Minggu, 13 September 2009

Awig-awig yang melanggar HAM



Semarapura (Bali Post) – Masing-masing Desa Pakraman di Bali memiliki aturan adat sendiri-sendiri berupa awig-awig adat. Hanya saja, dari puluhan desa pakraman di Klungkung, beberapa diantaranya ditemukan adanya unsur pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) dalam awig-awig yang disusun. Sehingga perlu dikoreksi agar draf awig-awig yang dibuat mengacu pada peraturan perundang-undangan yang berlaku secara nasional.

Ditemukan adanya unsur pelanggaran HAM dalam sejumlah draf awig-awig desa pakraman, saat dilakukan pemeriksaan secara bertahap terhadap seluruh draf awig-awig desa pakraman di Kabupaten Klungkung. Untuk satu draf awig-awig, menghabiskan waktu untuk dilakukan penelitian oleh tim yang melibatkan para ahli di luar Lingkungan Pemkab Klungkung, sekitar tiga hari.Seperti yang dilakukan Jumat (11/9), tim yang melibatkan A.A. Rai Kalam, IB. Sunu Pidada dan lainnya melakukan penelitian terhadap draf awig-awig Desa Pakraman Cucukan, Klungkung.

Kepala Bagian Hukum yang terlibat dalam tim peneliti draf awig-awig desa
pakraman itu menyebutkan, penelitian atau pemeriksaan terhadap awig-awig yang dibuat krama adat, dimaksudkan agar aturan adat yang mengikat warga setempat itu tidak bertentangan dengan aturan hukum positif yang berlaku secara nasional. ‘’Karena kenyataannya, berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan terhadap beberapa draf awig-awig, ditemukan pemberlakuan awig-awig yang melanggar HAM. Contohnya pemberian sanksi adat untuk kematian salahpati dan beberapa pengenaan sanksi lainnya. ‘’Kalau ditemukan hal seperti itu, tim langsung mensosialisasikan dan memberi pemahaman kepada prajuru dan krama adat. Sehingga bisa langsung dicoret dan mengganti dengan pemberian sanksi adat lain ketika ada krama adat yang melanggar awig-awig,’’ tandasnya.

Bendesa Adat Cucukan, IB. Nyoman Putra Biomantara yang ditemui di sela-sela pemeriksaan awig-awig mengaku tak soal ketika draf awig-awig yang menjadi putusan krama adatnya harus diperiksa/diteliti bahkan dikoreksi ketika ditemui unsur yang bertentangan dengan hukum positif. Karena sudah menjadi keharusan, aturan adat mengikuti aturan hukum yang berlaku yang tentunya tak melanggar HAM. Memang, terkadang antara hukum positif dengan adat, tradisi dan budaya krama Bali ada yang berhadapan. Namun demikian, awig-awig yang mengikat prilaku krama adat, semestinya fleksibel.