Minggu, 18 Oktober 2009

Warga keturunan India di Medan Rayakan Deepavali

Minggu, 18 Oktober 2009
Adela Eka Putra Marza - Okezone

MEDAN - Warga keturunan India di Kota Medan merayakan Hari Raya Deepavali Tahun 5111, hari ini Sabtu (17/10). Semua warga keturunan India, baik yang beragama Hindu, Sikh, Islam, Budha maupun Kristen berkumpul dengan keluarga masing-masing.

"Deepavali adalah tradisi India. Walaupun kami berbeda agama, kami tetap merayakan tradisi ini bersama-sama," tutur Rojes, salah seorang keturunan India Tamil di Medan. Pada hari raya tersebut, mereka melakukan doa bersama dan saling bermaafan.

Bersama keluarga besarnya yang berbeda-beda agama, Rojes berkumpul sambil menikmati aneka makanan khas India. Roti cane dengan kuah kari kambing, omopodi yang merupakan kue kering dengan bumbu ketumbar, serta murke yang rasanya manis menjadi santapan mereka di rumah.

Mereka sengaja mengambil libur dari pekerjaan, serta meminta izin bagi anak-anaknya yang bersekolah untuk merayakan Deepavali bersama keluarga. Karena hingga saat ini, Deepavali belum menjadi hari libur nasional. Berbeda dengan perayaan Nyepi bagi umat Hindu di Bali atau perayaan Tahun Baru Imlek Cina yang sudah menjadi hari libur nasional.

Oleh karena itu juga, warga keturunan India di Medan berharap pemerintah bisa menjadikannya sebagai hari libur nasional seperti yang dilakukan di beberapa negara. Bahkan organisasi umat Hindu di Medan, Parisadha Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Kota Medan telah menghimbau kepada pemerintah daerah untuk menjadikan Hari Raya Deepavali sebagai hari libur fakultatif.

Sementara itu, di Kuil Shri Mariamman Jalan Teuku Umar Kampung Madras Medan, puluhan umat Hindu juga merayakan Deepavali. Mereka dipimpin oleh seorang pinandita (pendeta) yang membaca doa-doa dalam ritual sembahyang. Seorang penari wanita juga tampil membawakan tarian klasik Bardanataim.

Menurut Ketua PHDI Kota Medan S Ananda Kumar, Deepavali sendiri berasal dari dua kata Sansekerta, yakni 'deepa' yang berarti cahaya dan 'avali' yang berarti jajaran. "Jadi Deepavali bisa diartikan sebagai jajaran cahaya, atau barisan cahaya. Inilah hari kemenangan," jelasnya.

Perayaan ini awalnya berasal dari rakyat Ayodya di India Selatan. Mereka menghidupkan lilin sepanjang jalan yang dilalui Rama dan Shinta untuk menyambutnya dengan suka cita. Rama dan Shinta kembali ke Kerajaan Ayodya dari pengasingan selama 14 tahun, setelah bersama Hanoman berhasil mengalahkan Kerajaan Alengka dan rajanya Rahwana.

Ada kepercayaan lagi yang mengatakan bahwa Deepavali adalah perayaan matinya Narakasura, dewa jahat yang menggenggam bumi dan surga di tangan Krisna. Atau disebut juga sebagai perayaan pembebasan bumi dan surga dari genggaman Narakasura. Namun pada intinya, Deepavali merupakan peringatan hari kemenangan Dharma (kebaikan) melawan Adharma (kejahatan). Sehingga banyak orang yang menganggap Deepavali adalah perayaan agama Hindu.

Perayaan Deepavali lebih banyak terdengar dilaksanakan di Sumatera Utara, seperti di Medan, Binjai, Tebing Tinggi dan sekitarnya. Di daerah ini, sekitar 50 ribu warga keturunan India bermukim bersama masyarakat pribumi dan etnis lainnya. Pada zaman pemerintahan Soeharto, perayaan Deepavali malah sempat dilarang.

Perayaan ini biasanya dirayakan selama lima hari berturut-turut dalam kalendar Hindu bulan Ashwayuja, atau antara bulan Oktober dan November berdasarkan kalender Masehi. Bagi umat Hindu sendiri, biasanya mereka berpuasa selama 30 hari sebelum perayaan Deepavali. Selain itu, mereka juga memberikan danapunia (bantuan) bagi orang-orang yang membutuhkan, membersihkan diri dan makam leluhur. Kemudian pada hari H, mereka melakukan doa bersama keluarga di rumah atau di kuil, dan saling bermaafan. (hri)

__________________________________________________________