi tidak terjadi dengan tiba-tiba, tetapi melalui sebuah proses yang panjang. Matahari kedua akan muncul sehingga menimbulkan lebih banyak kepanasan dan kekeringan, kehidupan akan mengalami perubahan besar. Sejumlah hawan dan tanaman mulai menghilang, dan seterusnya.

Setelah jangka waktu yang panjang, matahari ketiga akan muncul dan seterusnya hingga matahari ketujuh. Secara bertahap kondisi di bumi akan berubah sehingga tidak ada makhluk hidup dan tumbuhan yang bisa hidup. Tanah menjadi kering, berubah menjadi abu, terbang bersama angin, dan akhirnya berubah total. Masa tersebut masih sangat lama.

Pada zaman sekarang, umat Buddha mewariskan ajaran dan Buddha Gotama. Menurut catatan dalam kitab suci, sebelum Buddha Gotama, telah lahir beberapa Buddha di bumi ini pula; antara lain Buddha Kasspa, Buddha Konagammana, dan Buddha Kakusandha. Di bumi ini, di masa yang akan datang, akan lahir Buddha Metteya yang penuh dengan cinta kasih.

Kapan Buddha Metteya akan lahir? Setelah kurun waktu yang panjang, ajaran yang dibabarkan oleh Buddha Gotama akan mulai dilupakan. Usia manusia, secara rata-rata, akan mengalami kemunduran hingga sekitar 10 tahun. Setelah itu, kesadaran manusia akan mulai meningkat sehingga usia manusia juga meningkat. Pada saat kelahiran Buddha Metteya, usia rata-rata manusia diperkirakan puluhan ribu tahun. Dengan analogi ini, kita tidak bisa membayangkan kapan kiamat akan tiba, bumi ini akan hancur untuk selama-lamanya.

Kisah tentang kiamat 2012 tidak hanya bermunculkan dari sejumlah aliran agama tertentu, namun berdasarkan sejumlah penelitian ilmiah oleh sejumlah ahli. Sejumlah buku tentang kiamat 2012 terbit dan diterjemahkan ke dalam sejumlah bahasa. Arus informasi yang demikian cepat membuat kiamat 2012 menjadi isu yang menarik bagi semua orang. Banyak pihak yang membicarakan kebenaran kabar tersebut.

Hingga saat ini, saya tidak yakin dengan kemungkinan kiamat. Yang kemungkinan terjadi adalah bencana alam yang sangat besar, yang sangat dahsyat sehingga menimbulkan perubahan besar-besaran di bumi. Sejak beberapa tahun, seruan untuk menyelamatkan bumi sudah mulai dikumandangkan. Bumi ini nampak semakin rentan karena ulah sebagian kecil umat manusia sehingga merusak pola hidup dan kehidupan di alam semesta.

Isu yang diberitakan melalui buku, juga didukung oleh tanggapan sejumlah ahli ramal. Ada yang mengatakan, dia tidak bisa melihat dengan mata batinnya apa yang kira-kira terjadi pada tahun 2012. Pernyataan-pernyataan yang beraroma misteri, makin menghangatkan isu yang sedang berkembang.

Film “2012” hanyalah hiburan ala Hollywood. Lihat saja, tokoh utamanya terus berhasil selamat dari bencana datang silih berganti; tanah yang retak, gempa bumi, gunung meletus, dan bencana lainnya. Semuanya terlihat begitu mudah diselesaikan. Namun di dalamnya terdapat sejumlah ungkapan-ungkapan yang perlu juga untuk direnungkan dalam hidup ini.

Apakah benar 21 Desember 2012? Benar atau tidak, kita tidak pernah tahu. Namun yang perlu kita lakukan hanyalah memperbanyak perbuatan baik sehingga memberikan akibat yang baik untuk kehidupan kita selanjutnya. Apa pun yang terjadi, kita harus siap menerima. Karena tidak mungkin sesuatu terjadi dalam hidup kita tanpa sebab yang mendahuluinya.

Ibnu Sina Pemabuk dan Penyembah Berhala?

....:::~๑۞๑۞۞۞๑۞๑~:::....

اسلا م عليكم و رحمة الله وبركاته
Diantara penyebab kemunduran umat Islam adalah kebencian sebagian kalangan tokoh di umat ini terhadap para pelopor di bidang filsafat dan sains, terutama terhadap Ibnu Sina. Kebencian ini menjadi legitimasi bagi pengharaman filsafat dan sains itu sendiri. Sebetulnya masalah ini sangat sepele dan kecil, yang sebetulnya tidak perlu dipermasalahkan, namun agaknya sebagian orang tetap saja dalam keadaan berburuk sangka kepada Ibnu Sina dkk., jika tidak ada yang berusaha memberitahukan yang sebenarnya.

Apa saja dalil kelompok ini?

1. Ibnu Sina adalah pemabuk
Mereka berdalih bahwa Ibnu Sina mengakui sendiri kebiasaan mabuknya ini di dalam riwayat hidupnya. Padahal, siapapun yang membaca buku tersebut secara langsung, kita tidak akan menemui hal tersebut.
Akan saya kutipkan dari bukunya langsung (sirah assyaikh ar-rais):

فمهما غلبني النّوم أو شعرت عدلت الى شرب قدح من الشّراب لكيما تعود الى قوتي. ثم أرجع الى القراءة…
(سيرة الشيخ الرئيس)

Oleh William E. Gohlman, hal tersebut diterjemahkan sebagai:

“Whenever overcame me or I became conscious of weakening, I would return aside to drink a cup of wine, so that my strength would return to me. Then I would return to reading …“ (The Life of Ibnu Sina, Translated by William E. Gohlman)

Jelas sekali, terdapat kesalahpahaman (disengaja atau tidak ?) disini; perkataan “qadhin mina asysyarabi” diterjemahkan sebagai “segelas anggur”, padahal arti sebenarnya adalah “segelas minuman”. Segelas minuman ini berfungsi supaya beliau kembali kuat kembali untuk membaca dan menulis. Minuman ini analoginya dengan kehidupan modern adalah seperti minuman suplemen, seperti “KratingDaeng”, “Hemaviton” dst. Intinya, dengan minuman tersebut, beliau akan semakin kuat, yang sangat berbeda sekali fungsinya dengan khamr yang akan menjadikan peminumnya semakin mabuk dan lupa diri.

Prof. Mulyadhi Kertanegara, pendiri CIPSI (http://www.philosophia-cipsi.com), mengatakan, kalaupun minuman itu adalah anggur, anggur tersebut bukanlah termasuk khamr, yang diharamkan oleh Allah SWT.

1. Ibnu Sina adalah penyembah berhala

Mereka berdalil, bahwa melalui teori emanasi, Ibnu Sina telah menjadi penyembah berhala, dengan mendefinisikan agama baru. Pendapat ini jelas sekali keluar dari kebodohan seseorang yang tidak tahu dirinya bodoh.

Perlu diketahui, Ibnu Sina adalah filusuf dan ilmuwan yang teramat sangat ulung. Ia dapat menyusun konsep filsafat berbasis kepada pemikiran Aristotalian dan Platolian sekaligus. Di awal hidupnya, Ibnu Sina membuat konsep eksistensi (wujud) berbasis kepada konsep Aristoteles, dan diakhir hidupnya beliau menyusun teori emanasi, yang menyatakan bahwa alam semesta memiliki ruh (‘aql), berbasis kepada pemikiran Plato.

Bagi Ibnu Sina, di fasa pemikirannya yang berbasis Plato ini, alam semesta memiliki nyawa,sebagaimana manusia, hewan dan tumbuhan. Sebagai contoh, matahari; ia memiliki nyawa sehingga menjadi penyebab bagi hidupnya makhluk di muka bumi ini (atas izin Allah SWT, tentunya).
Sayyid Hossein Nasr menulis di bukunya “SAINS DAN PERADABAN DALAM ISLAM” di halaman 274 dan seterusnya:

“Ibn Sina bukan hanya seorang filosof peripatetic, yang menggabungkan doktrin Aristoteles dengan unsure-unsur tertentu dari NeoPlatonisme dan seorang saintis yang mengamati alam dalam kerangka filsafat abad pertengahan tentang alam; dia juga salah seorang perintis aliran metafisik iluminiasionis (isyraq) yang eksponen terbesarnya adalah Suhrawardhi. Dalam karya-karya akhirnya, istimewa Hikayat Penglihatan dan naskah-naskah cinta, kosmos-kosmos dari para filosof syllogistic menjelma jadi suatu dunia lambing-lambang, yang dijelajahi seorang gnostik menuju kebahagian akhirnya. Dalam “Logika” Bangsa Timur , yang merupakan bahagian karyanya yang lebih besar, yang kebanyakan telah hilang, Ibn Sina menolak karya-karya sendirinya yang terdahulu, yang pada umumnya berpaham Aristoteles, yang hanya cocok untuk rakyat biasa; sebagai gantinya ia menyuguhkan bagi kaum elite “filosofi timur”.

Triloginya – Hayy Ibn Yaqzhan, Al-Thair dan Salman wa Absal, membahas siklus menyeluruh dari tamasya gnostik dari “dunia bayangan” ke Kehadiran Ilahi, Timur yang Terang. Dalam tulisan-tulisannya ini, bagan dari alam filosof dan saintis abad pertengahan tidak berubah; hanya kosmos menjadi terkurung dalam diri sang gnostik – suatu “gua” yang harus menjadi acuan orientasi seorang anggota pemula dan yang harus dilaluinya. Fakta dan fenomena alam menjadi transparan, jadi lambing-lambang yang punya makna spiritual bagi pelaku yang dalam tamasya kosmis ini berhubungan dengannya.

Keseluruhan karya Ibnu Sina memberikan satu contoh yang jelas tentang hirarki pengetahuan dalam masyarakat Islam. Dia adalah pengamat dan peneliti geologi dan ilmu kedokteran, seorang filosof aliran peripatetic, lebih menuruti paham neoplatonis ketimbang aristoteles; dan ia seorang penulis teks gnostik yang kelak menjadi sumber banyak komentar oleh iluminasionis setelah dia. Dari tulisannya terlihat keselarasan pengetahuan yang nyata, rasional dan intelektual, yang diungkapkan seumpama bangunan megah berdasarkan hirarki sifat dan segala hal dan yang akhirnya bertumpu pada keadaan dan tingkat majemuk dari manifestasi kosmis.”

(Sayyid Hossein Nasr, “SAINS DAN PERADABAN DALAM ISLAM”, halaman 274)

Pembaca saya sarankan untuk membaca buku Nasr tersebut untuk memahami Ibnu Sina, karena dibuku tersebut juga dibahas langsung beberapa ide-ide besar Ibnu Sina. Tentu, kutipan-kutipannya diambil langsung dari karya-karya otentik Ibnu Sina.

Dua butir di atas semoga cukup membuat jera dan paham sebagian orang yang kini masih saja sibuk mengkafir-kafirkan Ibnu Sina dan untuk beralih dari kebiasaan menghujat, menjadi kebiasaan mengkaji ilmu.
Mari kita biasakan kebiasaan Ibnu Sina, yaitu membaca dan menulis dengan sangat produktif, yang diselingi dengan shalat (dan sesekali minum suplemen agar sehat dan tidak cepat mengantuk).

وسلا م عليكم و رحمة الله وبركاته

Wass.,







....:::~๑۞๑~ PhILosoPHy (Forum Diskusi FiLSafAt) ~๑۞๑~:::.....

Jumat, 01 Januari 2010

ISA UPANISAD I

Om Isavasyam-idam Sarvam
yat-kimcha Jagatyam-Jagat yat-kimcha Jagatyam-Jagat
Tena Tyaktena Bhunjeethha Tena Tyaktena Bhunjeethha
ma Gridhah Kasyasvid-dhaman ma Gridhah Kasyasvid-dhaman




1) Isavasya Upanishad diawali dengan kata "Isa".Isa adalah nama Tuhan dalam Upanishad. Dari sudut pandang Vedanta Tuhan adalah baik atau dengan kualitas Saguna dan Nirguna. Ini berarti bahwa Tuhan tidak hanya Dzat yang mendasari segala sesuatu. Tuhan juga benar-benar terpisah dari "diri" yang kita mungkin percaya diri kita karena avidya atau ketidaktahuan.

2) "Vasyam" dapat dipahami dengan melihat akar kata "vas" yang berarti yang akan dibahas, untuk pakaian, yang akan menyelimuti, untuk diresapi, dan diserap. Ini adalah kata yang kaya makna - dan Rishi yang menggunakannya untuk mengajarkan bahwa Tuhan adalah pakaian, meresapi, dll semua eksistensi.

3) Jika kita mengingat kata ini dengan hati-hati, kita dapat dengan mudah pertanyaan, "Bagaimana Tuhan berada di luar segala sesuatu pada saat yang sama bahwa Dia adalah melingkupi mereka dan dalam diri mereka?” Kita bisa mengajukan pertanyaan ini karena makna dari kata "vas" terkait dengan baik di dalam dan di luar hal.

4) Jawaban pertanyaan di atas adalah bahwa ini merupakan penegasan dari Upanishad dan dari Rishi khusus ini. Para Rishi tidak menjelaskan bagaimana. Dia hanya mengajar apa yang telah diturunkan kepadanya oleh Tuhan Sebuah pernyataan bukanlah sesuatu yang perlu dijelaskan. Pendengar dipersilahkan untuk mengambil atau meninggalkannya. Seseorang untuk mengambil itu tidak membuatnya lebih benar. Dan bagi seseorang untuk meninggalkan itu tidak membuat kurang benar.

5) Tapi aku selalu suka merenungkan mengapa ia mengatakan . Tampaknya kepada saya bahwa dia mengajar bahwa Tuhan berada di dalam dan di luar karena suatu alasan, yaitu: Tuhan ada di dalam segala sesuatu dan meresapi setiap kita sebagai Dzat yang Atmic Satu dengan Dzat Brahmana - dan Tuhan adalah juga di luar segala sesuatu karena Dia tidak terbatas pada hal tertentu atau orang.
Esensi dari Tuhan adalah bahkan melingkupi orang yang melakukan tindakan yang mengerikan. Kami tidak ingin mengatakan bahwa Tuhan sedang melakukan tindakan-tindakan ini. Tuhan tidak melakukan tindakan apa pun. Dia hanya hadir dalam aksi dan tindakan dengan cara yang sama sinar matahari hadir untuk menerangi segala sesuatu tanpa hal-hal itu.

6) "idam sarvam" berarti "semua ini (yang dipahami)." Ada dua jenis hal yang kita dapat melihat: hal-hal eksternal dan internal hal. Kita melihat hal-hal eksternal melalui jnanendriyas atau organ-organ persepsi. Ini adalah srotra (pendengaran), tvac (sentuhan), caksus (penglihatan), rasana (rasa), dan ghrana (bau). Kita melihat hal-hal internal melalui organ batin atau antahkarana.Yang antahkarana terdiri dari Manas (pikiran), buddhi (intelek), ahamkara (I-pikir), dan citta (kesadaran). Dalam rangka untuk menentukan untuk diri kita sendiri apakah atau tidak Tuhan melingkupi dan dalam diri kita, kita berpaling ke dalam buddhi (intelek) dan kemudian kita mulai untuk bereksperimen dengan mengubahnya dari hal-hal eksternal telah mengidentifikasi dengan dan menuju cahaya kesadaran dalam diri kita sendiri.

7) Selanjutnya kita sampai pada frase "yat-kimcha Jagatyam-Jagat" yang berarti "apa pun (yat-kimcha) bergerak di alam semesta ini bergerak (Jagatyam-Jagat)." "Jagat" berarti "perubahan keadaan" atau "dunia" dan di sini kita bisa bercermin mengapa itu sangat membantu untuk mewujudkan persatuan kita dengan Tuhan dan kesatuan Tuhan dengan segala sesuatu. Di tengah dunia yang tak lain tak henti-hentinya "perubahan keadaan" kita dengan mudah merasa kekacauan yang inheren dalam hal ini dan lama untuk mengetahui apa yang permanen, abadi dan mantap.Tapi hanya Tuhan dalam Dzat-Nya yang Dia berbagi dengan kami adalah permanen. Jadi, ketika kita berada di Jagat dan tidak menyadari Isa maka kita percaya Jagat untuk menjadi lebih berat dan lebih membingungkan daripada itu.

8) Ada sebuah contoh yang menarik bersama-sama dengan poin yang telah kita bahas sejauh. Ini adalah contoh ombak, samudra dan air. Jika kita membayangkan setiap manusia sebagai seperti ombak di laut dan Tuhan dalam bentuk Saguna sebagai Ishvara seperti samudra, maka kita dapat melihat bahwa ada perbedaan dalam vyavaharika (tingkat empiris). Beberapa gelombang yang lebih besar daripada yang lain karena beberapa orang memiliki peran lebih besar dalam hidup daripada kebanyakan orang lain. Namun, setiap gelombang, tidak peduli seberapa besar atau kecil itu ada karena keberadaan lautan. Tidak ada laut, tidak ada gelombang. Tapi ada juga masalah Dzat. Semua gelombang tidak lain hanyalah air. Laut juga apa-apa kecuali air. Ketika kita sedang mempertimbangkan air sebagai bahan kita tidak bisa mengukurnya. Apakah itu adalah sejumlah kecil, jumlah yang lebih besar atau semua air, kita dapat melihat ada perbedaan. Jumlah kecil tidak kurang sebagai air daripada jumlah yang lebih besar, dan tidak satu pun dari ini kurang sebagai air dari semua air. Air adalah air. Untuk melihat dari sudut bahwa semua tergantung pada gelombang laut relevan dengan vyavaharika dan untuk melihat dari sudut bahwa air adalah air menunjuk ke paramartha atau Being-Dzat dimiliki oleh semua.

9) Bagian kedua dari mantra tersebut diawali dengan kata "tena", yang berarti "karena itu". Dalam bukunya yang sangat bagus Upanishad ini Swami Chinmayananda menunjukkan bahwa Sri Madhavacharya telah memberi kita pemahaman baru yang indah dari kata ini. Madhavacharya memahami hal itu berarti "oleh-Nya" - ini adalah dengan mengatakan "oleh Isa". Karena "Tyaktena" berarti "apa yang ditinggalkan" atau "apa yang tersisa, setelah segala sesuatu telah meninggalkan", maka kita dapat memahami dari ungkapan ini bahwa segala sesuatu adalah milik Tuhan, dan kita hanya memiliki pinjaman mereka dari-Nya .

10) Karena semua hal yang diberikan oleh Tuhan adalah karunia, kita bisa "menikmati" semua hal ini. Dan "Anda dapat menikmati segala sesuatu" adalah tepat arti kata berikutnya dalam mantra yang "Bhunjeetha". Yang penting yang dibuat di sini adalah bahwa kita tidak bisa menikmati hal jika ada string berjalan antara hal dan hati kita. Jika kita berpikir kita terikat dengan apa-apa setelah kita menemukannya maka kita akan tertekan ketika kita tidak lagi memiliki sesuatu atau ketika perubahan. Untuk menggambarkan hal ini, di sini adalah sebuah cerita yang baru-baru ini saya dengar dari seorang teman. Dia mengatakan bahwa untuk waktu yang lama ibunya menginginkan sebuah convertible. Ia mengamati dengan gembira ketika ia memandang ke informasi yang berbeda convertible baru yang tersedia untuk waktu yang lama. Kemudian pada suatu hari ia mendengar bahwa ia akhirnya menetap dan membeli mobil impiannya. Dalam perjalanan keluar dari rumah orangtuanya, ia pergi ke berbagi semangat dengannya. Hanya ketika ia mendekati mobil baru mengilap di jalan masuk, ia melihat kepala ibunya turun saat ia duduk di dalamnya. Dan ketika ia bertanya "Jadi bagaimana kau suka mobil baru Anda, Bu. ia berkata "Tidak apa-apa. Tapi, saya pikir hal ini akan lebih besar dan fitur ini akan berbeda daripada itu. Jadi teman saya tidak bisa berbagi kegembiraan dengan ibunya karena dia sudah tidak senang dengan mobil! Hal ini karena ada tali tak terlihat yang dianggap berlebihan kepemilikan dan harapan berjalan antara hatinya dan convertible barunya. Ini adalah contoh ekstrim yang dinamis yang dapat muncul bagi siapa pun.

11) "Ma" berarti "jangan" atau "jangan" dan kata ini mungkin memiliki beberapa dari kita merasa ngeri sedikit - dan bertanya-tanya, "Apakah Resi mencoba untuk mengatakan apa yang harus kulakukan? Tentu saja jawabannya tidak. Kata ini berasal setelah semua yang telah diajarkan sebelumnya dalam mantra. Jadi Resi mengatakan kata "tidak" bagi kita cukup dewasa untuk menghargai aspek berikutnya mengajar. Jika kita tidak dapat menangani kata "tidak" maka mungkin akan membantu bagi kita untuk kembali dan mempertimbangkan kembali ajaran-ajaran sebelumnya.

12) "Jangan" apa? Jangan "Gridhah" - "mengingini" "kasyasvid-dhaman" - "salah satu kekayaan".. Di sini kita menjumpai ajaran yang sangat langsung dan nilai dari ajaran ini adalah dalam fokus yang jelas pada keserakahan. " Menurut Jagadguru Sri Abhinava Vidyatirtha Mahaswamigal, Jagadguru almarhum Sri Sringeri Sharada Peetham, "Sri Krishna menjelaskan tentang keinginan, amarah dan keserakahan sebagai tiga gerbang neraka. Ini adalah musuh terbesar manusia dan kita harus tidak pernah menyerah kepada mereka. Keinginan dapat diatasi oleh dispassion. Kemarahan adalah hasil dari keinginan frustrasi. Jadi dengan menaklukkan keinginan benar-benar satu dapat menaklukkan kemarahan. Sebuah usaha harus dibuat untuk mengendalikan keserakahan dengan "mencetak pada pikiran bahwa dalam realitas segala sesuatu milik Ishvara sendirian dan yang satu itu hanyalah alat dalam Ishvara tangan. “ Dari ketiga, keserakahan adalah yang paling bertentangan dengan budidaya penolakan - dengan hasil yang otentik "kenikmatan".

Perjuangan Dharma

Bhagavad-Gita II.35

bhayād raņād uparatam
mamsyante tvām mahā-rathāh,
yeşām ca tvam bahu-mato
bhūtvā yāsyasi lāghavam.

Para pahlawan besar (berjiwa besar) akan menganggapmu pengecut karena lari dari perjuangan (dharma), dan mereka yang pernah mengagumimu dengan penuh kehormatan akan merendahkanmu.