Senin, 23 November 2009

Tak Ada Paksaan Dalam Hindu

Sabtu, 21 November 2009

Bandung, (tvOne)

Persoalan yang membelit Hindu Kaharingan dianggap sudah selesai, karena ternyata setelah dilakukan pengecekan di lapangan tak ada niatan keluar dari bimbingan Ditjen Bimas Hindu, Departemen Agama. Direktur Urusan Agama Hindu, I Ketut Lancar dalam acara sosialisasi program 100 hari Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) ke-II menjelaskan bahwa suara "miring" seperti itu tak ada lagi di Bandung, Sabtu (21/11).

Menjawab pertanyaan apakah Hindu Kaharingan mau melepaskan diri dan berdiri sendiri, ia mengatakan, hal itu tak ada. I Ketut Lancar menjelaskan, para tokoh Hindu Kaharingan tak mau berpisah. Mereka mau berintegrasi sejak tahun 1980-an di dalam Ditjen Bimas Hindu.

Jadi, kalau mau pisah atau keluar, pihaknya tak bisa memaksa. Sebab, jika orang mau menjalankan ibadah dihalangi maka hal itu melanggar hak azasi seseorang. "Yang menghembuskan ingin pisah, itu datangnya hanya dari segelintir orang," kata Lancar.

Sebelumnya Dirjen Bimas Hindu, Prof. Dr. IBG Yudha Triguna MS menegaskan, di wilayah Indonesia tak dikenal adanya agama Hindu Bali, Hindu Jawa atau Hindu Kaharingan, karena yang ada hanya satu agama Hindu. Ia mengatakan, Hindu yang dianut suku Bali, Bugis, Jawa dan Kaharingan memang ada di Indonesia, tetapi bukan Hindu Kaharingan atau Hindu lain berdasarkan etnis tertentu. Jadi, bukan karena ada etnis setempat lantas dikenal adanya Hindu Jawa dan seterusnya.

Ia mengakui belakangan ini ada kecenderungan kelompok tertentu memaksakan kehendak sendiri untuk memasukkan agama Hindu sesuai dengan nama etnis tertentu. Mereka ingin memecah umat Hindu berdasarkan etnis dimana Hindu dianut di wilayah daerah tertentu.

Menurut Tri, tradisi ritual agama Hindu boleh ikut tradisi setempat. Sebab, Hindu punya prinsip Desa Kala Patra (tempat, waktu dan keadaan). Namun jika ada etnis tertentu ingin adanya agama Hindu Kaharingan ataupun Hindu lainnya, tentu hal itu menyalahi ketentuan. "Itu di luar kewenangan Ditjen Bimas Hindu," katanya sambil menambahkan bahwa hal itu tak ada di nomenklatur.

Ia menjelaskan, adanya otonomi daerah telah dimanfaatkan kelompok tertentu untuk menyebut bahwa agama Hindu lebih dari satu, ada Hindu Bali, Hindu Kaharingan dan Hindu Jawa yang sesungguhnya telah menyalahi ketentuan.

Karena itu, ia berharap adanya pandangan Hindu lebih dari satu hendaknya dijauhi. Hal ini terjadi disebabkan kurangnya sosialisasi bersamaan dengan munculnya semangat otonomi daerah. Penonjolan semangat daerah berlebihan.

Ditjen Bimas Hindu punya kewajiban membina umat Hindu, apa pun etnisnya. Namun Bimas Hindu tak punya kewajiban membina etnis tertentu jika dia bukan umat Hindu. Terkait persoalan sekolah tinggi tinggi Hindu di Palangkaraya, ia pun menjelaskan bahwa kini kondisi di kampus itu kondusif. "Saya baru berkunjung kesana, belum lama ini," jelas Lancar.

Persoalan belum adanya rektor difinitif, juga akan segera diselesaikan. "Sekarang usulan rektor baru sudah diproses dan ada di tangan Menteri Agama," katanya. (Ant)