Kamis, 17 Desember 2009

Menerima Suka dan Duka Dengan Sabar

Bhagavad-Gita II.14

mātrā-sparśas tu kaunteya
śitoşņa-sukha-duhka-dāh,
āgamāpāyino ‘nityās
tāms titikşasva bhārata.

Sesungguhnya, hubungannya dengan benda-benda jasmani, menimbulkan panas dan dingin, senang dan duka, yang datang dan pergi, tidak kekal, terimalah hal itu dengan sabar.

Dalam pemberitaan di media-media massa cetak dan elektronik banyak sekali kita jumpai kasus-kasus bunuh diri dengan berbagai cara dan alasan yang pada intinya akibat dari puncak ketidakpuasan seseorang terhadap keadaan yang dihadapinya, akhirnya mengalami depresi, dan puncaknya mengambil keputusan yang ekstrim: bunuh diri. Tentu ini merupakan suatu hal yang sangat disayangkan. Kesempatan menjelma menjadi manusia yang demikian sulit didapat menjadi sia-sia begitu saja. Benarkah dengan bunuh diri, permasalahan menjadi selesai? Menurut Hindu, tentu tidak. Wasana akan terus berlanjut, setelah mengenyam hasil dari karma itu, maka punarbhawalah ia dengan wasana yang dimilikinya. Wasana juga disebut samskara, sisa-sisa yang tertinggal. Bayangkanlah saat kita menghabiskan makanan, maka makanan tadi akan menyisakan sisa-sisa dan bau yang menempel di piring yang dipakai wadah dari apa yang kita makan tadi. Sisa-sisa dan bau yang melekat inilah yang disebut samskara atau wasana, yang akan memberikan kesan-kesan pada punarbhawa kita selanjutnya. Kembali pada kasus bunuh diri, untuk apa kita pergi kalau hanya untuk kembali lagi. Sebelum ketidaksabaran kita tumbuh berkembang yang membawa kita ke arah depresi, sadarlah bahwa kita harus terus bersabar, tidak ada alasan untuk tidak bersabar. Jadikanlah semua yang kita hadapi ini sebagai materi pembelajaran kita menuju jiwa yang lebih dewasa, yang lebih arif dan bijaksana.