Sabtu, 28 November 2009

Pendidikan Kesusilaan Cara Hindu Untuk Anak Usia Dini

Pendidikan Kesusilaan Cara Hindu, Untuk Anak Usia Dini

Bali Post – Minggu, 12 Oktober 2008.

PENDIDIKAN merupakan tanggung jawab keluarga, sekolah, dan masyarakat. Pendidikan keluarga adalah pendidikan pertama dan utama. Bagaimana halnya dengan pendidikan kesusilaan dalam ajaran agama Hindu pada anak usia dini?

Menurut Anthur T. Jersild, yang dimaksud anak usia dini adalah anak-anak yang belum memasuki bangku sekolah, berumur 2-5 tahun. Sedangkan menurut Aristoteles, anak berumur 0-7 tahun disebut masa anak-anak bermain. Anak perlu dituntun perilakunya dengan ajaran-ajaran kesusilaan. Yang perlu ditanamkan kepada mereka antara lain perihal agama, perbuatan baik dan buruk, benar dan salah, tat twam asi, tri kaya parisuda, catur paramita, dan catur guru bakti.

Agama merupakan landasan kesusilaan yang kokoh dan kuat. Agama diibaratkan rambu-rambu lalu lintas yang dapat menentukan manusia mencapaitujuan, sebagaimana tercantum dalam Sarasamuscaya. Ajaran-ajaran agama memberikan sanksi-sanksi hukuman yang bersifat niskala atas perbuatannya yang ditentukan Tuhan.

Beri Teladan
Pendidikan agama pada mas anak-anak antara lain pembentukan kebiasaan, teladan dan nasihat, anjuran pujian, serta larangan dan hukuman. Pembentukan kebiasaan bagi seorang anak Sebaiknya dilakukan pada waktu Ia masih kecil, mulai dan rumah tangga. Misalnya membiasakan anak melaksanakan yadnya sesa menghaturkan hidangan kecil setelah selesai memasak, berdoa sebelum makan, mendahulukan makan pada yang lebih tua, minta izin kalau pergi keluar rumah, dan mengucapkan termia kasih kalau ada orang yang memberi sesuatu, dan lain-lain.

Dalam hubungan ini, orangtua terlebih dahulu harus mengenal dirinya dan memberi teladan yang baik pada anak-anaknya tentang ajaran-ajaran kesusilaan. Teladan adalah daya upaya siasat yang cocok karena anak kecil dapat meniru orang-orang di sekitarnya. Anak punya dorongan kuat untui meniru perbuatan-perbuatan orang dewasa atau orang sekitarnya, apalagi hal-hal yang disukainya.

Sejak kecil anak harus dianjurkan melakukan hal-hal yang baik dan menjauhkan hal-hal yang buruk. Jika anjuran itu dituruti, berikanlah pujian dengan kata-kata yang menyenangkan hati anak. Perlu diingat pujian-pujian atau ganjaran tidak menjadi tujuan untuk melakukan perbuatan yang baik.

Orangtua perlu menerapkan larangan dan hukuman. Larangan artinya tidak boleh dilakukan kalau bertentangan dengan norma-norma kesusilaan. Larangan harus bersifat mendidik, sehingga anak tidak kehilangan kepercayaan. Jika larangan tidak diindahkan anak, maka jalan satu-satunya dipergunakan hukuman Sebagai alternatif terakhir. Namum jangan memberikan hukuman badaniah, misalnya menampar atau memukul bagian yang peka terutama kepala. Dalam ajaran Hindu, bagian dan kepala (ubun-ubun) merupakan pintu keluar masuknya Siwa.

Lewat Cerita
Pada umumnya, perbuatan yang baik pada dasarnya baik akan tetap baik, demikian pula perbuatan yang buruk akan tetap buruk. Agar anak cepat mengerti perihal perbuatan baik dan buruk, benar dan salah, maka langkah yang cocok dilakukan adalah dengan cara bercerita. Cerita yang mengandung unsur baik dan buruk, benar dan salah. Ini akan lebih mudah dipahami anak. Cerita itu misalnya tentang burung bangau yang mati oleh ketam. atau Rahwana yang mati dibunuh Rama. Intisari yang dapat dipetik dari cerita ini barang siapa berbuat jahat akan mendapat susah yang berakhir juga dengan maut (kematian).

Dalam mendidik anak seputar kesusilaan, ajarkan mereka tentang pemahaman tat twam asi — “itu (ia) adalah kamu”. Penyampaian perihal ini bisa disampaikan lewat carita juga. Misalnya cerita gagak dan ular mati karena ketam. Makna cerita ini, barang siapa yang berhutang budi dan dikasihani hendaknya membalas budi dengan sebaik-baiknya.

Ada juga ajaran tri kaya parisuda, tiga dasar perilaku manusia yang harus disucikan yaitu manacika (berpikir), wacika (berkata), dan kayika (bertingkah laku/berbuat). Dari tri kaya parisuda timbullah 10 pengendalian diri : tidak menginginkan milik orang lain, tidak marah sesama teman, percaya akan kebenaran karmaphala. tidak berkata jahat, tidak berkata kasar, tidak memfitnah, tidak berkata bohong, tidak membunuh atau menyiksa mahluk, tidak mencuri, dan tidak berzinah.

Dengan adanya pemikiran yang baik akan mewujudkan perkataan yang baik, sehingga akan mewujudkan perbuatan baik pula. Pupuklah keserasian antara pikiran, perkataan, dan perbuatan yang baik sebagai dasar perilaku anak.

Terapkan pula pemahaman catur paramita atau empat jalan kesempurnaan dan utama untuk mencapai tujuan. Di sini ada maitri itu sikap suka menolong sesama mahluk, karuna atau belas kasihan sesama manusia, mudita yakni berbuat yang menyenangkan perasaan orang lain, dan upeksa sebagai bentuk suka menghargai orang lain, sebagaimana menghargai dirinya sendiñ). Agar anak meresapi pemahaman ini, ambil suatu contoh dalam sikap atau tingkah laku sehari-hari. Jika ada pengemis datang ke rumah untuk meminta sedekah, ajarkan anak “memberi” pada pengemis itu.

Ajarkan juga pada anak tentang catur guru — empat guru yang harus dihormati dalam usaha mencari kesucian dan kesempurnaan hidup.

Ada guru rupaka,bapak dan ibu yang telah melahirkan serta mengasuh dengan penuh rasa kasth sayang. Ada guru pengajian, guru di sekolah, yang memberikan ilmu pengetahuan, pendidik danpengajar. Ada guru wisesa pemerintah, pengayom dan pelindung bagi masyarakat, agar masyarakat hidup tenang, tentram, aman danbahagia. Terakhir, ada guru swadhyaya, Ida Sang Hyang Widhi, segala yang ada di dunia ini adalah bersumber pada Sang Hyang Widhi dan akhirnya akan kembali kepadaNya.

Contoh Sehari-hari
Peranan orangtua dalam pendidikan kesusilaan untuk anak usia dini sangat penting. Dalam hal menjamin kesuburan perkembangan pembentukan budi pekerti pada anak, orangtua harus berusaha mengupayakan agar anaknya kelak di kemudian hari jika orangtua sudah lanjut usia — dapat diharapkan melanjutkan suadharma-nya.

Orangtua harus mewujudkan sifat kasih sayang yang wajar sebagai teladan yang baik. Ingat, pengalaman pertama yang didapat anak adalah melalui orangtuanya. ini akan jadi kesan dalam hidupnya, apakah kesan baik atau buruk

Tergantung dari orangtua mereka. Satu contoh, kerukunan orangtua dalam keluarga merupakan syarat mutlak dalam pembinaan jiwa anak ke arah budi pekerti yang luhur. Keharmonisan akan menjadi contoh yang baik bagi anak-anak di keluarga. Anak-anak akan mudah memahami sifat-sifat dengan pengalaman langsung melalui contoh-contoh dan orang tuanya dalam kehidupan sehari-hari.

oleh :
I Nengah Konten,
Guru SDN 2 Tiyingtali, Abang, Karangasem.