Minggu, 06 September 2009

Radar Bali
Sabtu, 05 September 2009

Pedanda Gunung Minta Tajen Diperdakan

DENPASAR - Ida Pedanda Made Gunung yang selama ini memberi penilaian sangat miring terhadap sabungan ayam alias tajen, kemarin (4/9) malah melontarkan keinginan agar tajen dibuatkan peraturan daerah (perda) saja.

Keinginan Pedanda Gunung itu disampaikan saat acara setahun kepemimpinan Gubernur Bali Made Mangku Pastika di Hotel Aston kemarin. Dialog dihadiri jajaran Pemprov Bali bersama elemen masyarakat. Harapan Pedanda Gunung itu ditujukan langsung kepada Gubernur Pastika dan Ketua DPRD Bali (sementara) Nyoman Parta.

Keinginan sulinggih satu ini agar lebih memudahkan memilah mana yang namanya judi dan mana yang namanya upakara tabuh rah (serangkaian upacara agama). Saat ini banyak masyarakat menyalahartikan makna tabuh rah dengan tajen, pedanda asal Blahbatuh, Gianyar ini meminta langsung kepada gubernur mau tidak mau harus mengambil langkah tersebut.

"Kami minta agar tajen bisa diperdakan untuk menekan jumlah pelanggaran antara judi dengan upakara," ujar Pedanda Gunung. Ini penting agar tajen tidak dikaburkan atau disalahartikan oleh pihak-pihak tertentu.

Selain itu juga, pedanda menginginkan semua pihak untuk menjaga keagungan pura. Menjauhkan dari perbuatan nista, termasuk penyalahgunaan narkoba. "Sekarang ini banyak pemuda melakukan perilaku menyimpang. Pura malah digunakan sebagai tempat menggunakan narkoba, ini sudah menyimpang," ujar Pedanda Gunung.

Dirinya ingat betul bagaimana Pastika menyikapi semua judi, termasuk sabungan ayam ketika menjabat Kapolda Bali. Selama menjadi orang pertama di jajaran Polda Bali, lanjut Pedanda Gunung, Pastika begitu tegas memberantas judi. ''Kami harap pemerintah bisa mempertimbangkan maksud ini agar budaya Bali tidak serta merta hilang," ujarnya.

Mendapat pertanyaan seperti itu dari Pedanda Gunung, Gubernur Pastika menjawabnya sedikit politis. Di satu sisi menyebut perda tajen sulit untuk diwujudkan dan di sisi lain perda tajen bukan tidak mungin dibuat.

"Untuk memberantas tajen saya kira cukup dengan KUHP. Dan itu sudah diatur dalam Undang-Undang. Saya rasa UU itu sudah cukup mengatur daripada membentuk perda lagi," jawab Pastika seraya menyebut membuat perda tajen butuh waktu dan pembahasan sangat mendalam.

Misalkan apakah perda itu akan dimulai dari eksekutif atau menjadi usulan dewan. Begitu pengajuan jelas, baru masuk pembahasan. "Setelah seluruh dewan dan kami (pemprov, Red) menyetujui, perda itu harus dibawa ke Mendagri untuk diverifikasi," aku Pastika. (dra)

_____________________________________________________________

Sehubungan dengan topik ini, sampaikan KOMENTAR ANDA melalui forum diskusi CANANGSARI: http://www.facebook.com/topic.php?uid=86656134711&topic=10072