Minggu, 21 Juni 2009

Pantheisme

Panteisme atau pantheisme (Yunani: πάν ( 'pan' ) = semua dan θεός ( 'theos' ) = Tuhan) secara harafiah artinya adalah "Tuhan adalah Semuanya" dan "Semua adalah Tuhan". Ini merupakan sebuah pendapat bahwa segala barang merupakan Tuhan abstrak imanen yang mencakup semuanya; atau bahwa Alam Semesta, atau alam, dan Tuhan adalah sama. Definisi yang lebih mendetail cenderung menekankan gagasan bahwa hukum alam, Keadaan, dan Alam Semesta (jumlah total dari semuanya adalah dan akan selalu) diwakili atau dipersonifikasikan dalam prinsip teologis 'Tuhan' atau 'Dewa' yang abstrak. Walau begitu, perlu dimengerti bahwa kaum panteis niet percaya terhadap seorang Dewa atau Dewa-Dewa yang pribadi dan kreatif dalam segala bentuk, yaitu merupakan ciri khas utama yang membedakan mereka dari kaum panenteis dan pandeis. Dengan begiru, meskipun banyak agama mungkin mengklaim memiliki unsur-unsur panteis, mereka biasanya sebenarnya sejatinya panenteis atau pandeistik.

Istilah panteis – yang diturunkan dari kata panteisme – pertama kali digunakan secara langsung oleh penulis Irlandia John Toland dalam karyanya yang berasal dari tahun 1705, "Sosinianisme Benar-Benar Dicanangkan oleh seorang panteis". Namun konsep ini telah dibicarakan jauh sebelumnya pada zaman filsuf Yunani Kuna, oleh Thales, Parmenides dan Heraklitus. Latar belakang Yahudi untuk panteisme bahkan mencapai zaman ketika kitab Taurat diturunkan dalam ceritanya mengenai penciptaan dalam kitab Kejadian dan bahan-bahan yang lebih awal berbentuk nubuat di mana secara nyata dikatakan bahwa kejadian alam" [seperti banjir, badai, letusan gunung dst.] semuanya diidentifikasikan sebagai "Tangan Tuhan" melalui idioma personifikasi, dan jadi menjelaskan rujukan terbuka terhadap konsep ini di dalam baik Perjanjian Baru maupun sastra Kabbalistik.

Pada tahun 1785, ada sebuah kontroversi besar yang muncul antara Friedrich Jacobi dan Moses Mendelssohn, yang akhirnya menyangkut banyak orang penting kala itu. Jacobi mengklaim bahwa pantheisme Lessing bersifat materialistik. Maksudnya ialah bahwa seluruh Alam dan Tuhan sebagai sebuah substansi yang luas. Untuk Jacobi, ini adalah hasil dari berbaktinya Zaman Pencerahan untuk mencari logika dan akhirnya ini akan berakhir kepada ateisme. Mendelssohn tidak setuju dengan menyatakan bahwa panteisme adalah sama dengan teisme.


Monisme adalah konsep metafisika dan teologi bahwa hanya ada satu substansi dalam alam. Monisme bertentangan dengan dualisme dan pluralisme. Dalam dualisme terdapat dua substansi atau realita sementara dalam pluralisme terdapat banyak realita. Konsep monisme seringkali dihubungkan dengan panteisme dan konsep Tuhan yang kekal.



Mengikuti suatu tradisi yang panjang H. P. Owen (1971: 65) mengklaim bahwa

"Pantheist adalah monists ... mereka percaya bahwa hanya satu Ada, dan bahwa semua wujud yang lain dari realitas adalah mode atau tampilan lain darinya atau identik dengannya."

Meski, seperti Spinoza, beberapa panteist dapat juga menjadi monist, dan monisme bahkan penting untuk beberapa versi panteisme (seperti panteisme Spinoza), tidak semua panteist adalah monist. Beberapa adalah pendukung politeisme dan beberapa lainnya pendukung pluralisme; mereka percaya bahwa ada banyak berbagai hal dan jenis serta beraneka jenis nilai. (Esiklopedi Filsafat Stanford). Tidak semua Monist adalah Panteist. Monist eksklusif percaya bahwa alam semesta, Tuhan dari Pantheist, tidak ada. Sebagai tambahan, penganut monisme dapat juga menjadi penganut Deisme, Pandeisme, Teisme atau Panenteisme; percaya akan suatu Tuhan monoteistis yang mahakuasa dan meliputi semua, dan kekal serta transenden. Ada monist politeis dan panenteis dalam agama Hindu (terutama di Advaita dan Vishistadvaita), Judaisme (panenteisme monistik terutama ditemukan di filsafat Kabbalah dan Hasidik), dalam Kristen (terutama dalam Ortodok Oriental, Ortodok Ketimuran, dan Anglikan) dan di Islam (untuk Sufi, terutama Bektashi).